Oleh: Azhary Ideologis (Mahasiswa Al Azhar, Mesir)
Ketika Rasulullah saw diutus, dan memulai da’wahnya di Makkah, orang-orang Quraisy terus melakukan berbagai macam propaganda terhadap da’wah Rasulullah dan para sahabatnya. Mulai dari hinaan, cacian serta tuduhan. Tekanan, ancaman, bahkan upaya pembunuhan pun terus mereka lakukan. Memberi tawaran kedudukan, harta dan wanita pun sudah mereka upayakan. Penyiksaan dan pemboikotan, juga pengejaran saat akan berhijrah juga telah mereka usahakan.
Faktanya, orang-orang Arab Jahiliyah memang dikenal dengan kepiawaian dalam membuat syair. Maka, syair itu menjadi salah satu alat propaganda Quraisy untuk menyerang Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya yaitu Al Quran. Salah satu penyair yang begitu dihormati, diandalkan dan disegani oleh kalangan Quraisy adalah al- Walid bin al- Mughirah al-Makhzumi. Ia seorang penyair yang cerdas, kaya raya, dan punya kedudukan yang tinggi. Berbagai syair ia lontarkan dalam rangka menggiring opini masyarakat Quraisy agar semakin membenci dan meragukan risalah yang dibawa oleh Rasulullah.
Dalam al-Quran sendiri, Allah telah menghina perbuatan yang dilakukan oleh al Walid ini. Dalam Surat Al Muddatstsir ayat 11-26, Imam Al Qurthubi dan Imam Ath-Thabari sepakat bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Al Walid bin Mughirah. Allah berfirman :
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا (11) وَجَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَمْدُودًا (12) وَبَنِينَ شُهُودًا (13) وَمَهَّدْتُ لَهُ تَمْهِيدًا (14) ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيدَ (15) كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيدًا (16) سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا (17) إِنَّهُ فَكَّرَ وَقَدَّرَ (18) فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ (19) ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ (20) ثُمَّ نَظَرَ (21) ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ (22) ثُمَّ أَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَ (23) فَقَالَ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ (24) إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ (25) سَأُصْلِيهِ سَقَرَ (26)
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur’an). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata, “(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu), ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar”
Setelah mendengarkan beberapa ayat Al Quran, karena kecerdasannya, Al Walid bisa membedakan bahwa perkataan yang Rasulullah ajarkan bukanlah syair. Karena ia adalah orang yang paling faham akan syair. Dalam suatu riwayat, yang dikutip oleh Ath Thabari ketika menafsirkan ayat tersebut menyebutkan :
“Dari Ikrimah bahwa al-Walid bin al-Mughirah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah membacakan al-Quran kepadanya.
Sepertinya al-Quran itu melembutkan kekufuran al-Walid. Kabar ini sampai ke telinga Abu Jahal. Ia pun datang menemui al-Walid.
Abu Jahal mengatakan, “Wahai paman, sesungguhnya kaummu ingin mengumpulkan harta untukmu.” “Untuk apa?” tanya al-Walid. “Untukmu. Karena engkau datang menemui Muhammad untuk menentang ajaran sebelumnya (ajaran nenek moyang).”
Al-Walid bin al-Mughirah menanggapi, “Orang-orang Quraisy tahu, kalau aku termasuk yang paling kaya di antara mereka.”
“Ucapkanlah suatu perkataan yang menunjukkan kalau engkau mengingkari al-Quran atau engkau membencinya”, kata Abu Jahal. Al-Walid mengatakan,
وماذا أقول؟ فوالله! ما فيكم رجل أعلم بالأشعار مني، ولا أعلم برجز ولا بقصيدة مني، ولا بأشعار الجن، والله! ما يشبه الذي يقول شيئا من هذا، ووالله! إن لقوله الذي يقول حلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه لمثمر أعلاه مغدق أسفله، وإنه ليعلو وما يعلى، وإنه ليحطم ما تحته
“Apa menurutmu yang harus kukatakan pada mereka? Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah kalian orang yang lebih memahami syair Arab daripada aku. Tidak juga pengetahuan tentang rajaz dan qashidahnya yang mengungguli diriku. Tapi apa yang diucapkan Muhammad itu tidak serupa dengan ini semua. Juga bukan syair jin. Demi Allah! Apa yang ia ucapkan (al-Quran) itu manis. Memiliki thalawatan (kenikmatan, baik, dan ucapan yang diterima jiwa). Bagian atasnya berbuah, sedang bagian bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada dibawahnya.”
Abu Jahal bersikukuh agar al-Walid mengatakan sesuatu yang bisa membuat orang-orang Quraisy ridha. Ia berkata, “Kaummu tidak akan ridha kepadamu sampai engkau mengatakan sesuatu yang buruk tentang al-Quran itu.”
“Jika demikian, tinggalkanlah aku biar aku berpikir dulu,” kata al-Walid.
Setelah berpikir, al-Walid mengatakan, “Al-Quran ini adalah sihir yang dipelajari. Muhammad mempelajarinya dari orang lain.”
Kemudian Allah menurunkan firman-Nya surat al-Muddatstsir ayat 11 : “Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian”, karena dia lahir dari ibunya dalam keadaan sendirian. Maka turunlah ayat ini sampai ayat 19″
Inilah tabiat penyair pecundang. Ia tau akan kebenaran, tapi tak berani mengatakannya dengan lantang. Ia tau bahwa perkataan Muhammad bukanlah syair, tapi itu adalah kalam Rabb semesta alam, tapi ia lebih tunduk dengan godaan dan lebih takut dengan ancaman para pemuka Quraisy. Kecerdasannya yang dimilikinya tak digunakan untuk mengikuti akal rasional dan hati nuraninya. Justru karena tawaran Abu Jahal, dia mau terus berfikir, merenung, berusaha keras untuk membuat narasi tuduhan akan sosok Muhammad dan apa yang dibawanya. Ketika Musyrikin yang lainnya mengatakan ia seorang penyair, orang gila, pendusta, maka al Walid memutuskan bahwa apa yang dibawa Muhammad adalah sihir yang ia pelajari dari orang lain.
Sungguh hinanya kedustaan yang tak pernah mampu terbuktikan ini. Demi mendapat dukungan masyarakat, dan menjatuhkan sosok lawan ia rela mengada-adakan opini penuh kebohongan. Maka Allah pun membalas dengan membongkar aib Al Walid. Allah pun menurunkan beberapa ayat untuk melucuti aib-aib al Walid bin al Mughirah Al Makhzumi yang menjangkitinya selama hidupnya.
Ibn Abbas berkata, “Tidak ada yang disifati oleh Allah dengan aib-aib seperti ini kecuali al-Walid bin al-Mugirah. Aib yang menjangkitinya sepanjang hayat.” QS. Al Qolam 10-15 (Tafsir al-Jalalain) :
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ (١٠) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيمٍ (١٢) عُتُلٍّ بَعْدَ ذَلِكَ زَنِيمٍ (١٣) أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَبَنِينَ (١٤)إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (١٥)
“10. Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina,11. suka mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah 12. Yang merintangi segala yang baik, yang melampaui batas dan banyak dosa,
13. yang bertabiat kasar, selain itu juga terkenal jahat,
14. karena dia kaya dan banyak anak,
15. Apabila ayat-ayat Kami dibacakan kepadanya, dia berkata, “(Ini adalah) dongeng-dongeng orang dahulu.”
Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya, menyebutkan riwayat Ibnu ‘Abbas, dan Ikrimah bahwa yang dimaksud ‘zanim’ adalah anak yang lahir dari hasil zina, kemudian dinasabkan kepada kaumnya. Bahwa al-Walid mengaku orang yang berketurunan dari orang yang bukan ayahnya, yaitu dari kalangan Quraisy.
Begitulah Allah melucuti aib seorang penyair yang sengaja membuat-buat narasi untuk mencitraburukkan Muhammad dan wahyu yang dibawanya, demi mengikuti kemauan pemuka Quraisy. Sifat pecundang yang dimilikinya sungguh nampak, lantaran pengingkarannya terhadap ayat-ayat Allah yang tak mampu ia sembunyikan kebenaran serta kemurniannya, padahal telah jelas baginya bahwa ayat Al Quran berbeda dengan syair-syair yang paling indah yang dia tahu.
Hal itu tak jauh berbeda dengan hari ini. Jika dulu ajaran Islam terus ditentang karena agama itu benar-benar membongkar tradisi jahiliyah mereka, maka saat ini ketika Islam telah asing kembali, berita penuh kedustaan sudah menjadi sajian yang dihidangkan pemilik kepentingan yang diberikan pada rakyat dan musuhnya demi raih kedudukan walau harus menutupi segala kebenaran.
Jika al Walid menjadi buzzer politik-nya Quraisy dengan mendengungkan syair, dan membuat tuduhan bahwasanya ayat yang dibawa oleh Muhammad adalah sihir yang dipelajari dari orang terdahulu, maka sekarang yang terjadi adalah buzzer politik yang sengaja membuat opini penuh kebohongan di media sosial. Melakukan berbagai pencitraan, tambal sulam data pencoblosan, membuat narasi tuduhan untuk pihak lawan, dan melakukan berbagai macam manipulasi fakta demi mengangkat tokoh yang dikampanyekan atau partai yang minta digaungkan. Tak peduli setebal apa kebohongan yang harus dipoleskan, yang penting ada keuntungan yang masuk dan mempertebal kantong uang.
Bagaimana pun buzzer bayaran ini tak akan mampu merubah bau busuk hidangan narasi yang ia sudah terlalu lama walau telah memoles dengan madu yang terasa manis menggiurkan. Kedustaan pasti akan terbongkar, layaknya bau busuk makanan yang semakin menusuk penciuman. Ummat ini tak sebodoh yang mereka bayangkan. Para politisi dan partai yang begitu haus akan kursi dan jabatan pasti akan menanggung rasa malu yang tak karuan. Lantaran tanpa takut terus mengulangi kesalahan, menipu ummat dengan berbagai makar licik demi kelanggengan kekuasaan.
Dari sini dapat diketahui bahwa sifat-sifat buzzer politik kaum Quraisy dengan buzzer politik rezim represif ini tak jauh berbeda. Mereka sama-sama gemar menyebarkan berita yang tak sesuai fakta, tak ragu dalam menebar fitnah, berlebihan dalam berkata, suka mencela orang lain, dan memuja-muja pihak yang menggajinya. Jika al-Walid ditelanjangi oleh aibnya oleh Allah, maka buzzer politik saat ini akan terciduk tabiat liciknya lantaran ulah mereka yang terus terulang. Dan tak lama ulah itu justru akan melecuti kebodohan mereka.
Tak bisa dipungkiri, adanya narasi dan opini di tengah-tengah masyarakat merupakan senjata dan kekuatan dalam membangun atmosfer cara berpikir masyarakat. Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi penyebar hoax yang penuh dengan kedustaan layaknya buzzer politik-nya Quraisy juga buzzer politik-nya rezim represif ini. Atau bahkan menjadi korban atas keculasan berita yang mereka sebarkan.
Wallahu A’lam bi ash-Showab.
Cairo, 26 Oktober 2019