Ancaman Liberalisasi Dalam Kebijakan “Kampus Merdeka”

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: NELLY, M.Pd
(Aktifis Peduli Negeri, Penulis, Pemerhati Dunia Pendidikan, Politik, Sosial Kemasyarakatan)

Mendambakan perguruan tinggi yang berkualitas, maju dan mampu menghasilkan output yang memiliki kafabilitas, intelektualitas, cerdas, mampu bersaing dengan sumber daya manusia dunia tentu ini adalah tujuan serta harapan semua pihak terlebih pemerintah. Semua usaha pun sudah dilakukan mulai dari membuat kebijakan dengan memberikan solusi atas ketertinggalan pendidikan tinggi, riset dan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia di mata Internasional maka pemerintah berkonsentrasi pada agenda Pendidikan Tinggi Kelas Dunia / World Class University (WCU) dan agenda RI 4.0. Carut marut dunia pendidikan di negeri ini bukanlah sesuatu yang baru, apalagi dengan adanya pemberitaan terbaru yang kembali menghebohkan dunia pendidikan, pasalnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI) Nadiem Makariem yang juga mantan orang nomor satu di perusahaan ojek online ini membuat kebijakan terbaru yang ia beri nama Merdeka Belajar atau Kampus Merdeka. Ide tentang ‘kampus merdeka’ ini disampaikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan parilis melalui rilis tertulis pada Kamis 23, Januari 2020. Dengan kebijakan ‘Kampus Merdeka’, kampus nantinya bisa bekerjasama dengan bermacam-macam lembaga untuk membuka program studi (prodi) baru, Perusahaan multinasional, start up, BUMN, sampai organisasi dunia seperti PBB pun bisa ikut menyusun kurikulum untuk prodi baru tersebut.

Adanya kebijakan dari Mendikbud terbaru ini perlu kita kritisi karena ini akan semakin menyempurnakan liberalisasi Perguruan Tinggi. Dimana seperti yang dikatakan bapak Nadiem ada empat program dari kampus merdeka yaitu yang pertama bebas menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum, yang kedua bebas membuka prodi apapun sesuai dengan kebutuhan pasar, artinya kampus semua serba liberal, yang ketiga bebas menentukan kurikulum bersama industri dan asing, artinya kamus sudah terjajah tida lagi memiliki kedaulatan sendiri, apalagi asing boleh masuk untuk membuat kurikulum dan yang ke empat SKS ditempuh dengan kuliah dan magang di industri, artinya mahasiswa hanya berorientasi pada kebutuhan pasar/industri tidak lagi menjadi harapan generasi yang akan melanjutkan estafet pembangunan bangsa yang memiliki moral, akhlaq, kecerdasan intelektual, dan lain sebaginya. Fenomena ini sebenarnya menjadi bukti bahwa Negara lepas tangan dari pembiayaan Perguruan Tinggi dan sekaligus menyesatkan arah orientasi dari Perguruan Tinggi seharusnya. Ini juga diperkuat dengan pernyataan sejenis dari wakil presiden bapak Ma’ruf Amin, yang menegaskan bahwa orientasi pembangunan Pendidikan tinggi bukanlah untuk menghasilkan intelektual yang menjadi tulang punggung perubahan menuju kemajuan dan menyelesaikan masalah masyarakat dengan ilmu dan inovasinya bagi kepentingan publik. Namun menurut Wapres Perguruan Tinggi hanya menjadi mesin pencetak tenaga terampil bagi kepentingan industri, dimana kita ketahui bersama ini sudah mengarah pada kepentingan kapitalis/korporasi. Artinya slogan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk melakukan pengabdian masyarakat telah berganti wajah menjadi pengabdian bagi kaum kapitalis dan industri. Artinya sumber daya manusia yang diinginkan tidak lagi mencetak generasi unggul dengan kuat aqidahnya, menguasai ilmu terapan dan mampu menjadi generasi harapan peradaban untuk Indonesia lebih baik.

Jika kemudian tujuan dari perguruan tinggi hanya untuk mencapai kemajuan dari segi sain dan teknologi dengan berbagai kebijakan yang di buat oleh pemerintah, tentunya tidak akan memberikan solusi yang signifikan terhadap carut marut dunia pendidikan kita. Terlalu banyak bukti bahwa sain dan teknologi ketika dalam kekuasaan korporasi hanya berujung nestapa bagi umat manusia, terutama ketika berbagai hajat hidup umat manusia berada dalam kekuasaan korporasi sebagaimana saat ini. Misalnya, riset dan teknologi bioteknologi pertanian di tangan Mosanto dan Dupon hanya berujung pada penderitaan jutaan petani dan krisis pangan ditengah kelimpahan produksi pertanian, yang juga bisa disaksikan di Indonesia hari ini. Dominasi riset dan teknologi obat-obatan dan farmasi di tangan sejumlah MNC Farmasi mengakibatkan jutaan jiwa tidak tertolong di ruang perawatan rumah sakit. Dan contoh terkini yang dirasakan publik Indonesia adalah mahalnya harga tiket pesawat menjadi penghalangi publik mengkases kemajuan teknologi angkutan transportasi udara pesawat terbang. Alih-alih menjadi pendidikan tinggi terbaik, WCU dan RI 4.0 pada kenyataannya hanya mengantarkan pada kemajuan semu, sementara insan akademik hidup dalam kemuliaan palsu. Dan kesejahteraan semakin jauh dari kenyataan. Inilah buah pahit kepemimpin rezim neolib dengan sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalismenya.

Negara Sebagai Penyelenggara Pendidikan Untuk Mencetak Generasi Unggul

Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap berbagai problematika yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan keadaan fitrah manusia, termasuk perkara pendidikan.

Dalam Islam kepemimpinan negara sebagai pelaksana syari’ah Islam secara kaafah, terutama sistem politik dan sistem ekonomi Islam, merupakan kunci kesuksesan dalam memampukan pendidikan tinggi berfungsi mewujudkan tujuan-tujuan vitalnya. Khususnya pada aspek kurikulum yang berlandaskan pada akidah Islam, pembiayaan berbasis baitul mal dengan anggaran mutlak, arah dan perta riset berbasis politik dalam dan luar negeri, dan politik industri berbasis industri berat. Di samping dukungan sejumlah strategi bagi penguasaan tercepat sain teknologi terkini, dengan berbasis pada politik dalam dan luar negeri negara. Di antara fungsi terpenting pendidikan tinggi adalah bertujuan memperkuat kepribadian Islam para Mahasiswa sehingga mereka menjadi para pemimpin, penjaga dan pelayan berbagai persoalan umat. Seperti misalnya memastikan pelaksanaan Islam sebagai way of life, mengoreksi kepemimpinan, mengemban dakwah, dan menghadapi ancaman-ancaman yang membahayakan eksistensi dan persatuan umat. Fungsi penting berikutnya adalah penghasil berbagai gugus tugas pengurus kepentingan-kepentingan vital umat dengan paradigma yang sahih. Seperti menjamin pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih, perumahan, keamanan, dan kesehatan secara kuantitas tanpa mengabaikan aspek kualitas. Di samping itu, pendidikan tinggi juga berfungsi menghasilkan secara memadai para dokter, insinyur, guru, perawat dan berbagai profesi lain untuk mengurusi urusan umat termasuk para pakar penyusun program jangka pendek dan jangka panjang.

Demikian pula, tujuan sebagai penghasil riset dasar dan terapan terkini pada berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, pertanian, industri, dan keamanan. Sehingga negara mandiri dalam mengelola urusan dalam dan luar negerinya. Di samping adanya koreksi total terhadap pemanfaatan teknologi digital, segala internet, kecerdasan buatan, angkutan tanpa pengemudi. Agar semua kemajuan teknologi tersebut memberikan dukungan sepenuhnya untuk kesejahteraan, kemuliaan insan dan kemudahan dalam melakukan keta’atan kepada Allah SWT. Dalam Islam, Negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/Perguruan Tinggi, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara murah bahkan gratis dan dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan mudah, tidak seperti saat ini. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW  dalam haditsnya bersabda: “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Berdasarkan sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (lihat Al Baghdadi, 1996), negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Di bawah kepemimpinan Khilafah, setiap individu publik dapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas terbaik secara mudah dengan biaya murah bahkan cuma-cuma.

Sebuah keniscayaan akan kita dapat tatkala saat ini kita berada di bawah kepemimpinan Islam, maka pendidikan tinggi dan riset di negeri ini beserta negeri-negeri Muslim lainnya akan menjadi mercusuar yang mencerdaskan dan menyejahterakan dunia, mengungguli pendidikan tinggi dan riset negara-negara kafir di barat dan di timur dalam segala aspek kehidupan. Pada sejarahnya saat Islam memimpin dunia kala itu, semua benar-benar terjadi selama puluhan abad lamanya, sebagaimana diabadikan oleh tinta emas sejarah. Negeri-negeri Islam adalah satu-satunya pusat perhatian para cendikiawan dan kaum terpelajar. Pendidikan tinggi seperti yang terdapat di Cordova, Kairo, Bagdad, Damaskus, Iskandariah memiliki pengaruh yang amat besar dalam menentukan arah pendidikan dunia. Inilah yang akan kita rasakan bersama jika saja negeri ini berbenah diri dengan mengambil tata kelola negara dengan menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *