BANJIR SUSU IMPOR, SUSU LOKAL TERBUANG

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

BANJIR SUSU IMPOR, SUSU LOKAL TERBUANG

(Oleh : Istiqomah, S.E)

       Beberapa waktu lalu, puluhan peternak sapi perah dan pengepul susu di Boyolali Jateng, terpaksa membuang susu hasil panen mereka, lantaran pabrik atau Industri pengelolaan susu (IPS) membatasi kuota penerimaan pasokan susu dari peternak dan pengepul.[Tempo, Jum’at 8 Nov 2024]

 

Dilansir dari CNBC Indonesia, Ahad 10 Nov 2024, aksi membuang susu segar yang dilakukan oleh peternak sapi perah tercatat ada sekitar 200 ton per hari. Teguh Boediyana sebagai Ketua DPN/Dewan Persusuan Nasional menjelaskan, bahwa aksi tersebut dilakukan akibat industri pengelolaan susu membatasi penyerapan susu yang dihasilkan oleh peternak sapi perah lokal.

 

Aksi yang sama juga dilakukan di Pasuruan, Jawa Timur. Ini sebagai wujud protes yang dilakukan oleh PT Nawasena Satya Perkasa (NSP), perusahaan pengepul susu, terkait pembatasan kuota kiriman susu ke pabrik pengolahan.

 

Sangat Miris

 

Apabila kita mencermati realita diatas, aksi peternak membuang susu ini tentu sangat miris. Penyebab utama aksi buang susu ini diantaranya berkurangnya penyerapan susu dari Industri Pengolahan Susu (IPS) karena adanya pembatasan kuota. IPS lebih memilih impor susu bubuk atau skim daripada menyerap susu segar dari peternak lokal karena harganya lebih murah. Akibatnya, hasil produksi susu segar dari peternak lokal tidak terserap maksimal, padahal informasinya bahwa kualitas susu bubuk yang diimpor itu belum tentu lebih baik daripada susu segar yang dihasilkan oleh peternakan lokal.

 

Menurut data Kementan, bahwa ketersediaan susu untuk konsumsi nasional selama tahun 2012-2021 terdiri dari susu sapi lokal dan susu impor. Untuk Susu impor menyediakan 11,23 kg/kapita/tahun, sedangkan susu sapi lokal memasok 2,96 kg/kapita/tahun. Ini menunjukkan, kondisi pasar susu nasional 80% dipenuhi dari impor, sedangkan 20% hanya dari lokal, dalihnya susu lokal tidak memenuhi standar.

 

Program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan Kabinet Merah Putih, juga lekat dengan kabar mengenai pasokan susu impor dari Vietnam sebanyak 1,8 juta ton. Selain Vietnam, ada perusahaan Qatar yang siap memproduksi 2 juta ton susu/tahun di Indonesia. Maka wajar, realitas ini menjadikan celah untuk memposisikan impor sebagai salah satu solusi ketersediaan susu sehingga berdampak pada rendahnya serapan susu dari peternak lokal oleh IPS.

 

Kebijakan Pro Oligarki

 

Mencuatnya polemik susu segar yang dibuang, dibuat mandi dsb, membuktikan peran negara pro terhadap para pemangku kepentingan. Pemerintah semestinya mengambil langkah yang melindungi nasib peternak lokal melalui kebijakan yang berpihak pada para peternak baik dari mutu atau menampung hasil susu bukan malah impor susu. Kebijakan impor susu, diduga ada keterlibatan para pemburu Rente untuk mendapatkan keuntungan besar di Indonesia yang begitu jor-joran. Ini membuktikan bahwa pemerintah selama ini hanya memihak para kapitalis.

 

Solusi Islam

 

Islam memandang persoalan susu merupakan persoalan sistemik. Maka dibutuhkan solusi sistemik juga. Dalam rangka mewujudkan manusia yang unggul, berkualitas, sehat jasmani dan rohaninya maka dibutuhkan ketercukupan asupan pangan yang bermanfaat & bergizi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah institusi untuk menerapkan sistem yang sistemik dan terbaik bagi manusia yaitu Negara Islam (Khilafah). Khilafah akan menjamin ketersediaan kebutuhan pokok yaitu pangan bisa dinikmati semua rakyat, termasuk halnya susu.

 

Susu adalah karunia Allah swt sebagaimana dalam firman-NYA ,TQS An-Nahl : 66 yang artinya “Dan sungguh, pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minuman dari apa yang ada dalam perutnya (berupa) susu murni antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya.”

Dengan melihat manfaat besar susu ini, tidak layak jika dikelola secara kapitalistik. Sungguh, Islam memiliki sistem yang akan memberikan jaminan dan melindungi bagi para peternak sapi perah agar jerih payah mereka bisa dinikmati oleh masyarakat luas.

 

Sistem Islam juga mampu mengelola sektor produksi susu beserta distribusinya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw “Imam/khalifah itu laksana penggembala (ra’in) dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya”.(HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis lain, “Imam adalah perisai, di belakangnya umat berperang dan kepadanya umat melindungi diri. Jika ia menyuruh untuk bertakwa kepada Allah dan ia berbuat adil, dengan itu ia berhak mendapatkan pahala. Sebaliknya, jika menyuruh selain itu, ia menanggung dosanya” (HR Muslim).

Untuk menjamin nasib mereka, Khilafah akan menerapkan politik dalam negeri sebagai wujud penjagaan stabilitas harga susu. Kawasan-kawasan potensial untuk membangun peternakan sapi perah akan diakomodasi dan difasilitasi dengan sebaik-baiknya, baik itu dari sisi geografis, modal usaha, ketersediaan pakan dan kesehatan ternak, beserta fasilitas pengolahan, penyimpanan, penyaluran, dan transportasinya. Sektor peternakan sapi perah di dalam negeri pun akan dikembangkan dan diberdayakan sehingga ketersediaan susu dapat diwujudkan dan kelangkaannya dapat dihindari, sehingga para peternak sapi perah bisa sejahtera.

 

Adapun keijakan politik luar negeri terkait ekspor impor susu, maka kebijakan ekspor susu ini baru diambil saat kebutuhan rakyat di dalam negeri telah tercukupi. Sedangkan bila produksi susu di dalam negeri mengalami defisit, Khilafah bisa melakukan impor, namun sifatnya sementara.

Khilafah juga bertanggung jawab penuh meningkatkan kesejahteraan rakyat secara individu sehingga mereka memiliki daya beli yang baik untuk memperoleh komoditas susu menurut standar kecukupan gizi bagi seluruh anggota keluarganya. Dengan ini, rakyat bisa dijauhkan dari kerawanan pangan, gizi buruk dan kelaparan.

 

Inilah gambaran langkah serius Khilafah yang sangat peduli akan terpenuhinya kebutuhan rakyat, bahkan selalu berfikir untuk mensejahterakan rakyat. Hanya dengan sistem Khilafahlah persoalan susu segar beserta para peternaknya akan teratasi secara tuntas.

Wallaahua’lam bish showwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *