Banjir Hadir, Menagih Penerapan Sistem Mustanir

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Fitratul Hasanah

 

Saat ini kita berada di musim penghujan. Berita banjir atau pun tanah longsor kembali menghiasi media secara bergilir. Sebagaimana di beritakan Tempo.com, ( 5/11/2021)
Banjir bandang menerjang Kota Batu pada Kamis, 4 November 2021. Banjir bandang ini setidaknya menyebabkan enam nyawa melayang dan tiga hilang.

Banjir sudah bukan lagi peristiwa yang fenomenal melainkan peristiwa rutinan yang kejadiannya dianggap lumrah atau biasa.
Tak sedikit yang beropini bahwa banjir yang terjadi adalah semata akibat curah hujan yang tinggi.

Lantas, apakah benar hujan adalah satu-satunya kambing hitam atas banjir yang menghujam?

Jika kita sedikit menelisik, penyebab banjir ternyata bukanlah karena curah hujan semata. Namun, karena ulah tangan manusia sendiri. Misalnya, tindakan membuang sampah sembarangan yang merusak ekosistem makhluk hidup dan mengubah rawa hijau menjadi bangunan atau pemukiman.

Akibatnya, ketika hujan turun tidak ada lahan dan tempat untuk menyerap air lagi. Belum lagi pembangunan infrastruktur dengan drainase yang asal-asalan. Maka, banjir pun hadir tak dapat dielakkan.

Dalam hal ini lagi-lagi rakyat jua yang harus merasakan getirnya penderitaan akibat banjir. Mereka mengalami kerugian tak terkira mulai dari kerugian hasil pertanian, rumah, kendaraan, harta benda, mental bahkan nyawa.

Dalam menyikapi banjir yang berulang terjadi di negeri ini, pemerintah terkesan tak serius menanggulanginya. Mereka  justru mengambil celah menzalimi rakyat dengan mengizinkan pengelolaan pembangunan kepada swasta dengan dalih mendapatkan keuntungan ekonomi di bidang pariwisata . Padahal, jika pengelolaannya diserahkan ke swasta, mereka hanya mengambil keuntungannya, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.

Walhasil ketika banjir bandang bertandang, curah hujanlah yang di vonis sebagai dalang. Tak hanya itu, pihak yang berwenang pun saling tuding dan mengadakan berbagai  alasan agar terhindar dari kritikan yang dapat mengancam kekuasaannya. Inilah bentuk kezaliman pemerintah yang berkuasa di atas ketidakberdayaan rakyat.

Jauh berbanding terbalik jika ditakar dengan pemerintahan Islam yang diruntuhkan seabad silam. Pemerintahan Islam yang pioner terbukti mahir menangani masalah banjir dan genangan dengan sistemnya yang mustanir.

Setidaknya, sejarah mencatat bahwasannya  pemerintahan Islam pernah memiliki insinyur yang handal menangani masalah banjir seperti:

1. Insinyur al-Fargani (abad 9 M) yang telah membangun Milimeter untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil di berbagai tempat dan berhasil memprediksi banjir sungai Nil baik jangka pendek atau jangka panjang.

2. Abu Raihan al-Biruni ( 973-1048) mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi.

3. Abu Zaid Abdi Rahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadrami menuliskan dalam kitab monumental tentang “Muqaddimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi iklim.

Teranglah sudah pemerintahan Islam telah mampu mencetak insinyur hebat yang memberikan jasa dan manfaat luar biasa dalam mengendalikan debit air. Kemampuan pemerintahan Islam bertahan berabad-abad, bahkan bukan terhadap banjir saja tetapi juga bencana lain seperti saat kekeringan. Semua itu  adalah buah sinergi dari keimanan, ketaatan kepada Allah dan ketekunan mereka dalam mempelajari sunatullah yang disokong oleh negara.

Islam adalah agama yang lengkap, cermat lagi teliti. Islam selalu memiliki solusi rinci dalam segala macam  permasalahan. Kita semua hendaknya  mau membuka mata hati dan juga wawasan kita, bahwa Islam dihadirkan untuk memberi rahmat pada seluruh alam. Rahmatnya melingkupi manusia, hewan, tumbuhan serta lingkungan. Termasuk menaggulangi berbagai b bencana alam tak terkecuali bencana banjir bandang.

Islam memandang bahwa
terjadinya kerusakan di darat dan di laut adalah ulah manusia. Sebagaimana firman Allah Swt.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”( TQS Ar-Rum: 41).

Negara bersistem Islam yang sistemnya sangat terbukti mustanir ini telah memiliki kebijakan efektif dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir sebagaimana di bawah ini:

Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan dan lain sebagainya.

Kedua, membuat kebijakan tentang master plan, dimana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan yaitu pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya, dengan memperhatikan konsep kepemilikan individu, umum dan swasta.

Ketiga, membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.

Keempat, menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang dilindungi dan menetapkan kawasan hutan lindung. Tak hanya itu negara ini tentu juga menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.

Kelima, takkan berhenti menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.

Keenam, bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana dalam menangani korban bencana. Menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.

Ketujuh, khalifah sebagai pemimpin negara akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan tausiah-tausiah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt.

Demikianlah kebijakan negara bersistem Islam yang mustanir dalam menangani bencana termasuk banjir. Kita semua hendaknya memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah ketetapan Allah Swt. yang harus kita terima dengan lapang dada. Hanya saja, Allah akan menilai bagaimana penyikapan kita dalam segi mental maupun akal dalam setiap peristiwa yang bernilai ibadah. Diperlukan muhasabah dalam setiap musibah agar hidup kita menuai berkah.

Allah Swt mendatangkan banjir bukan semata sebagai bencana biasa yang tanpa maksud.
Sepantasnya kita berpikir bahwa banjir ini hadir sebagai bentuk tagihan untuk kembali menerapkan sistem Islam yang mustanir. Waallahua’lam Bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *