Oleh: Rumaisha 1453 (Aktivis BMI Community Kota Kupang)
Allah SWT berfirman yang artinya: “Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (TQS.al-Fatah:29). Sebuah perintah mulia yang tertuang dalam ayat suci, yang memberikan efek luar biasa bagi seseorang yang mengaku dirinya beriman. Beriman dengan menjalankan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Sebuah peristiwa besar ini terjadi di negeri yang katanya sangat menjunjung tinggi persatuan, toleransi, dan juga rasa kebersamaan. Baru-baru ini Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangil yang mendatangi rumah seorang warga untuk melakukan tabayyun atau klarifikasi atas dugaan penghinaan terhadap tokoh NU oleh akun medsos salah seorang guru di sebuah yayasan lembaga pendidikan keagamaan di Rembang. Akan tetapi medapatkan komentar dari beberapa kalangan. Karena upaya ini bukan merupakan klarifikasi atau tabayyun melainkan persekusi, karena dengan jalan kekerasan. (https://www.tagar.id, 22/08/2020).
Sayang persekusi yang dilakukan kemudian medapatkan pujian dari penguasa di negeri ini. Khususnya seorang Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Dia mengatakan upaya yang dilakukan atas dasar tabayyun dengan cara yang damai. Hal ini pun mendapat komentar dari banyak kalangan. Seperti Prof Musni Umar yaitu, “Kalau pernyataan Menag ini benar, amat disayangkan, karena Islam tidak mengajarkan untuk berbuat kekerasan, membentak, dan melakukan intimidasi kepada ulama atau kepada siapapun”, dikutip dari akunnya di Twitter, Minggu (23/8). (hhtps://fixindonesia.pikirkan-rakyat.com, 23/08/2020).
Beginilah serba-serbi di negeri yang baru saja merayakan hari kemerdekaanya. Para ulama dipersekusi, para tikus-tikus demokrasi dipelihara, bahkan dilestarikan. Sudah banyak sekali peristiwa persekusi para ulama, dan para pengemban dakwah khilafah. Ajaran khilafah dianggap memecah belah kerukunan umat beragama. Sehingga pada akhirnya jamaah yang memperjuangkan tegaknya syariah, dan khilafah pun dipersekusi diberbagai daerah.
Sebelum persekusi kebijakan Menag merevisi 155 buku Fiqih, maupun sejarah kebudayaan Islam (SKI) yang didalamnya terkandung ajaran Islam berupa khilafah, dan jihad. Kebijakan ini pun banyak mendapat komentar, serta penolakan dari berbagai kalangan. Jamaah yang memperjuangkan tegaknya syariah ini pun, kemudian sangat gencar menyuarakan penolakan ini, melalui opini-opini di media sosial. Hal ini belum lama terjadi, dan kini kembali kemenag mendukung upaya persekusi yang disebutnya sebagai tabayyun.
Menag, Fachrul Razi memberikan apresiasi kepada Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang telah melakakukan upaya tabayyun. Padahal tabayyun sendiri dalam Islam diartikan sebagai refleksi untuk mendapatkan kejelasan, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: Tatkala datang kepadamu seorang fasiq membawa kabar maka tabayyun-lah” (TQS.al-Hujurat:6). Itulah makna sebenarnya dari kata tabayyun. Tabayyun tidak dilakukan dengan cara-cara kekerasan, membentak, dan tidak mengintimidasi pihak yang akan ditabayyuni.
Tindakan yang dilakukan oleh organisasi pemuda yang bernuansa Islam ini pun diangggap oleh Menag sebagai upaya klarifikasi atau tabayyun. Upaya ini dinilai tidak mengedepankan adab sesama kaum Muslim sendiri. Seharusnya sesama kaum Muslim kita diwajibkan untuk berkasih sayang, berlemah-lembut, dan pastinya tetap menjaga ukhuwah Islamiyah. Sedangkan kepada orang kafir kita diperintahkan untuk berlaku tegas, dan keras. Bukan malahan sebaliknya. Seperti yang dilakukan oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Menag ini.
Menag semestinya mempunyai kemampuan dalam membedakan antara tabayyun atau klarifikasi, dan persekusi tentunya. Memaksakan kehendak seseorang untuk mengakui aktivitas yang tidak terbukti kebenarannya di muka hukum adalah persekusi. Karena Menag merupakan penguasa yang dikhususkan dalam sistem demokrasi untuk mengurusi urusan umat beragama, seharusnya ia lebih paham mengenai ajaran Islam, seperti tabayyun.
Dibalik semua ini karena kita hidup disistem kapitalis-sekuler, yang dikedepankan hanyalah kepentingan belaka. Segala sesuatu diambil berdasarkan manfaat yang akan diperoleh. Seharusnya Menag tidak mengedepankan itu semua, tapi karena tersuasanakan oleh sistem hari ini. Sehingga sekelas Menag pun sangat bisa melakukan hal demikian. Menag yang seharusnya jadi penengah dalam permasalahan ini, kini pun berpihak. Padahal semua urusan tentang agama diurus oleh Menag.
Berbeda dengan nuansa yang ada dalam sistem Islam. Karena dasarnya adalah aqidah Islam, sehingga umat Islam sangat mengedepankan ukhuwah Islamiyah dari yang lainnya. Sebagaimana yang sudah dilakukan oleh para pemimpin yang hidup didalam sistem Islam. Yakni, pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, pada waktu beliau didatangi oleh seseorang yang membawa berita bohong, beliau berkata kepada seseorang tersebut, “jika kamu menginginkan aku memperhatikan beritamu, maka ingatlah jika kamu berdusta maka kamu termasuk golongan yang tersurat QS. Al-Hujurat:6.”
Seperti itulah klarifikasi atau tabayyun yang dilakukan sesama kaum Muslim. Tidak dengan kekerasan, pemeksaan, apalagi sudah seperti persekusi. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang dilindungi dari kejahatan-kejahatan seperti ini. Hanya ukhuwah Islamiyah yang hakikilah yang dapat mempersatukan umat, dan persatuan umat akan terwujud secara hakiki apabila ada institusi yang menyatukan umat ini dengan landasan aqidah Islam, dan Ukhuwah. Mari berjuang agar Allah SWT segerakan institusi ini ditengah-tengah umat.
WalLahu a’lam bi ash-shawab.