Asesmen Nasional Solutifkah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Unie Khansa
Praktisi Pendidikan Umat

Ujian Nasional merupakan salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan yang selalu menuai pro dan kontra bagi masyarakat, insan pendidikan, maupun pemerintah. Sejak digulirkannya sampai saat ini, saat akan dihilangkan, UN masih tetap menjadi pembicaraan hangat.
Keberadaan UN dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merata di seluruh Indonsia; diharapkan tidak ada kesenjangan kualitas pendidikan antara pusat dan daerah. Tetapi kenyataannya, tetap saja kualitas pendidikan masih jauh dari yang diharapkan. UN hanya menggambarkan nilai-nilai yang diperoleh dalam waktu sekejap, tidak mampu menggambarkan kualitas peserta didik secara keseluruhan. Sehingga, dengan UN ini banyak siswa yang merasa dirugikan dan guru banyak yang kecewa.

Ujian Nasional lebih menitikberatkan kemampuan siswa pada aspek pengetahuan kurang memperhatikan aspek keterampilan bahkan tidak menyentuh aspek sikap. Akibatnya, nilai UN tinggi, tapi sikap tidak terpuji. Sehingga, banyak peristiwa yang dilakukan siswa yang menunjukkan sikap yang buruk: penganiayaan, tawuran, melawan pada guru, bahkan yang paling menyakitkan, siswa berani bertindak brutal pada gurunya yang  seharusnya dihormatinya. Tindakan-tindakan negatif siswa tersebut adalah dampak minimnya pendidikan sikap/akhlak.

Angin segar dihembuskan oleh pemerintah dengan mengubah kebijakan tentang UN.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) akan menerapkan asesmen nasional sebagai pengganti ujian nasional pada 2021. Asesmen nasional tidak hanya sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berstandar nasional, tetapi juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, asesmen nasional tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu. Namun mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil.

Selain itu, Satriawan salah seorang pegiat pendidikan mengatakan bahwa asesmen nasional bukan untuk menguji pengetahuan siswa, tapi hanya untuk mengukur bagaimana perkembangan kualitas pembelajaran. Sehingga, asesmen nasional tak berdampak bagi siswa dan guru. Beda dengan ujian nasional.
(kompas.com, 11/10/2020)

Sehubungan dengan rencana pemerintah akan menghapus ujian nasional (UN) pada tahun 2021, Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan dibuatkan sistem portofolio pencapaian siswa hingga akhir pendidikan sebagai pengganti penilaian dari UN.
Ketua IGI M Ramli Rahim menjelaskan, sistem portofolio ini merupakan tempat di mana catatan siswa tersimpan sejak mulai pertama kali masuk sekolah sampai kemudian tamat dari sana. “Dari situ dapat terlihat dengan jelas bakat minat dan kemampuan siswa serta pencapaian pencapaian mereka mulai dari sejak pertama masuk sekolah hingga mereka menamatkan pendidikannya,” ujar Ramli dalam rilis yang diterima

Ikatan Guru Indonesia terus mendorong pemerintah agar kegiatan-kegiatan yang tidak banyak bermanfaat terhadap siswa dihapuskan dan digunakan untuk pengangkatan guru. Meskipun dinilai terlambat, IGI mendukung adanya penghapusan UN ini, karena dinilai tidak memiliki manfaat signifikan dalam mendidik siswa. (republika.co.id, 19/10/2020)

Apakah dengan perubahan dari UN menjadi AN akan mengubah kondisi pendidikan dan kondisi siswa saat ini? Sepertinya tidak, selama sistem pendidikan yang digunakan masih sistem sekularisme yang bersifat duniawi bahkan menafikan akhirat sehingga tidak sesuai dengan fitrah manusia. Fitrah manusia yaitu ketundukan dan kepatuhan pada penciptanya. Sistem pendidikan Islamlah yang sesuai dengan fitrah manusia.

Dalam sistem pendidikan Islam, yang pertama ditanamkan kepada siswa adalah ketauhidan, keyakinan akan penciptanya yang bisa membuat siswa berkepribadian kuat dan tangguh sehingga tidak mudah putus asa bila menemukan suatu masalah. Segala gerak langkah dan perbuatannya akan lurus karena takut akan Tuhannya. Tidak akan ada siswa yang berbuat/ melanggar ketentuan. Bila sejak menjadi siswa sudah berkepribadian baik dan tangguh tentu saat terjun ke masyarakat pun akan membentuk masyarakat yang baik dan tangguh. Ketika menjadi pemimpin pun akan menjadi pemimpin yang benar sesuai dengan ketentuan. Hai ini sesuai dengan tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islami (Syakhshiyah Islamiyah).

Selain itu, tujuan pendidikan membekali siswa dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Sehingga siswa sejak dini sudah diberi bekal bagaimana menghadapi suatu permasalahan yang tentunya akan banyak ditemuinya ketika dia terjun ke dalam masyarakat.

Seorang muslim harus memiliki kepribadian Islam,mempelajari ilmu-ilmu terapan untuk dapat dimanfaatkan dan diberdayakan. Hal ini demi melayani kemaslahatan dan memecahkan problem-problem krusial bagi umat. Jadi, tuntutan untuk mempelajari ilmu tidak semata-mata untuk ilmu saja. Bahkan harus dimanfaatkan dengan pemikiran dan pengetahuan yang dipelajari manusia dalam kehidupan sesuai dengan hukum Islam.

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya,

”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,dan jangan lah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)duniawi.”(QS.Al-qashash :77).

Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan Islam/Khilafah:

1.Khilafah Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan akidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk SDM terdidik dengan pola berfikir dan pola sikap yang islami.

2.Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).

3.Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.

Jadi sangat jelas hanya sistem pendidikan Islam dalam bingkai khilafah lah yang dapat mengubah wajah pendidikan di negeri kita dan meningkatkan kualitas pendidikan.

Wallahu a’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *