Bansos Buat Pegawai Swasta, Kebijakan yang Tak Bijak

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ilmasusi

Lagi, kebijakan yang bikin nyesek hati rakyat dikeluarkan oleh pemerintah. Kali ini menyinggung nasib tenaga honorer. Anggota Komisi II DPR RI, Hugua mengungkapkan, pemerintah selalu lambat dalam penangani masalah honorer K2. Yang sudah lulus PPPK saja masih dilamain, apalagi yang belum lulus. (https://m.jpnn.com/news/150620)

Lalu kebijakan yang janggal muncul lagi. Pemerintah menjanjikan bantuan sosial kepada 13 juta pekerja swasta yang bergaji di bawah Rp 5 juta per bulan. Hal ini nampak janggal, karena masalah 51 ribu PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) hasil seleksi Februari 2019 saja tidak selesai. (https://m.jpnn.com/080820).

Tujuan dari pemberian bansos adalah untuk mendongkrak konsumsi dan menggerakkan ekonomi riil. Sekilas tujuan ini indah, namun kebijakan ini perlu dikritisi. Benarkah dengan tambahan 600 ribu per bulan efektif untuk menggerakkan ekonomi riil di tengah- tengah pandemi ini?

Kebijakan yang ada malah salah sasaran. Hal itu, setidaknya bisa dilihat dari fakta berikut.

_Pertama_ , pihak yang membutuhkan bantuan konsumsi harian adalah korban PHK dan para pekerja harian.

_Kedua_ , pemerintah bertindak diskriminatif karena memberikan BLT pada peserta BPJS dan tidak peduli pada pekerja honorer K2 yg sudah mengabdi bg rakyat sepanjang 16 tahun lebih.

_Ketiga_ , target menaikkan konsumsi agar mendongkrak pertumbuhan tidak akan tercapai. Secara teoritis, pekerja kelas ini akan menggunakan BLT utk simpanan, bukan untuk mendukung pergerakan aktifitas ekonomi. Lalu yang _keempat_ , membatasi bansos hanya buat pekerja swasta juga merupakan sikap diskriminasi terhadap pegawai negeri.

Korban PHK yang telah kehilangan penghasilan, jumlahnya meningkat pesat di masa pandemi, menambah panjang deretan pengangguran. Solusi dengan memberikan kartu prakerja pun dikritisi banyak pihak, mengingat yang dibutuhkan oleh keluarga yang kena PHK adalah biaya untuk bertahan hidup.

Belum lagi kartu prakerja diberikan usai mereka melakukan pelatihan. Sebuah proyek yang menyedot dana trilyunan rupiah, hanya untuk membiayai kursus yang diselenggarakan oleh perusahaan penyedia jasa kursus. Pun, kartu itu tidak menjamin pemiliknya terserap di dunia kerja, karena banyaknya perusahaan yang gulung tikar akibat pandemi.

Terkatung-katungnya nasib pekerja honorer K2 yg sudah mengabdi buat rakyat selama bertahun-tahun, sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius mencari jalan keluar atas persoalan yg dihadapi rakyat.

Bansos yang dikucurkan secara diskriminatif ini, bukan saja tak tepat sasaran, namun juga memicu kecemburuan sosial. Masalah yang berhubungan dengan ekonomi dan kelaparan memang sangat mudah memicu adanya konflik.

_Bansos, Benarkah Harus Ada?_

Munculnya bantuan sosial disebabkan karena adanya kekurangan. Kekurangan ini identik dengan kemiskinan atau tidak sejahtera. Secara fakta masyarakat pra sejahtera di negeri ini diwakili oleh mereka yang berada dibawah garis kemiskinan. Dimana, selama masa pandemi ini jumlahnya meningkat tajam.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada Maret 2020 mencapai 9,78 persen. Jumlah ini meningkat 0,56 persen poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen poin terhadap Maret 2019.

“Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019,” seperti dikutip dalam paparan Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto dalam video conference di Jakarta, Rabu (15/7/2020). (https://www.liputan6.com/150720).

Sebuah ironi, di negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi ini, angka kemiskinannya hingga mencapai 26,42 juta jiwa. Artinya, angka itu hampir mencapai hampir 10% dari total penduduk. Tentu solusi pemberian bansos untuk 13 juta pekerja swasta ini tak menyentuh akar persoalan. Sebab tingginya angka kemiskinan ini disebabkan oleh buruknya sistem distribusi.

Buruknya sistem distribusi kekayaan merupakan hal yang pasti ada dalam sistem kapitalis. Terhalangnya harta untuk dimiliki oleh kaum papa ini bukan disebabkan karena mereka malas. Justru persoalan berawal dari salahnya sistem yang diterapkan di negeri ini.

Kapitalis merupakan sistem produk akal manusia yang selalu membuat jarak antara segelintir kaum kaya dan jutaan kaum papa. Mempertahankan eksistensi sistem ini, sama dengan memperpanjang buruknya kondisi dan ruwetnya masalah yang menimpa sosial masyarakat.

Bila dalam salah satu pasal pada UUD 45 tertulis, ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’ maka benarlah adanya. Artinya, mereka terpelihara untuk tetap miskin, justru karena penerapan sistem kapitalis ini. Orang yang mau berpikir jernih, tentu akan membuang sisitem ini, seraya menggantinya dengan sistem yang baik.

_Islam Mengurus Kesejahteraan dengan Tuntas_

Dalam sistem kapitalis, keuntungan secara material selalu bermain dalam sebuah  urusan. Berbeda dengan konsep Islam, baik dari sistemnya, maupun dari kepemimpinannya.

Islam menjadikan kepemimpinan adalah sebagai pengurus urusan rakyat. Amanah kepengurusan ini harus dijalankan sesuai syariat islam, oleh pemimpin negara yatu kholifah. Seorang pemimpin dalam sistem islam, memegang keyakinan bahwa pertanggung jawab mereka berdimensi dunia dan akhirat.

Seorang pemimpin yang bertakwa tak akan berani menyelisihi batasan syariat dalam mengurusi urusan rakyatnya. Ia menyadari tugasnya adalah mengurus kemaslahatan bagi rakyatnya.

Seorang pemimpin negara dalam konsep Islam akan mengelola keuangan sesuai dengan pandangan syariat. Tak akan memberikan hak pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya tak terbatas kepada pihak swasta, ketika Islam melarangnya.

Sumber-sumber pendapatan negara yang telah ditentukan Allah, akan digunakan untuk mengurus kesejahteraan mereka. Sehingga demua kebutuhan pokok rakyat terpenuhi. Bukan hanya diberi bantuan sosial, namun diurus kebutuhannya.

Sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesejahteraan bagi rakyat, telah dirancang Allah SWT sedemikian sehingga memadai Sumber itu cukup untuk pembiayaan kebutuhan pokok rakyat, baik sandang, pangan maupun papan tempat tinggal. Juga untuk membiayai jasa mendasar bagi rakyat yaitu kesehatan, pendidikan mau pun keamanan.

Salah satu sumber pemasukan itu berasal dari barang tambang seperti  batu bara, gas bumi, minyak bumi, tambang emas dan berbagai logam mulia lainnya, yang jumlahnya berlimpah.

Sebuah desain  yang meniscayakan  negara khilafah memiliki ketahanan finansial yang memadai untuk menjalankan berbagai fungsinya. Itulah konsep islam dalam menjamin kesejahteraan. Adapun bantuan sosial, jelas tak dibutuhkan karena semua rakyat hidup di atas garis sejahtera. Wallahu a’lam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *