ANAK BRUTAL, DIMANA PERAN ORANG TUA DAN NEGARA?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

ANAK BRUTAL; DIMANA PERAN ORANG TUA DAN NEGARA?

Ummu Hanik

Kontributor Suara Inqilabi 

Anak polah bapa kepradah, begitulah pepatah Jawa mengatakan. Setiap perilaku anak dalam kehidupannya, maka orang tua akan terkena dampaknya. Jika anak baik, dan melakukan kebaikan, maka orang tua akan menuai pujian. Sebaliknya jika anak berprilaku buruk, maka orang tua pun akan terkena hujatan dianggap salah dalam mengasuh.

Seperti kejadian yang dialami Mario Dandy Satrio. Kasus bermula ketika Mario tidak bisa mengendalikan dirinya untuk berbuat aniaya terhadap David hingga membuatnya koma. Perbuatan Mario ini viral dan menuai kritik pedas. Terutama kritik terhadap orang tuanya yang juga sebagai seorang pejabat negara, dianggap tidak bisa memberikan pengasuhan dengan baik.

Bahkan dalam krjogya.com, 24 Februari 2023, Menkopolhukam Mahfud MD mempertanyakan adanya orang tua yang bisa punya anak berprilaku jahat. Kejahatan yang dilakukan anak, tak hanya mendatangkan sanksi pidana untuknya, namun juga pencopotan jabatan ayahnya sebagai Ditjen pajak Kemenkeu.

Kasus Mario sangat menarik untuk dikaji. Mario adalah satu dari anak yang mengalami kesalahan pola asuh dalam keluarga. Menurut Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kemen PPPA, bahwa pada 2022 masih banyak anak Indonesia yang mengalami pola pengasuhan tidak layak. Data Susenas 2020, menunjukkan ada 3,73% balita yang pernah mengalami pola pengasuhan tidak layak. Selain itu, terdapat 15 provinsi dari 24 provinsi yang mempunyai pola pengasuhan di bawah rata-rata Indonesia.

Kasus Mario telah menunjukkan pada masyarakat luas adanya hal yang tidak wajar pada kondisi remaja sebagai generasi penerus di negara ini. Selain tindakan brutal yang mencerminkan tidak adanya pengendalian diri, juga pergaulan bebas, sampai gaya hidup hedonis. Tentunya ini harus jadi introspeksi berbagai pihak yang terkait untuk segera mengambil tindakan cepat dan tepat. Dengan begitu ancaman generasi bangsa di ujung tanduk, akan teratasi.

Jika pola asuh orang tua yang dianggap jadi pemicu anak tidak terkontrol, maka kesiapan setiap individu ketika menikah dan jadi orang tua perlu dipertanyakan. Apakah setiap orang yang menikah dan jadi orang tua sudah benar-benar paham dengan tugasnya? Jika semua orang tua sudah paham tugasnya tentu tidak akan ada kesalahan dalam pola asuh anak. Hanya saja kenyataan yang ada memperlihatkan orang tua kurang dalam menggunakan perannya. Anak lebih diberikan ruang kebebasan yang melebihi batas.

Akibatnya sudah pasti, akan terjadi kenakalan pada anak. Selain itu, akan muncul perilaku yang menyebabkan munculnya masalah baru. Kondisi mereka ibarat buah mangkal, tidak mentah dan juga tidak matang. Tidak bisa disebut anak karena usia sudah lewat, tidak bisa disebut dewasa karena kenyataannya memiliki mental dan pandangan yang masih kekanak Kanakan.

Seperti yang dialami Mario, sejak kecil terbiasa hidup dalam kondisi enak dan serba boleh. Orang tua memberikan segalanya. Ternyata ini adalah bom waktu dari pola asuh salah yang diberikan oleh orang tuanya. Mario tidak dipersiapkan mengenal batasan benar dan salah. Sehingga apa yang dilakukan tidak tahu dampak yang akan terjadi.

Padahal, tugas orang tua diantaranya mengenalkan anak pada batasan baik dan salah. Standar yang dipakai jelas aturan agama. Orang tua bisa melakukan ini jika pada dirinya ada rasa tanggungjawab terhadap perannya. Untuk menunjang perannya ini, maka setiap orang tua wajib berilmu.

Islam memahami peran penting orang tua dalam mendidik generasi.  Oleh karena itu Islam memiliki tuntunan bagaimana menjadi orang tua, tidak saja dalam menyiapkan anak untuk mengarungi kehidupan di dunia, namun juga agar selamat di akherat.  Tuntunan tersebut akan diintegrasikan dalam sistem pendidikan mengingat setiap orang, laki-laki atau perempuan akan  menjadi orang tua. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Islam bebankan kepada negara, karena Islam menyadari pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia

Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, pelihara lah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim [66]: 6).

Islam mengajarkan pentingnya bagi seorang muslim mempersiapkan mental memasuki usia akil balig. Pada saat itu, dirinya sadar bahwa seorang mukalaf, akan terbebani dengan pelaksanaan hukum Syara’ dan pertanggungjawaban di akhirat.

Dalam Islam juga diajarkan keilmuan tentang pernikahan, keluarga, menjadi orang tua, sistem pendidikan anak dari ketika masih dalam rahim, usia balita, pra balig, sampai balig. Ditegaskan bahwa tugas orang tua tidak hanya sekedar memberikan materi namun juga penanaman nilai agama pada anak. Dengan agama inilah pondasi kuat anak dalam mengarungi kehidupan dunia yang banyak tantangannya.

Tak hanya bersama keluarga, pertumbuhan anak-anak juga akan berkembang dengan baik jika berada dalam lingkungan masyarakat yang kondusif. Masyarakat yang taat dalam menjalankan ajaran agama dan menjadikan agama sebagai standar kehidupan.

Dan yang paling penting adalah peran negara dalam mengawal pendidikan anak di dalam keluarga dan masyarakat. Dibutuhkan negara yang menggunakan sistem Islam dalam menjalankan setiap sendi pemerintahan. Hal ini seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, Khulafaur Rasyidin dan juga para Khalifah setelahnya. Sejarah telah membuktikan pada masa itu, Islam mencapai puncak kejayaannya yang disebabkan oleh generasi-generasi muslim yang berilmu dan berakhlak islami.

Adanya generasi muslim yang teguh dalam beragama, buah dari pemerintahan Islam yang menerapkan sejumlah sistem penunjang bagi fondasi akidah yang sudah tertanam dari keluarga. Sistem pendidikan Islam dijalankan dengan tujuan menghasilkan generasi penggerak peradaban Islam.

Selain itu, sistem pemerintahan Islam juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap keluarga dalam rangka menjaga pola asuh anak-anak. Hal ini penting agar para orang tua utamanya ibu, tidak bingung memikirkan kebutuhan hidup sehingga tidak terjadi pengabaian terhadap pola asuh anak.

Masih ada harapan, negara segera bertindak. Menjadikan Islam sebagai aturan dalam bernegara dan berkehidupan. Dengan begitu, keluarga dan masyarakat sebagai bagian pencetak generasi penerus bangsa bisa kondusif menggunakan perannya. Dan kejadian perilaku anak brutal seperti kasus Mario tidak akan terulang lagi.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *