Ancaman Nyata Predator Seks, Ketahanan Keluargakah Solusinya?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Lia Munggarani

Beberapa waktu yang lalu nama Indonesia kembali disebut di dunia Internasional bukan karena prestasi namun karena kasus yang dilakukan oleh seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas di Manchester Inggris yang divonis hukuman penjara seumur hidup karena melakukan pelecehan seksual terhadap 159 orang laki-laki, 4 kasus diantaranya sudah disidangkan. Kejahatan seksual yang dilakukan disiyalir menjadi kejahatan terbesar dalam sejarah Inggris dan hal ini jelas mencoreng nama negara Indonesia.

Kasus LGBT memang semakin hari semakin meresahkan. Gerakan ini sudah ‘menjajah’ hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Keberadaan mereka tersebar secara sporadis meski paling banyak di kota-kota besar. Data Kemenkes tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 1.095.970 laki-laki berperilaku menyimpang yang tersebar di semua di daerah dan jumlahnya meningkat secara massif dan signifikan dari tahun ke tahun. Tentu ini menjadi ancaman bagi generasi muslim Indonesia.

Saat ini salah satu langkah Pemerintah Daerah guna memberantas ancaman LGBT adalah dengan membuat Perda. Seperti halnya walikota Depok yabg mengeluarkan instruksi No.2 Tahun 2018 tentang pelaksanaan penguatan ketahanan keluarga terhadap perilaku menyimpang seksual. Di Pariaman Sumbar, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berniat memasukkan poin yang mengatur tentang perilaku LGBT dalam Perda ketahanan keluarga. Melalui Perda ini, pemerintah daerah memberikan arahan bagi para orang tua untuk memastikan anak-anak mereka mendapat pendidikan budi pekerti dan agama yang baik dilingkungan rumah.
Menyikapi kasus Reynhard Sinaga, Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mengimbau pemerintah memperkuat ketahanan keluarga. ‘Keluarga yabg dapat memenuhi kebutuhan, berwawasan luas dan memiliki keimanan yang kuat adalah keharusan.’ kata ketua AILA, Rita Soebagyo. Dia menjelaskan, keluarga yang seperti itu berarti memiliki ketahanan. Didalamnya terdapat kemampuan untuk mengelola sumber daya dan masalah yang dihadapi agar keluarga sejahtera. (Republika. co. id).

Namun apa yang dilakukan Pemerintah saat ini belum membuahkan hasil dalam mengentaskan permasalahan LGBT ini karena dalam sistem Demokrasi,Negara pun menjamin kebebasan individu dimana boleh melakukan hal apapun dengan dalih bagian dari Hak Asasi Manusia itupun yang diungkapkan oleh kaum LGBT padahal dalam Islam kebebasan seseorang itu diatur oleh Syariat Islam yang akan menjadikan manusia tidak terjerumus kedalam cara pandang hidup yang salah yang tidak sesuai dengan fitrah manusia.

Pemberantasan prilaku LGBT dgn penguatan dan perbaikan ketahanan keluarga bukanlah solusi yang utuh karena akar permasalahan LGBT ini sesungguhnya bukanlah hanya terletak pada keluarga tapi pada Sistem Pemerintahan yang diterapkan dalam sebuah Negara.Islam memiliki 3 pilar penerapan Syariat Islam yaitu :

1. Ketakwaan individu
Adalah suatu kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada setiap umatNya.’Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’ (At Tahrim : 6).

Keluarga sebagai institusi terendah dalam masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam membina dan mendidik setiap anggota keluarga. Fungsi orangtua haruslah berjalan sesuai syar’i at Islam dimana ayah sebagai pemimpin mampu memikul amanah dengan sebaik-baiknya. Ibu sebagai madrasatul uula memahami kewajibannya untuk senantiasa mendidik anak-anak nya dengan aqidah sebagai pondasi dasar dan menancapkannya kuat dalam diri anak.

Visi misi dan tujuan hidup dalam keluarga harus berdasarkan Al Qur’an dan Assunah. Ketika ketaqwaan pada setiap individu dalam keluarga kokoh, maka dapat menjadi benteng yang kuat menahan arus liberalisasi.

2. Masyarakat
Adanya kontrol sosial dalam masyarakat menjadi syarat penting menjaga ketakwaan individu. Hidup berdampingan dengan suasana yang saling mengingatkan, menyerukan yang ma’ruf dan saling mencegah yabg mungkar. ‘Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya.

Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.’ (HR. Bukhari no. 2493)

3. Negara yang menerapkan syari’at
Pilar ketiga ini menjadi pilar yang sangat penting. Adanya peran negara, akan semakin mengokohkan kedua pilar diatas, karena hanya negara yang memiliki sifat mengikat dan memaksa rakyat untuk tunduk pada aturan yang diterapkan. Dalam hal ini tentu saja hanya Khilafah Islamiyah yabg mampu menerapkan aturan yang hanya bersumber dari Al Qur’an dan Assunah. ‘Madinah itu seperti tungku (tukang besi) yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikannya. (HR Al Bukhori)

Marilah kita kembali kepada aturan Allah yang sempurna dan menyeluruh dalam mengatur kehidupan manusia agar segala permasalahan bisa teratasi dengan tuntas dan mendatangkan kemaslahatan bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *