Oleh: Dhiran Al-Fatih
Assalamu’alaikum para sahabat yang budiman selamat Malam dunia
Saya kembali mengingat suatu momen yang pernah saya rangkai dalam nuansa yang berasakan sambal dan rujak yang kemudian disajikan dengan kopi hitam buatan sahabat kala itu. Makanan yang kita sajikan mungkin tdk ada nilainya dengan makanan anak-anak yang orang tuanya berdasi lagak pejabat yang hidup dengan pajak. Iya tentu saja sebab level kita mungkin jauh berbeda dengan mereka. Kita beralaskan kain tipis namun mereka beralaskan kain manis dengan harga selangit, namun perbedaan itu bukan menjadi suatu hal yang membuat kita rendah diri dan sadar diri.
Kita mesti bangga dengan kesederhanaan yang kita sajikan sebab dalamnya ada rasa syukur yang kita panjatkan dengan kalimat Alhamdulillah ungkapan rasa syukur atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada kita. Bermewah dan bermegah bukan patokan perbedaan seorang hamba pada Tuhannya, sebab yang membedakan kita hanya takwa dan keimanan bukan mahal dan murah!. Saya pernah mendengarkan suatu do’a yang pernah Rasulullah SAW panjatkan kala itu ia meminta untuk dihidupkan dalam kondisi miskin. Lengkapnya seperti ini
Al-Mubārak, dari ‘Athā’, dari Abū Sa’īd al-Khudry berkata: Cintailah orang-orang miskin maka sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. Berkata dalam doanya “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam kondisi miskin, jadikanlah umatku miskin dan kumpulkanlah aku dalam kelompok orang-orang miskin.”
Saya berfikir setelah itu bahwa orang yang miskin akan berkumpul dengan orang yang paling mulia di alam semesta ini yang Allah SWT jadikan iya sebagai kekasihnya. Oleh karenanya kita mesti bangga akan dikumpulkan bersama Rasulullah SAW. Melihat harta itu sebenarnya kenikmatan yang hanya bersifat sementara lihat kisah bagaimana Allah SWT tenggelamkan harta si Qorun yang berlaku sombong! Akhirnya hina ia dengan hartanya.
Mungkin tolok ukur dari kesenangan duniawi adalah memiliki segalanya entah dengan jalan tempu halal atau haram atau mungkin ingin membeli semua kesenangan dunia dengan harta yang dimilikinya apalah arti kesenangan yang menipu itu apalah arti dunia yang menipu ini dengan canda gurauan saja. Kemudian kenikmatannya hanya bagaikan tetesan air yang jatuh dari tangan kita ketika dicelupkan pada luasan samudera yang kemudian di rebutkan oleh seluruh jiwa yang serahkah atas kenikmatan yang sementara itu
Kemudian dengan kenikmatan yang seluas samudera itu kita enggan mendapatkannya ketahuilah seluas samudera itulah kenikmatan akhirat yang akan kita rasakan dengan ketaatan kita kepada Allah artinya dekatkan diri pada Allah dalam ketaatan dan ketakwaan InsyaAllah kenikmatan yang tiada tara yang nanti kita rasakan dari buah pahala kita.
Maka pantaslah Allah SWT berfirman pada manusia yang menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan nikmat itu
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Sebenarnya kenikmatan dunia itu akan membuat kita sedikit lalai jika jauh dari yang maha pemberi kenikmatan sebab kita terlalu terbuai dengan kesenangan yang menipu itu sehingga kita lupa untuk bersyukur atas nikmat itu. Sedikit perbedaan yang kita tampakan pada kenikmatan itu jika kita bersyukur pastinya kita akan merasa cukup jika kita selalu merasa kurang pastinya kita akan selalu ingin memiliki dan bahkan sangat ambius! Mari kita crosscheck kebelakang mengenai kisa Fir’aun yang memiliki kerajaan dan kekayaan yang membentang sepanjang tanah mesir kala itu. Apa yang tidak dimiliki olehnya harta, Tahta, jabatan? Semua ia milik sampai-sampai dengan angkuhnya mengaku sebagai Tuhan namun kemudian dengan segala yang ia miliki Allah hinakan dia dengan air dan gelombang alhasil lenyap segala kenikmatan yang ia miliki
Patutnya dengan cerita fakta mengenai Fir’aun dan Qorun diatas menjadikan kita lebih sadar diri sebagai makhluk ciptaan Allah yang merasa hina lah dengan keterbatasan kita.
Dan membuat kita sadar akan segala yang kita miliki didunia ini hanya titipan yang kemudian nanti Allah pertanyakan.
Dengan ini saya sampaikan pesan kepada sahabat yang budiman bahwa keimanan dan ketakwaan lah yang membedakan kita dihadapan Tuhan semesta alam bukan mahal dan murah!
?Kembang harum keimanan kita pada Allah dengan ketaatan?
Dengan ini pula saya sampaikan kepada sahabat yang budiman jangan merasa hina dengan makanan murah yang kita makan. Sebab merasa banggalah dengan makanan yang sederhana itu karena sesungguhnya Allah ingin melihat sampai mana kita bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada kita.
Allahu a’lam.