Oleh : Tri Nuryani (Aktivis Dakwah)
Bantuan sosial semakin gencar di sejumlah daerah sejak pandemi corona covid-19 makin meluas di tanah air dan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah daerah hingga masyarakat membagikan sembako dan kebutuhan pokok lainnya. Meski begitu, banyak masyarakat miskin yang belum tersentuh. Bahkan, tak jarang bantuan sosial atau bansos dari pemerintah daerah malah tak tepat sasaran.
Misalnya saja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos. Karena hal ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos. Tak hanya di Jakarta, di Jawa Timur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur, Achmad Amir, menceritakan bantuan antara pemerintah provinsi dan tingkat desa yang tumpang tindih. Lalu, masyarakat yang berada di rumah hanya mendapat masker dan sembako. Tapi, mereka yang keluyuran malah dapat bantuan lebih (VIVA news, 24 April 2020).
Yang lebih mirisnya lagi menurut surat no 1261 Kemendes-PDT, pemberian BLT dari dana desa prosedurnya cukup panjang dan berbelit yakni tertib administrasi dan punya rekening bank. Dan syarat utamanya penerima BLT ini bukan penerima bansos dari kementrian lain. Sudah salah sasaran dalam penyaluran bantuan ditambah dengan rumitnya untuk mendapatkan BLT, banyak rakyat yang miskin tidak mendapat bantuan yang tepat dan cepat, mereka kelaparan hari ini namun masih menunggu bantuan yang entah kapan datangnya.
Buruknya pendataan dan semrautnya pengurusan taktis telah membuat kades dan bupati protes terbuka di media sosial. Protes tidak lagi dilayangkan melalui jalur birokrasi yang ada, dengan alasan agar aspirasinya cepat sampai ke pemerintahan provinsi bahkan pusat.
Sebelumnya telah viral video serupa dari Bupati Boalang Mongondaw Timur, Sulawesi Utara, Sehan Landjar perihal mekanisme pemberian BLT yang menyulitkan warga. Prosesnya yang berbelit-belit dan tidak tepat sasaran telah membuatnya geram. Kebutuhan untuk isi perut rakyat tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta oleh para menteri, sebagai syarat untuk mendapatkan uang Rp600.000, rakyat saya bahkan memohon untuk tidak dapat duit BLT, jelas Sahat (detik.com 26/04/2020)
Inilah bukti bahwa sistem saat ini tak serius meriayah umat. Sungguh cerminan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani wabah ini. Inilah rezim pelit yang selalu hitung-hitungan dengan rakyat, tapi ramah dan memberi segalanya pada pengusaha, telah membuat rakyat sengsara semakin lama.
Oleh karena itu, wajar akhirnya ketidakpercayaan dan protes terus muncul dari berbagai kalangan. Rakyat menganggap pemerintah pelit dan tidak serius mengurusi kebutuhan rakyatnya. Sebaliknya, pemerintah bersikap murah hati pada para konglomerat. Inilah rezim yang lahir dari sistem kapitalistik dan rezim ini pulalah yang menjaga agar sistem busuk ini terus bercokol di negeri ini demi keuntungan mereka.
Berbeda dengan sistem pemerintahan kapitalisme, sistem Islam akan melahirkan para pemimpin yang berfokus pada kemaslahatan umat. Sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan umat tanpa menimbulkan permasalahan baru. Karena sesungguhnya, para pemimpin dalam Islam memahami bahwa keberadaannya di pemerintahan adalah semata untuk beribadah kepada Allah swt.
Mereka takut akan azab Allah swt. bagi penguasa yang lalai terhadap amanahnya. Dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, rakyat tidak akan dibiarkan sendiri dalam memenuhi kebutuhannya, karena hal demikian adalah hak rakyat yang harus dipenuhi negara. Negara berkewajiban menjamin kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Dunia perlu belajar kepada keberhasilan penanggulangan penyebaran penyakit dan krisis yang pernah dilakukan di Khalifah masa Umar Bin Khattab. Ketika terjadi wabah tha’un (kolera) di Negeri Syam Umar mengikuti sabda Rasulullah SAW ; Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya.
Ketika masa krisis (paceklik) Khalifah Umar bin Khattab menugaskan orang-orang untuk mengantarkan makanan dan pakaian ke tempat-tempat yang terjadi paceklik. Sembilan bulan paceklik terjadi, Umar memberi makan gratis masyarakat, membagi-bagikan tepung, mentega, kurma dan anggur.
Bahkan Umar pernah mengantarkan langsung dengan tangannya 2 karung gandum dan sewadah minyak untuk diantarkan kepada keluarga yang sedang kelaparan. Luar biasa totalitas seorang pemimpin Khalifah Umar bin Khattab patut dicontoh dalam menangani wabah dan krisis, tentunya semuanya berkat penerapan aturan pemerintahan Islam yang sudah terbukti menjadi rahmat. Wallahu a’lam bishowab.