Oleh : Widi Yanti
Sunyi…
Angin berhembus tunjukkan kekuatannya
Warna langit hitam pekat
Awan putih menghilang tak tentu arah
Nuansa senyap menyelinap
Genapkan malam tanpa cahaya bintang
Sepi…
Tak menjadikan lelap netra ini
Angan melayang jauh
Terpejam namun mampu memandang
Layaknya layar terkembang
Para pemain melakukan perannya
Bayangan pelaku maksiat
Turuti hawa nafsu syaitan
Benci…
Ingin menghapus semua bayangan
Tergantikan dengan sesal yang mendalam
Kala cinta hadir di waktu yang keliru
Kata sayang sekadar dalam tembang
Ungkapan berjuta rayuan
Tak lebih dari tipuan
Air mata menjadi saksi
Di tiap bulirnya seakan sebagai bukti
Duka lara juga bahagia
Ada Dia yang menyayangi
Ada Dia yang melindungi
Ada Dia yang mengasihi
Kekasih abadi yang layak untuk ditangisi
Karena bahagia itu ada
Saat mampu menerima segala ketentuannya
Baik bagiku belum tentu baik bagiNya
Buruk bagiku belum tentu buruk bagiNya
Wahai diri…
Paksakan netra keluarkan buliran airnya
Diatas gelaran sajadah nan suci
Sujud kepada Sang Kekasih
Menghiba…
Memohon ampunan
Kepada Ilahi Rabbi
——————————————
Membiasakan lisan bersyukur membuat diri tidak akan terpengaruh (iri) dengan keadaan orang lain. Anggapan bahwa “rumput tetangga lebih hijau” itu disebabkan karena kurang bersyukur. Semoga diri ini menjadi orang yang senantiasa bersyukur. Karena dengan bersyukur kita akan bahagia. Bukan bahagia dulu baru bersyukur. Toh kebahagiaan tidak pernah bisa diukur dengan harta, tahta, pesona maupun airmata. Semua tergantung kepada sudut pandang orang yang melihatnya. Sebagaimana makna dari “sawang sinawang”.
===========
Malang, 14 September 2019
#nubar
#nulisbareng
#level3
#berkreasilewataksara
#menulismengabadikankebaikan
#week2
#RNB6