Atas Nama Pemberdayaan, Perempuan di Eksploitasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ayu Adiba (Aktivis Dakwah Kampus)

Setiap bulan Maret, terdapat satu momen yang diyakini oleh mereka-mereka yang meyakini, sebut saja aktivis perempuan. Yakni satu momen yang disebut dengan “The Women’s Day International” atau hari perempuan internasional. Tepatnya pada setiap tanggal 08 maret.

Momen ini sudah menjadi sebuah agenda ritual yang selalu di peringati setiap tahunnya. Baik regional maupun internasional. Baik muslim maupun non muslim.

Dan biasanya hal ini selalu diperingati oleh para perempuan, baik itu dari kalangan aktivis perempuan dari berbagai komunitas atau organisasi, politisi, praktisi perempuan dan lainnya.

Bentuk perayaannya yakni, ada yang di kemas dengan agenda-agenda indoor, yakni diskusi publik terkait keperempuanan, dan juga berupa agenda outdoor yakni melakukan demonstrasi dengan beberapa tuntutan atau menyuarakan aspirasi mereka terhadap reaktif atas segala persoalan yang terjadi yang terkait dengan kaum perempuan.

Namun yang menjadi persoalan disini. Apa sebenarnya hari perempuan internasional itu? Bagaimana latar belakang dan sejarah kemunculannya? Ada dan perlukah dalam Islam?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian perlu di ulik dan dijawab. Karena untuk mengetahui sebuah hal, yah semua harus berangkat dari pertanyaan apa, siapa dan bagaimana hal tersebut. Barulah kita mengetahui dan mengikutinya. Sehingga tidak asal ikut-ikutan saja arus. Terlebih dikalangan umat Islam.

Jadi, hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada tanggal 28 Februari 1909 di New York yang diselenggarakan oleh Partai Sosialis Amerika Serikat. Kemudian di susul dengan demonstrasi pada tanggal 8 Maret 1917 yang dilakukan oleh para perempuan di Petrograd kemudian memicu terjadinya Revolusi Rusia. Barulah Hari Perempuan Internasional secara resmi dijadikan sebagai hari libur nasional di Soviet Rusia pada tahun 1917, dan dirayakan secara luas di negara sosialis maupun komunis. Kemudian pada tahun 1977, Hari Perempuan Internasional diresmikan sebagai perayaan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia. ( https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Perempuan_Internasional)

Nah jadi jika kita bicara the womens day ini, tentu tidak terlepas dari gejolak yang tarjadi di barat pada saat itu dan tentunya bersamaan dengan hal tersebut ada ide-ide yang kemudian digaungkan oleh mereka (barat).

Jadi, sejatinya The Women’s Day ini, tentu tidak terlepas dengan satu ide yang terus di gaungkan sejak awal kemunculannya. Dan ide ini diyakini sangat penting, sebagai kebaikan bagi perempuan atas keterbelakangan, keterjajahan terhadap para perempuan.

Ide ini tidak lain dan bukan adalah Ide Feminisme, gagasan feminisme ini disebutkan, tujuannya sebagai sebuah jalan atau langkah untuk menjadikan perempuan itu sejahtera, mandiri dan berdaya saing ditengah-tengah kehidupan.

Sehingga yang diusung dari ide ini salah satunya adalah kesetaraan gender kemudian hak asasi manusia. Jadi sebenarnya hari perempuan itu, tidak jauh-jauh dari soal tuntutan di atas.

Kesetaraan gender ini mendorong agar perempuan itu harus setara dengan laki-laki, setara di berbagai lini. Terutama di lini publik. Dan mendorong dunia harus mengakui hak asasinya sebagai manusia yang harus bisa bebas bergerak di ruang publik tanpa ada aturan yang membatasi ruang gerak perempuan. Tidak hanya terkungkung di ruang privat saja.

Hal ini kemudian terus di gaungkan dan mengarahkan dalam setiap program-program, baik itu dengan seminar-seminar yang skala nasional dan juga internasional dikemas secara cantik, dibalut dengan manis.

Atas nama perempuan berdaya dan mandiri inilah, ide kesetaraan gender pun masuk membiaskan Islam bahkan menyerang hukum-hukum Islam. Mereka menggugat hukum-hukum Islam yang mengistimewakan peran laki-laki di ranah publik, baik itu perannya sebagai pemimpin, kewajiban mencari nafkah atau bekerja atau hal-hal yang berkaitan dengan peran laki-laki di dalam Islam.

Hal ini kemudian mendorong para perempuan untuk diajak bersaing (kesetaraan gender), menunjukan diri mereka, bahwa perempuan memiliki keistimewaan bisa melakukan seperti peran yang laki-laki lakukan.

Sehingga pada akhirnya, dengan ide inilah mereka berusaha menggeser hukum-hukum Islam atau dipinggirkan hukum Islam atas nama kebebasan mereka bertingkah laku atau berperan di ruang publik. Karena mereka menganggap, bahwa hukum Islam telah membatasi ruang gerak mereka ditengah publik. Bagi mereka Islam hanya membatasi peran mereka hanya di dapur, sumur, dan kasur saja. itulah mengapa feminisme jelas bertentangan dengan akidah Islam.

