Antara Khilafah Dan Nusantara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Tyas Ummu Amira

Melihat rekam jejak sejarah Islam, maka didapati sebuah kekhasan serta khazanah peradaban nan agung. Bukti dan sumber oententik bertengger megah hingga sekarang, menandakan bahwa fakta berbicara akan adanya suatu pemerintahan dalam naungan daulah khilafah serta hubunganya dengan tanah air nusantara.

Dikutip dari laman kiblat.net. Telah lama ‘Nusantara’ menjadi sebutan yang popular untuk menunjukan kawasan Indonesia saat ini. Sebuah kawasan yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihubungkan dengan laut dan sejak berabad-abad silam telah menjadi jalur perdagangan laut internasional. Sebab posisinya sebagai bagian jalur perdagangan ini, Nusantara memiliki akses yang mudah dengan dunia luar serta tentu terlibat dalam interaksi internasional sehingga mendapat banyak pengaruh dari peradaban sekitarnya termasuk dengan Khilafah di Timur Tengah.

Segenap peradaban yang berdiri kokoh di luar akan masuk dan mengubah sistem kehidupan di Nusantara. Tak terkecuali dengan peradaban Islam yang sejak abad ke 6 M tengah tumbuh  di Timur Tengah tepatnya di sebelah sisi barat Nusantara. Interaksi Nusantara dengan kawasan Timur Tengah sudah pernah ada sejak Islam pertama kali muncul. Pada awalnya interaksi tersebut lebih berbentuk relasi ekonomi dan perdagangan, namun pada saat Timur Tengah telah berada dalam kekuasaan Khilafah Islam, relasi tersebut meluas menjadi relasi politik-keagamaan dan intelektual.(Selasa, 2 Mei 2017 )

Senada, dikutip dari JIB (jejak islam untuk bangsa) Hubungan antara Nusantara dengan Timur Tengah melibatkan sejarah yang panjang. Kontak paling awal antara kedua wilyah ini, khususnya berkaitan dengan perdagangan, bermula sejak masa Phunisia dan Saba’. Kehadiran Muslim Timur Tengah ke Nusantara pada masa-masa awal pertama kali disebutkan oleh agawan dan pengembara terkenal Cina, I-Tsing yang pada 51 H/617 M.  sampai ke Palembang yang merupakan ibu kota kerajaan Buddha Sriwijaya. Mereka yang berada di Nusantara merupakan para pedagang yang kaya dan memiliki kekuatan ekonomi. Dalam padangan Azyumardi Azra, interaksi mereka di Palembang  ini yang merupakan salah satu factor penting pendorong raja Sriwijaya mengirim surat kepada Khalifah Bani Abasiyah.

Ketika Khilafah diperintah Bani Umayyah (660-749 M), sejumlah wilayah di Nusantara masih berada dalam kekuasaan Kerajaan Hindu-Budha . Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Budha di Nusantara yang tercatat memberikan pengakuan terhadap kebesaran Khalifah. Pengakuan ini dibuktikan dengan adanya dua pucuk surat yang dikirim oleh raja Sriwijaya kepada Khalifah di zaman Bani Umayyah. Surat pertama dikirim kepada Mu’awiyah, dan surat kedua dikirim kepada ‘Umar bin “Abd al-‘Aziz.

Surat pertama ditemui dalam sebuah diwan (sekretaris) Mua’awiyah dan memiliki gaya tipikal surat-surat resmi penguasa Nusantara. Diriwayatkan pembukaan surat tersebut:

“(Dari Raja al-Hind – atau tepatnya Kepulauan India) yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, (dan) yang istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani seribu putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar (Batanghari dan Musi), yang mengairi pohon gahana (aloes), kepada Mu’awiyah…”

Surat kedua, yang mempunyai nada yang sama, jauh lebih lengkap. Surat yang ditunjukan kepada Khalifah ‘Umar bin “Abd al-‘Aziz itu menunjukkan betapa hebatnya Maharaja dan kerajaannya:

“Nu’aym bin Hammad menulis: “Raja al-Hind (Kepulauan) mengirim sepucuk surat kepada ‘Umar bin “Abd al-‘Aziz, yang berbunyi sebagai berikut: “Dari Raja Diraja (Malik al-Malik = maharaja); yang adalah keturunan seribu raja; yang istrinya juga adalah anak cucu seribu raja; yang dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wewangiannya sampai menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab (‘Umar bin “Abd al-‘Aziz), yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya (atau di dalam versi lain, yang akan menjelaskan Islam dan menjelaskannya kepada saya).”

Dengan pemaparan sejarah Islam di nusantara, bahwa ada hubungan erat antara pemerintahan daulah khilafah dengan nusantara sejak awal kemuculan kerjaan hindu budha. Sehingga mempengaruhui corak bahasa, arisetektur serta pemikiran para raja – raja di nusnatara.

Nah sebelum kita lanjut lebih dalam mengukupas khilafah dan nusantara, kita patut memahami arti khilafah itu sendiri, dimana sekarang sudah terfragming bahwa artinya negatif, sehingga banyak masyarakat yang takut atau phobia terhadap kata – kata khilafah. Padahal secara garis besar menurut wikipedia.org, definisi Khilafah berasal dari kata خلف (kha-la-fa), yang berarti menggantikan.
Definisi Khilafah sendiri merupakan preposisi dari kata Khalifah. Sedangkan Khilafah merujuk pada sistem kepemimpinan umat, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas.

Dari sini tergambar bahwa khilafah adalah salah satu ajaran Islam, dimana pernah terjadi pada masa kekhalifaan Umar, Usman, Ali, dan Abu Bakar. Metode sistem pemerintahaan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kemudian diemaban oleh umat Islam hingga ke pelosok negeri.

Salah satunya Indonesia ini yang pernah mendapatkan
dua pucuk surat yang dikirim oleh raja Sriwijaya kepada Khalifah di zaman Bani Umayyah. Surat pertama dikirim kepada Mu’awiyah, dan surat kedua dikirim kepada ‘Umar bin “Abd al-‘Aziz. Ini adalah keterkaitan daulah khilafah di nusantara sangat kental terasa, mulai dari bahasa, pemikiran, serta sistem kerajaan yang beruba menjadi kesultanan.

Setelah kekhilafahan Turki Ustmani runtuh oleh Mustafa Kemal AtTartuck laknatullah, berpuluh – puluh tahun dunia kehilangan junnah atau perisai, yang tak mampu melindungi umat Islam dari penjajahan demi panjahan terasakan hingga sekarang. Mulai dari, tanah Palestina, Afganistan, Myanmar, India,Rohingnya serta negeri muslim lainya yang setiap hari terjadi pertumpahan darah serta air mata. Negeri tetangga seakan tuli dan buta sebab tersekat ikatan nasionalisme, padahal umat Islam bagaikan satu tubuh, seharusnya dapat merasakat sakit jika saudara muslim kita sakit, tapi sekarang terbius oleh pemikiran kapitalis liberal yang mengamputasi hak – hak umat Islam.

Berbagai tekanan terasa keras menghantam, hingga tak kuat rasa diri untuk menahan. Sudah saatnya bumi ini butuh perubahan.
Inilah yang terjadi saat ini, dimana umat Islam seperti dalam penjara sebab memang seperti yang dijelaskan dalam hadist berikut ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ  قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ. رواه مسلم.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Dunia adalah penjara orang yang beriman, dan surganya orang kafir. (H.R. Muslim)

Kemudian meskipun pihak dan kekuatan adidaya tmengghalangi bangkitnya khilafah, maka seperti halnya mengambil matahari ke telapak tangan, sehingga mustahil sebab janji Allah SWT itu pasti , sebagaimana bisyarah dalam hadist.
Rasulullah ﷺ bersabda:

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ  فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ»

“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu  Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim; ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya.  Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan; ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada.  Selanjutnya  akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no. 439); Al-Bazzar dalam Sunan-nya (no. 2796)

Wallahu a’lamu bi Ash-shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *