Oleh: Rosmiany Az-Zahra (Pendidik Generasi & Member AMK)
Saat kondisi sulit masyarakat sangat membutuhkan sekali uluran tangan dari pemerintah sebagai bukti dalam mengurusi urusan umat. Terlebih saat terjadi pandemik seperti saat ini. Masyarakat terlihat antusias dan begitu bahagia ketika mendengar ada yang berbagi rezeki. Seperti pembagian bansos yang dilakukan pemerintah provinsi Jawa Barat. Masyarakat berburu bansos. Mereka bersikap demikian karena kesulitan ekonomi yang kian menghimpit.
Dilansir oleh, GalamediaNews.com pada selasa 9 Juni 2020 bahwa sebanyak 10.519 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang terdampak covid-19 berburu bantuan sosial (bansos) propinsi Jawa Barat. Ke-10.513 KPM di Kecamatan Cileunyi ini tersebar di enam desa yakni Desa Cileunyi Wetan, Cileunyi Kulon, Cimekar, Cinunuk, Cibiru Hilir, dan Desa Cibiru Wetan. Bansos pemerintah propinsi Jawa Barat tersebut berupa uang tunai 150 ribu dan paket sembako berupa beras 10 kg, minuman kaleng 4 buah, gula 1 kg, minyak 2 leter, terigu 1 kg, vitamin C paket, mie instan 1 boks dan telur 2 kg. Namun untuk paket sembako tersebut, baru telur yang bisa diambil para KPM. Sembako lainnya hingga saat ini belum datang ke desa.
Menghadapi pandemik seperti sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan sekali bantuan. Baik berupa uang tunai maupun sembako. Ruang gerak mereka terbatas, banyak yang di PHK dan perusahaan produksi yang gulung tikar.
Sebagai kompensasi terdampak Covid-19 sebagian rakyat akhirnya menerima bantuan berupa KPM. Akan tetapi, tidak semua masyarakat mendapatkannya. Hanya yang dianggap tidak mampu saja yang menerima bantuan tersebut. Padahal hampir semua lapisan masyarakat terdampak Covid-19.
Bantuan sosial yang diklaim bisa menambah penerima manfaat untuk meringankan beban masyarakat, kenyataanya belum bisa mengangkat masyarakat dari keterpurukan. Bantuan yang diberikan tak sepadan dengan kebutuhan rakyat. Buruknya sistem kapitalis sekular dalam mendata dan menetapkan syarat penerima bantuan seolah menjadi masalah baru. Bantuan yang datang tidak tepat sasaran sehingga memunculkan kecemburuan sosial.
Untuk bansos paket sembako misalnya, dari sekian yang telah dijanjikan yang bisa diambil para KPM hanya telur. Yang lain belum datang. Ini memberikan bukti bahwa sistem dan penjaga saat ini sangat jauh dari harapan umat. Justru bisa memunculkan kezaliman yang bertambah parah. Juga akan mengundang ketidakberkahan. Sehingga yang terjadi hanyalah pencitraan semata. Tak jarang pemberian bantuan hanya dijadikan sebagai lahan bisnis.
Pemerintah tidak memiliki data yang kuat, maka wajar jika data pemerintah pusat tidak sinkron dengan pemerintah daerah. Dana yang dibagikan pusat kepada daerah berdasarkan jumlah desa bukan jumlah penduduk. Sebetulnya perbedaan antara pemerintah pusat-daerah bukan hanya masalah bansos saja. Terkait kebijakan lockdown, juga kebijakan anggaran menunjukkan tidak bersatunya pemerintah pusat dan daerah. Harusnya mereka saling kerja sama. Tetapi, ini menunjukkan hubungan antara pusat dan daerah tidak berjalan harmonis. Hal ini sangat alami dalam sistem demokrasi-kapitalisme. Saat ini betul-betul terjadi. Sebagai penyebab ketidakjelasan data antara daerah dan pusat akarnya adalah kapitalis. Dalam sistem kapitalis pemimpin bukan berfungsi sebagai periayah (mengurusi) urusan umat melainkan hanya sebagai regulator (perantara) dan pengatur saja.
Sungguh kondisi ini berbeda jauh dengan kepemimpinan di dalam Islam.
Dalam Islam, menyejahterakan rakyat merupakan prioritas utama. Ini adalah amanah yang berat yang dipikul para pemimpin. Bagi siapapun yang memiliki akal sehat pasti berpikir ini merupakan amanah yang paling tidak diinginkan. Namun, mereka tidak akan lari ketika dibebankan amanah menjadi seorang pemimpin. Dahulu para khalifah selalu menangis saat diangkat menjadi pemimpin. Karena mereka paham tugasnya sangatlah berat dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Akan tetapi, umat juga tak boleh hidup tanpa pemimpin. Mereka selalu berhati-hati dalam pelanggaran hukum Allah dan rasul-Nya. Karena itu merupakan kezaliman. Sepanjang sejarah kepemimpinan para khalifah, beliau-beliau sangat serius dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Baik di saat lapang maupun sempit. Bahkan mereka cenderung mengakhirkan kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya.
Dahulu khalifah Umar bin Khattab saat menjabat sebagai kepala negara, beliau mengedepankan musyawarah dengan pemimpin bawahannya. Untuk mendapatkan jalan keluar terbaik ketika diuji dengan berbagai permasalahan. Sekalipun terjadi perbedaan pendapat dan pandangan. Tetap tegas dalam mengambil keputusan. Beliau menerima segala keputusan di waktu-waktu mendesak sekalipun itu datang dari bawahannya. Selama itu memberi manfaat bagi masyarakat. Serta memberikan bantuan, membagikan harta kepada yang membutuhkan, dan memberikan motivasi ruhani.
Dari gambaran di atas bisa diambil pelajaran bahwa memberikan bantuan kepada masyarakat sangat penting. Baik berupa materi maupun ruhiyah.
Terlebih saat terjadi pandemi seperti sekarang ini. Masa pandemik belum berakhir. Walaupun setelah pandemik terjadi kemerosotan ekonomi. Sebab masa pandemik yang berkepanjangan tentunya akan semakin meresahkan. Sudah jelas Islam telah mengatur dan memberikan solusi berbagai permasalahan umat.
Kepemimpinan dalam Islam telah terbukti menyejahterakan dan memberikan kebahagiaan umat. Hanya ridha Allah Swt. yang mendasarinya.
Sehingga kebahagiaan yang hakiki betul-betul didapat. Serius dalam mengurusi umat adalah salah satu bentuk implementasi yang lahir dari kesadaran para pemimpin. Di saat ujian datang, para khalifah mampu menyelesaikan dengan cara berpegang teguh pada hukum yang Maha Pencipta Pengatur seluruh kehidupan manusia. Hukum-hukum Allah hadir sebagai solusi permasalahan umat. Hanya sistem Islam yang dibutuhkan saat ini. Karena umat telah menyadari dan terbukti amanah dan bertanggungjawab.
Mereka yang hidup di dalam sistem pemerintahan Islam saling beramar makruf nahi munkar. Saling mengingatkan ketika ada yang menyimpang. Juga menerima ketika mendapat kritikan dengan terbuka. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya:
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104)
Wallahu a’lam bi ash-shawab.