Karena sangat jelas bahwa ide ini lahir dari asas yang bathil. Yakni asas sekulerisme yang memisahkan antara Agama dengan kehidupan. Ide feminisme ini sangat halus dibuat, merayu-rayu perempuan dengan berdalih bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin skala penguasa, perempuan bisa mandiri, perempuan bisa berdaya, dan slogan cantik lain-lainnya. Dari hal inilah muncullah program-program untuk pemberdayaan perempuan yang telah sebelumnya sudah diskenariokan oleh pertemuan-pertemuan internasional yang didalangi oleh PBB

Siapapun akan paham dari ide dan skenario yang digaungkan. Jadi pada dasarnya, perempuan di anggap bisa maju, mandiri dan berdaya, yah ketika dia mampu digerakkan, di eksploitasi menjadi budak industri untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Bukan berdaya namanya jika tidak menghasilkan materi.

Jadi, sejatinya ide feminisme ini justru menjauhkan perempuan dari nilai-nilai fitrahnya. Sosok perempuan saat ini sudah mengalami pergeseran yang sangat tajam bersamaan dengan dihembuskannya paradigma kesetaraan gender yang lahir dari paham sekuler yang menganggap bahwa agama adalah faktor penghambat dari kemajuan perempuan.

Akibat dari kebebasan, kesetaraan dan Hak Asasi Manusia serta pergeseran nilai inilah, perempuan saat ini sangat bebas mengekspresikan dirinya dalam kehidupan. Mereka bebas berpenampilan membuka aurat, bebas meninggalkan rumah, anak, untuk bekerja, bebas mengeksploitasi diri atas nama bisnis dan seni, bebas berpergian jauh tanpa mahram. Dan lainnya. Semua itu dilakukan dengan berdalih sejahtera, mandiri, dan berdaya secara ekonomi dan atas nama hak asasi manusia.

Kebebasan inilah yang menyebabkan terpuruk dan makin rusaknya perempuan dan makin rusaknya tatanan kehidupan.
Karena namanya perempuan tentu tidak jauh dari sebuah institusi dalam kehidupannya yakni Institusi keluarga. Jika dia sebagai seorang istri, tentu ada anak, yang harus memberikan perhatian penuh di dalam rumah, baik melayani mengayomi, mendidik dan lainnya. Dan juga ada suami yang membutuhkan peran penting dari seorang istri dan ibu untuk mengatur tatanan dalam rumah tangga. Nah jika peran ini di geser, maka kemungkinan besar akan terjadi kerusakan.

Yakni kerusakan moralitas anak, ketidakharmonisan rumah tangga, perceraian dan kerusakan lainnya.

Dari hal ini tentu kita akan bertanya-tanya, sebenarnya dari ide ini siapa yang di untungkan? Tentu bukan perempuan. Perempuan malah akan drugikan. Kalopun diuntungkan itu adalah keuntungan dan kesejahteraan yang semu karena telah menggeser nilai agama dan fitrahnya.

Padahal dalam Islam jelas, kesejaheteraan perempuan itu bisa di capai yah dengan menjalankan tupoksinya atau tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang perempuan dalam fitrah dan kodratnya. Yang dalam Islam menyebutkan, dia sebagai seorang ummun warabatul bait sebagai ibu, pengatur rumah, pendidik dan pangayom anak atau generasi dan pelayan suaminya.

Tuduhan aktifis feminisme yang mengatakan Islam mengekang, dan membatasi peran perempuan. Itu pandangan yang sangat keliru dan arogansi. Karena perempuan dalam Islam tidak hanya berkiprah di ruang privat saja. Namun dia juga bisa berkiprah di ruang publik. Selain di privat dia adalah sebagai anak dari orangtuanya, istri dari suaminya dan ibu dari anak-anak, dia akan menjalankan tugasnya di dalam wilayah tersebut.

Kemudian jika di ranah publik dia harus tampil merepresntasikan sebagai seorang muslimah solehah. Tampil dengan profesionalitas dirinya, Salah satunya adalah dengan mengambil bagian dalam amar maaruf nahi mungkar alias dakwah. Menjadi agen perubahan yakni mengubah mengajak kaum muslim dari ketidaktaatan kepada ketaatan. Mengubah masyarakat menuju ke keadaan yang lebih baik, yang siap dan ikhlas mengorbankan dana tenaga, waktu, pemikiran, ilmu dan bahkan nyawa ditengah kerusakan dan jauhnya islam dari kehidupan saat ini. Menumpaskan segala bentuk kezaliman, kemaksiatan dan kemusryikan.

Lalu bagaimana dengan bekerja bagi perempuan? Islam adalah agama yang syamil wa kamil sempurna dan menyeluruh menjelaskan segala persoalan yang ada dalam kehidupan ini termasuk dalam persoalan hukum bekerja bagi perempuan. Posisinya bekerja bagi seorang muslimah itu mubah alias boleh saja namun bukan menjadi suatu keharusan atau kewajiban. Kewajiban mencari nafkah tetap pada kaum laki-laki baik itu ayah atau suami.

Jadi hari perempuan dan juga ide-idenya yang sangat kontradiktif tadi jelas bukan berasal dari Islam. Itu adalah ide barat yang bathil yang dijadikan seremonial tahunan belaka tanpa mengubah nasib dan mengangkat derjat perempuan. Karna setiap yang bertentangan dengan perintah-Nya tidak akan berhasil. Kalopun berhasil. Itu adalah kberhasilan yang semu.

Jadi mari kita para perempuan, tinggalkan segala ide kufur, ideologi kapitaliseme dan turunannya. Tetaplah berpegang teguh pada Islam,dan kembali kepada jalan Ideologi Islam.

Wallahu’alam
Jumat, 20 Maret 2020

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *