Bahaya Terselubung Dibalik Moderasi Beragama

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Maulida Nur (Anggota Cendekia Politika Institut)

Rasanya bukan kali ini saja pemerintah melalui kementrian agama menyampaikan wacana atau membuat kebijakan yang mengundang kontroversi di masyarakat. Setelah sebelumnya publik dihebohkan dengan pelarangan cadar, celana cingkrang di kalangan internal ASN, kemudian merebak isu radikalisme yang digambarkan begitu banyak ASN dari berbagai instansi dan beragam jenjang kepangkatan berhasil dibodoh-bodohi sehingga terpedaya menjadi pendukung Khilafah, dimana Khilafah itu sendiri dimaknai merongrong pancasila, bukan berasal dari islam. Ada juga wacana sertifikasi da’I atau mubaligh yang layak tampil memberikan ceramah keagamaan. Kini ditengah belum meredanya pandemic covid-19, serta dampak ekonomi dan social sebagai imbasnya, telah direvisi sekitar 155 buku pelajaran Agama yang di dalamnya disinyalir mengandung konten radikal.

Sebagai rakyat, pada dasarnya kita memiliki hak untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Salah satu wujud partisipasi tersebut ialah dengan memberikan masukan, mengawasi, dan sebagainya sesuai koridor dan jalur yang tersedia. Kita ingin mengingatkan kementrian agama bahwa mereka memiliki kewenangan sekaligus tugas untuk menjaga umat ini (seluruh agama) dari paham-paham yang sesat atau menyimpang. Tentu saja berdasarkan kepada ajaran agama masing-masing, bukan dengan sudut pandang atau kacamata yang lain.

Sekarang konten radikal yang dipermasalahkan tersebut, faktanya telah tertera dalam buku dan diajarkan bertahun-tahun yang lalu. Jika harus direvisi, maka perlu dipertanyakan apakah konten yang telah lama dipakai tersebut salah? Atau barangkali konten lama itu sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman? Jika begitu, sangat berpeluang dari waktu ke waktu ajaran agama akan di otak-atik menyesuaikan dengan realita dan tuntutan zaman. Kebetulan untuk saat ini narasinya demi moderasi beragama. Apa iya demikian memposisikan ajaran agama?

Permasalahan yang tidak kalah menarik dipertanyakan publik, yaitu mengapa yang direvisi itu hanya pada pelajaran agama Islam saja. Apakah benih radikalisme itu hanya terdapat pada agama Islam saja dan kemungkinan itu sudah tertutup rapat pada agama yang lain? Seakan lagi-lagi islam dan generasi mudanya yang wajib dimoderasi. Hal di atas beserta sekeranjang pertanyaan lain menjadi wajar dipertanyakan. Apa motif sesungguhnya dari kebijakan ini, siapa yang paling di untungkan, juga pihak yang menjadi korban.

Salah satu konten yang dianggap radikal adalah tentang khilafah. Pada kurikulum madrasah versi moderasi, pelajaran khilafah yang tadinya masuk dalam pelajaran fikih (hukum Islam) yang wajib diperjuangkan kini hanya dijadikan sebagai pelajaran sejarah. Khilafah diposisikan hanya sebagai romantisme sejarah yang tidak perlu diperjuangkan kembali. Konten lain yang dianggap radikal adalah tentang jihad. Makna jihad dibelokan seolah hanya sebatas spirit atau semangat saja.

Terkait khilafah, Imam empat mahdzab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali) sepakat bahwa khilafah wajib ditegakkan. Begitupun pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani dengan tegas mengatakan,” Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” [Ibn Hajar, Fath al-Bari, JUz XII/205]. Selain itu Ulama Nusantara Syeikh Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih Islam juga menyebutkan bab tentang kewajiban menegakkan khilafah.

Oleh karena itu, penulis memandang ada upaya untuk memonsterisasi ajaran Islam tertentu. Seharusnya ajaran Islam dan agama yang lain diajarkan apa adanya, tanpa harus diseret, dicocok-cocokkan dengan situasi, kondisi, kepentingan, dan sebagainya.

Jelaslah bahwa moderasi generasi melalui kurikulum bertentangan dengan Islam dan akan menjauhkan generasi Islam dari pemahaman Islam yang sesungguhnya. Tetapi bagaimanapun juga upaya kearah sana akan selalu gagal. Mereka bisa revisi buku pelajaran agama, namun tidak dengan buku umum yang beredar luar di kampus-kampus atau ruang public lainnya. Istilah Khilafah, Jihad, atau yang semisal faktanya tertuang dalam ribuan karya intelektual para Ulama klasik dan kontemporer. Mustahil itu juga akan bisa direvisi. Ketika kadar intelektual dan literasi seseorang naik menanjak, dia akan berinteraksi juga akhirnya dengan itu semua. Alhasil hanya dengan menjadikan islam sebagai pedoman hidup persoalan seperti ini bisa disikapi dengan jernih. Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

One thought on “Bahaya Terselubung Dibalik Moderasi Beragama

  • Moderasi beragama ini hanya diperuntukkan untuk agama Islam dan ajarannya. Yang direvisi pelajaran agama Islam tapi kalau pelajaran umum tidak ada revisi. Timbul pertanyaan ada apa dengan Moderasi ini, untuk siapa Moderasi??
    #Jangankriminalajaranislam
    #khilafahdanjihadajaranislam

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *