Oleh Chusnatul Jannah
Macron, presiden muda tapi mulutnya berbisa. Secara telanjang ia tampakkan diri sebenarnya. Mulutnya sesumbar dengan mengatakan tidak akan menghalangi penerbitan kartun Nabi Muhammad Saw dengan dalih kebebasan berekspresi. Sikap Macron terang-terangan memusuhi Islam.
Ia pernah berujar ‘Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di dunia.’ Bukan sekali ia menghina Islam. Sejak awal September, Macron mengajukan UU ‘separatisme Islam’ di Perancis. Pemenggalan seorang guru sejarah setelah menunjukkan kartun Nabi Saw. di kelas yang dipimpinnya berbuntut panjang. Macron kembali berkomentar bahwa sang guru dibunuh karena kaum Islamis menginginkan masa depan Perancis.
Ucapan Macron yang rasis dan sangat membenci Islam berujung pada gerakan boikot produk Perancis. Seruan ini menggema di berbagai negara. Terutama negeri muslim. Perancis, negeri yang diselimuti Islamofobia akut membuat marah seluruh kaum muslim dunia.
Kebencian Barat terhadap Islam bukanlah kali pertama terjadi. Sejak masa khilafah berkuasa, saat itu Perancis dan Inggris pernah melakukan penghinaan terhadap Nabi. Dua negara itu berencana mementaskan pertunjukan teater yang menghina Nabi Saw. Tak berselang lama, Sultan Abdul Hamid II pun memanggil kedutaan Perancis.
Sang sultan pun geram seraya berkata pada kedutaan Perancis kala itu. “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid Han! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!” ujar sultan sambil melempar koran kepada kedutaan Perancis.
Begitulah Islam dengan institusi khilafahnya saat itu. Berwibawa dan memiliki taring untuk menggertak para musuh Islam yang menghina Nabi Saw. Namun, wibawa dan taring itu tak lagi memiliki nyali. Batas paling akhir yang bisa dilakukan hanya kecaman dan pemboikotan produk. Padahal, kecaman sejatinya tak mempan bagi negara bebas seperti Perancis. Pemboikotan juga tak akan meluluhlantakkan negara mereka. Meski demikian, setidaknya kita marah dan bereaksi keras dengan penghinaan Nabi Saw.
Apakah ada jaminan tidak ada lagi penghinaan terhadap Islam dan Nabi kita? Belum tentu. Sebab, selamanya Islam adalah musuh bagi ideologi Barat. Mereka akan senantiasa memerangi Islam dengan dalih kebebasan dan hak asasi. Islamofobia sengaja disebarluaskan Barat untuk menghalau kebangkitan Islam.
Marah ketika Nabi dihina itu wajib. Geram saat Islam dilecehkan itu harus. Namun, mestinya kita juga harus super marah manakala mengadopsi pemikiran Barat yang justru memicu penghinaan terhadap Islam. Seperti demokrasi, sekularisme, liberalisme, dan HAM. Paham ini adalah produk Barat yang lebih berbahaya. Kalau perlu jangan hanya boikot produknya tapi pemikirannya juga.
Andai khilafah ada, penghinaan ini tak akan berulang. Andai khalifah ada di antara kita, Perancis dan negara Barat lainnya pasti gentar. Tentu kita tak boleh hanya beranda-andai. Ketiadaan khilafah membuat kaum muslim hilang maruah. Bukankah kini saatnya menyadar diri? Jumlah milyaran kaum muslim bagai debu bertebaran. Tak ada arti tanpa kehadiran junnah hakiki. Perisai sejati dimana umat berlindung dalam naungannya.
Dialah khilafah, negara adidaya penerap syariat Islam. Dialah Khalifah pemimpin yang mempersatukan umat di bawah kepemimpinannya. Dengan khilafah, maruah Islam terjaga. Kehormatan Rasulullah Saw. terlindungi. Maka, kehadiran khilafah beserta khalifah umat Islam adalah urgensi yang tak bisa ditunda lagi.
Allahu a’lam