Akibat PNS Misterius, APBN Jadi Tirus

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Ereshva (Member Bengkel Remaja Kupang)

 

Hingga 2015, terdapat 97.000 data “PNS misterius” yang masih menerima gaji dan dana pensiun. Berdasarkan hasil Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) pada September-Desember 2015, Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah merilis penjelasan mengenai 97.000 PNS yang tidak terekam datanya, diantaranya karena kesulitan akses melakukan pendaftaran ulang, status mutasi, status meninggal, status berhenti, atau sejenisnya, yang tidak dilaporkan oleh instansi kepada BKN. (Kompas.com, 26/05/2021)

Mengingat perampokan sistematis yang sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya ini, tentu alasan tersebut tidak dapat dibenarkan secara keseluruhan. Pasalnya, database yang bermasalah seperti ini sering terjadi di Indonesia, termasuk dalam dunia birokrasi.

Akibatnya, negara telah “dirampok” triliunan rupiah akibat kelalaian pemerintahannya sendiri. Dengan asumsi, jika satu orang PNS berpangkat III/A menerima gaji (pokok) Rp2 juta per bulan, maka potensi kerugian negara hampir Rp2,5 triliun per tahun, dan tentu hal tersebut akan menjadi sangat miris jika terjadi selama bertahun-tahun terlebih di tengah krisis APBN akibat pandemi Covid-19. Ini sebagaimana yang telah disampaikan Rifqinizamy Karsayuda, legislator Fraksi PDI Perjuangan DPR RI. (metropolitan.id, 26/05/2021)

Guspardi Gaus, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), menduga terjadi kolusi yang menerima gaji dan iuran pensiun. Menurutnya, tak menutup kemungkinan terjadi persekongkolan sejumlah pihak dalam kasus puluhan ribu PNS fiktif ini. (nasional.sindonews.com, 26/5/2021)

Tidak adanya kejujuran pada para pegawai Aparatur Sipil Negara maupun pimpinan kantor tentang keberadaan pegawai menjadi salah satu faktornya baik keberadaan pegawai yang meninggal ataupun pegawai yang tidak melaksanakan tugas. Data pegawai yang tidak diperbaharui menjadikan gaji para pegawai siluman terus-menerus diproses dan diterima oleh oknum yang tidak jelas. Sistem data kepegawaian yang masih lemah dan belum terintegrasi dengan berbagai data pegawai bersangkutan lainnya juga memperparah sistem pendataan birokrasi, karena bersifat pasif sehingga pembaruan seringkali dilakukan dengan cara menunggu laporan dari pihak bersangkutan, bukan dengan mengevaluasinya.

Ditengah berjalannya sistem kapitalisme yang menuntun manusia dalam mendapatkan uang atau materi dengan berbagai cara, kejadian ini tentu merupakan hal yang lumrah. Terlebih lagi ketika mendapatkan kesempatan duduk di kursi kekuasaan. Akan jadi peluang besar bagi mereka dalam mendapatkan harta lebih, meski itu ialah milik negara yang harus dialokasikan demi kepentingan rakyat.

Selain itu, negara tidak memiliki hukum sanksi tegas juga mendorong terjadinya berbagai penyimpangan seperti pencurian harta negara yang menunjukkan betapa bobroknya sistem birokrasi sehingga melahirkan pemimpin tidak amanah.

Maka dari itu, sudah sepatutnya masyarakat menyadari kerusakan yang dihasilkan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam. Sebab hanya inilah satu-satunya cara untuk melahirkan para pejabat yang memahami tanggung jawabnya atas rakyat.

Sistem Islam akan menata birokrasi dengan rekrutmen kepegawaian yang jelas. Mereka diatur dalam hukum-hukum ijarah (kontrak kerja) sejalan dengan hukum syariat, sehingga mendapatkan perlakuan adil, hak-hak yang dilindungi negara, dan akan bertugas melayani urusan rakyat sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah diakadkan, termasuk mengelola uang rakyat dengan benar, sesuai hak dan kewajibannya sebagai pegawai negara maupun rakyat.

Seluruh pelayanan rakyat pun menjadi lebih tertata karena seluruh pegawainya tidak sekadar bekerja untuk mendapatkan gaji, melainkan dengan dorongan keimanan, bagian dari ibadah pada Allah Swt sehingga mereka tidak akan berpikir untuk mengambil hak orang lain, apalagi merampok uangnya.

Sanksi tegas dan pemecatan pun tak segan-segan dilakukan aparat pemerintahan apabila pegawai maupun kepalanya terbukti melanggar aturan serta menyusahkan urusan rakyat, sehingga tidak ada lagi istilah makan gaji buta maupun korupsi. Sungguh, semua itu telah terbukti nyata selama bertahun-tahun dengan segala kegemilangan yang dihasilkannya dan akan terwujud kembali jika diatur dalam kepemimpinan Islam.

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *