Ada Apa Dibalik Khilafah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Endah Husna

Film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) menjadi perbincangan ditengah masyarakat. Karena isinya tentang jejak khilafah di Nusantara telah membuka cakrawala berfikir yang selama ini jauh dari fakta yang disampaikan dalam film tersebut.

Membincang Khilafah sendiri, sebenarnya kata khilafah bukanlah istilah asing. Khilafah adalah ajaran Islam seperti ajaran Islam lainnya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Khilafah juga sudah pernah nyata ada keberadaanya, setelah Rasulullah saw. wafat, lebih dari 1000 tahun kaum muslim dan non-muslim hidup sejahtera dalam naungan Khilafah. Oleh karen itu khilafah adalah ajaran Islam yang secara normatif dan historis jelas bisa ditemukan jejaknya.
Diungkapkan oleh Al-Qalqasyandi (w.821 H), bahwa khilafah disebut untuk kepentingan agung. Ini memperkuat makna syar’i nya yang menggambarkan kepemimpinan umum atas umat, menegakkan berbagai urusan dan kebutuhannya.

Al-Qadhi Taqiyuddin an-Nabhani juga mengungkapkan bahwa makna syar’i khilafah yang digali dari nas-nas syar’i, adalah: Kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia (yakni mengemban dakwah dengan hujjah dan jihad).

Istilah khilafah juga didefinisikan sebagai pengganti Nabi saw. dalam menjalankan agama dan mengurus dunia, diantaranya seperti Abu bakar, dan para khulafaur Rasyidin sepeninggalnya, semoga Allah meridhai mereka. Ini dalam Mu’jam Musthalahat al-Ulum as-Syar’iyyah (hlm. 756)
Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslim di dunia untuk melaksanakan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah keseluruh alam. Sejatinya antara syariah atau ajaran Islam secara kaffah tidak bisa dilepaskan dengan khilafah.
Dalam kitab fiqh yang terbilang sederhana–namun sangat terkenal — dengan judul Fiqh Islam karya Sulaiman Rasyid, dicantumkan juga bab tentang kewajiban menegakkan khilafah. Bab tentang khilafah juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air.

Sedangkan kewajiban menegakkan khilafah telah menjadi ijmak para ulama, khususnya ulama Ahlu Sunnah wa Jamaah (Aswaja). Imam al-Mawardi menyatakan, “Melakukan akad Imamah (Khalifah) bagi orang yang (mampu) melakukannya hukumnya wajib berdasarkan ijmak meskipun al’asham menyalahi mereka” (Al-Mawardi, Al-Ahkan ash-shulthaniyyah, hlm 5)
Imam al-Qurtubi menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat Khalifah) di kalangan umat dan para imam mahzab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Al’asham (yang tuli terhadap Syariah) dan siapa saja yang berkata dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mahzabnya,” ( Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al Quran, 1/264)
Imam an-Nawawi juga menyatakan, mereka (para imam mahzab) telah bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim mengangkat seorang khalifah,” (An-Nawawi, Syarh Sahih Muslim, 12/205)

Imam al-Gazhali mengatakan, “Kekuasaan itu penting demi keteraturan agama dan keteraturan dunia. Keteraturan dunia penting demi keteraturan agama. Keteraturan agama penting demi keberhasilan mencapai kebahagiaan akhirat. Itulah tujuan yang pasti dari para Nabi. Karena itu kewajiban adanya Imam (khalifah) termasuk hal-hal yang penting dalam syariah yang tak ada jalan untuk ditinggalkan. (Al-Ghazali, Al-iqtishad fi al-I’tiqad, hlm. 99)

Imam Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan, “Ketahuilah juga, para Sahabat Nabi saw. telah sepakat bahwa mengangkat imam (Khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan itu sebagai kewajiban terpenting karena mereka telah menyibukkan diri dengan hal itu dari menguburkan jenazah Rasulullah saw. ” (Al-Haitami, Ash-Shawa’iq al-Muhriqah, hlm. 17)
Imam asy-syaukani menyatakan, “Mayoritas ulama berpendapat Imamah (khilafah)itu wajib. Menurut ‘Itrah (Ahlul Bait), mayoritas Muktazilah dan Asy’ariyah, imamah (khilafah) itu wajib menurut syariah (Ashy-Syaulani, Nayl al-Awthar, VIII /265)

Pendapat para ulama terdahulu diatas juga diamini oleh para ulama muta’akhirin (Misal: Syaikh Abu Zahrah, Tarikh al-Madzhahib al-Islamiyah , hlm. 88, Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-Islam wa Awdha ‘una as Siyasiyah, hlm. 124, Syaikh Taqiyudin an-Nabhani, As-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, II/15, Dr Mahmud al-Khaldi, Zawa’id Nizham al-Hukm fi al-Islam, hlm. 248, dll)

Maka sangat aneh bin nyleneh jika ada kaum muslim yang mengatakan bahwa khilafah itu khayalan, berbahaya, tidak cocok untuk Nusantara, pemecah belah umat, penuh pertumpahan darah, dan seterusnya. Justru orang-orang kafir sedemikian yakin dengan bangkitnya Islam melalui institusi Khilafah, ini tampak dari segala upaya mereka lakukan untuk menghadang, menjegal dakwah khilafah. Hingga yang terbaru, atas aduan Ayik Hariansyah didampingi Muanas Alaidid melaporkan Ust.Ismail Yusanto ke Kepolisian Metro Jaya, dasar laporan adalah status Ust Ismail Yusanto sebagai Jubir HTI dan mengemban dakwah Khilafah ke tengah-tengah umat.

Sebagai sesama muslim seharusnya bahu membahu untuk menegakkan mahkota kewajiban ini, yakni tegakmya khilafah. Bukan malah menjegal bahkan berusaha untuk menghentikan perjuangan ini. Dengan menggunakan kekuasaan inilah musuh-musuh Islam masuk. Mereka terus mencari teman setia untuk mau memenuhi hasrat keji mereka, yakni menghadang tegaknya khilafah.

Saat kondisi yang semakin genting sekarang, kebutuhan akan tegaknya khilafah sangatlah dibutuhkan. Tanpa khilafah, umat Islam terbelenggu dalam kubangan sistem hukum kufur, terkungkung dalam liberalisme yang menuhankan kebebasan, terjebak dalam budaya hedonismedan pragmatisme yang mengukur segala sikap dan perilaku berdasarkan nafsu duniawi semata, hidup dalam sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi, terjajah, terdzalimi, terusir, terfitnah, terhina, terasing, terpuruk, tertindas, dan seterusnya.

Maka, tidak ada jalan lain kecuali umat Islam harus kembali pada Islam sebagai ideologi yang memancarkan sistem hukum dan pemerintahan.
Ada apa dibalik khilafah? Ada kewajiban dari Allah SWT untuk kaum muslim menegakkannya, sekaligus kebutuhan yang mendesak untuk segera direalisasikan guna menyelesaikan permasalahan yang multidimensi manusia, hari ini dan masa depan.
Wallahu a’lam bi ash -shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *