BANSOS SALAH SASARAN ?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Wiwik Afrah

 

Bantuan sosial atau bansos yang semestinya jadi jaring pengaman masyarakat kala pandemi merebak, banyak yang tak tepat sasaran. Ini diungkapkan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2021. Tak cuma itu, Kartu Prakerja yang menjadi program stimulus sekaligus pelatihan, juga terdapat pemborosan anggaran. Berikut rangkuman laporan BPK: Ketua BPK Isma Yatun menjelaskan, hasil pemeriksaan prioritas nasional terkait pembangunan sumber daya manusia menemukan masalah program Kartu Prakerja. Bantuan program stimulus plus insentif terhadap 119.494 peserta dengan nilai Rp 289,85 miliar, terindikasi tidak tepat sasaran.

BPK juga menemukan adanya indikasi bansos yang tak sesuai ketentuan dalam penyalurannya. Penyebabnya adalah masalah klise menahun di pemerintahan, yakni soal integrasi data.

BPK mengungkapkan terdapat Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sasaran sebesar Rp 6,93 triliun.

BPK juga menemukan KPM bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Selain itu, juga terdapat masalah identitas kependudukan tidak valid, KPM yang sudah nonaktif, hingga mereka yang sudah dilaporkan meninggal.

Antara Klaim dan Realitas

Menko Airlangga mengatakan lembaga internasional seperti Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan apresiasi karena Kartu Prakerja bisa mengatasi PHK. Program ini juga akan dipresentasikan dalam konferensi Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai model mempersiapkan pekerja pada masa depan. (Katadata, 23/5/2022). Namun, apresiasi itu tidak akan bermakna apa-apa apabila realitasnya masih ada 9,1 juta pengangguran terbuka yang terkatung-katung di luar sana. Belum lagi, beban ekonomi masyarakat yang bertambah akibat kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, seperti kenaikan tarif listrik, BBM, LPG, bahan pangan, dan sebagainya.

Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal bagi rakyat berwirausaha. Negara seakan-akan berperan besar mengurangi angka pengangguran. Padahal realitasnya, negara belum menjamin apa-apa kepada rakyat. Menurut pemerintah, Kartu Prakerja adalah salah satu program yang berhasil merespon dampak pandemi Covid-19. Program ini sedianya digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja para pencari kerja/buruh yang terkena PHK serta yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Sepanjang 2020—2021, terdapat 11,4 juta orang yang menjadi penerima Kartu Prakerja. Jika keberhasilan yang dimaksud ialah meringankan ekonomi masyarakat sesaat, memang benar. Namun, jika dilihat dari jaminan kesejahteraan, Kartu Prakerja tidak akan bisa menjadi solusi bagi ketenagakerjaan.

Dari 11,4 juta penerima Kartu Prakerja, apakah ada jaminan mereka akan mendapat pekerjaan? Belum tentu, sebab Kartu Prakerja berlaku hanya untuk meningkatkan skill para pencari kerja dengan mengikuti pelatihan. Dari pelatihan tersebut mereka diberi pembekalan, keterampilan, dan insentif untuk berwirausaha atau mendapat pekerjaan dengan usahanya sendiri. Artinya, pemerintah sebatas membekali, selebihnya nasib mendapat pekerjaan tergantung usaha para pencari kerja. Meski Kartu Prakerja sedikit membantu mengatasi problem kerja, tetapi hal itu hanyalah bantuan sesaat. Selanjutnya masyarakat dihadapkan pada persoalan pelik yang tidak kunjung terurai, yakni kesejahteraan dan kemiskinan.

Kartu Prakerja dan bansos ibarat pereda nyeri sakit, bukan penyembuh penyakit. Data tidak valid, anggaran boros, bantuan tidak tepat sasaran adalah sejumlah problem menahun di sistem pemerintahan demokrasi. Terkadang pula, kehadiran program-program bantuan untuk masyarakat justru rentan diselewengkan sebagaimana terjadi pada korupsi bansos. Bagai menggantang asap, apa pun program yang ditawarkan tidak akan menyelesaikan masalah secara tuntas karena solusi yang diberikan belum menyentuh akar permasalahan.

Pandangan Islam

Dalam Islam, tugas negara tidak hanya menyediakan platform pelatihan dan pembekalan keterampilan semata. Tugas negara adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Jika masyarakat menganggur, negara harus memberikan pelatihan keterampilan, modal yang cukup, serta menyediakan lapangan kerja untuk mereka. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis kepada rakyat. Inilah prinsip pengurus rakyat (riayah suunil umat) dalam Islam.

Fungsi negara bukan sekadar regulator dan fasilitator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, yakni melakukan pengawasan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Penerapan kapitalisme menihilkan peran tersebut. Negara membantu rakyat ala kadarnya, menangani pandemi semaunya dan mengurus kebutuhan rakyat sekehendak hatinya. Bagaimana rakyat bisa terurus dan sejahtera dengan model kepemimpinan semacam ini?

Oleh karenanya, mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Akar masalah hari ini adalah penerapan kapitalisme demokrasi. Mau dimodel dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri.

Khatimah

Islam sesungguhnya memiliki konsep baku dan jelas dalam mengurai problematik kehidupan. Kekayaan alam yang membentang sejatinya memberikan solusi tepat bagi masalah kesejahteraan dan kemiskinan. Tata kelola SDA negeri ini makin amburadul tatkala dikelola dengan cara pandang kapitalisme.Bukankah sudah banyak fakta terkumpul bagaimana rusaknya negara pengemban kapitalisme? Mulai dari anggaran tidak tepat sasaran, pemerintahan yang nirempati kepada rakyat, sampai pada program bantuan yang gagal mengatasi kesulitan ekonomi rakyat, semua itu mestinya menjadi pintu pembuka kesadaran pemikiran masyarakat bahwa pangkal keruwetan masalah negeri ini ialah kapitalisme. Islam sendiri adalah solusi penerapan kapitalisme, biang masalah negeri ini. Dengan tata kelola pemerintahan Islam secara kafah, setiap masalah pasti ada solusinya. Namun, jika dikelola dengan kapitalisme, setiap masalah pasti ada masalah baru lainnya. Pilih mana? Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *