Ada Bau Korupsi dalam Pengelolaan Ibadah Haji?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ada Bau Korupsi dalam Pengelolaan Ibadah Haji?

Oleh : Annisa Al Maghfirah

(Relawan Opini)

KPK telah menerima laporan dari lima kelompok yang terdiri dari mahasiswa dan kelompok pemuda yang menuntut KPK memeriksa Menteri Agama Yaqut Cholil dan Wakilnya Saiful Rahmat Dasukite soal dugaan korupsi penetapan kuota haji tahun 2024.

Di Indonesia, semangat kaum muslim untuk berangkat haji sangat besar. Bahkan, antrian untuk rukun islam ke lima ini membludak hingga tahun 2060. Maka jika terjadi dugaan korupsi pada kuota haji, tentu umat akan merasa geram.

Selidik Sampai Tuntas

Laporan terbaru, datang dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (Amalan Rakyat). Mereka mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Senin (5/8). Menurut data mereka, Menag Yaqut diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum terkait pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sebesar 50 persen secara sepihak. Hal itu dianggap melanggar UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Rmol.id,5/8/2024)

Peneliti dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP) Riko Noviantoro, meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), sehingga memudahkan KPK dalam melakukan penyelidikan laporan (jppn.com,10/8/2024)

Celah Korupsi, Tabiat Kapitalisme

Menurut UU, ibadah haji terbagi dalam dua jenis yakni reguler dan khusus. Pasal 64 pada UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, menyatakan bahwa jumlah anggota jemaah haji khusus maksimal 8% dari total kuota haji per tahun.

Tahun ini kuota haji Indonesia 221 ribu orang. Pemerintah Indonesia mengklaim mendapat tambahan kuota 20 ribu berkat lobi Presiden Jokowi kepada kerajaan Arab Saudi. Dengan tambahan itu, Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan jemaah haji reguler sebanyak 213.320 orang dan haji khusus 27.680 orang.

Politisi PDI Perjuangan, Selly Andriany Gantina juga mengatakan data yang diberikan Kementerian Agama kepada DPR belum sepenuhnya sesuai. Disebutkan kuota haji reguler mencapai 213.320 orang namun ketika dibuka situs Siskohat ternyata hanya 200.362 orang jamaah yang melakukan pelunasan. Artinya, terdapat sekitar 12.000 jamaah belum melakukan pelunasan tapi bisa berangkat. Berarti ada cuan atau nilai manfaat yang teralihkan sekitar Rp313 miliar. Kemanakah dana jemaah ini?

Pembedaan dua jenis haji dalam UU ini memang membuka celah korupsi bagi pejabat Kemenag, anggota DPR, serta biro perjalanan yang berebut mendapatkan kuota terbanyak melalui persetujuan Kemenag atau lobi-lobi orang dalam.

Penyelenggaraan ibadah seharusnya diatur dengan baik dan membuat nyaman umat. Namun dalam sistem kapitalisme, penyelenggaraan ibadah pun rawan dengan penyalahgunaan, ladang untuk mengambil manfaat juga korupsi. Maka dugaan korupsi di atas perlu diusut hingga tuntas. Dan pihak-pihak terlapor perlu membuktikan diri. Serta pengusutan dugaan ini harus transparan dan berkeadilan.

Penyelenggaraan Ibadah Haji dalam Islam

Berhaji adalah ibadah yang diinginkan umat mulim. Jamaah Haji adalah tamu Allah. Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), negara akan mengelola penyelenggaraan ibadah haji dengan penuh tanggungjawab dan memudahkan jamaah dalam semua tahapan termasuk saat di tanah suci. Baik sarana dan prasarana juga memanfaatkan kemajuan teknologi.

Pada masa pemerintahan Islam, yakni masa Sultan Abdul Hamid II pada 1900 M, beliau memerintahkan pembangunan jalur Kereta Api Hijaz (Hejaz Railway) yang memudahkan jemaah haji menuju Makkah. Kebijakan ini direalisasikan agar para jemaah haji tidak lagi melakukan perjalanan selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan jika menunggang unta. Beginilah watak pejabat dalam sistem islam.

Dalam sistem islam, semua pejabat dan petugas yang bertenggungjawab adalah individu yang harus amanah. Buah dari sistem pemerintahan islam yang berasas akidah Islam. Mereka memahami bahwa setiap amanah akan ada pertanggungjawaban kepada Allah. Alhasil, pejabat atau petugas akan menjalankan amanah dengan spirit keimanan, bukan kepentingan apalagi meraup cuan.

Wallahu a’lam bishowwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *