Untuk-mu Yang Mengaku Senior

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Qonita Fairuz Salsabilla

Kawan.. tak lama lagi mereka akan mendarat di bandara internasional Cairo. Mereka akan tiba dalam jumlah yang berkali-kali lipat dari generasi sebelum-sebelum kita.

Kawan…kau yang merasa sudah menjadi senior. Jika memang menyambut adik kelas adalah tanggung jawab mu, jika memang membimbing adik kelas adalah pilihanmu, jika memang berkorban untuk adik kelas adalah jalanmu, dan jika menghabiskan hampir seluruh waktu mu hanya untuk menyambut kedatangan adalah langkah yang kau pilih saat ini, tanyakan pada diri kita sendiri pantaskah diri ini untuk menjadi teladan bagi mereka?

Pantas kah diri ini yang masih sering bermalas-malasan untuk menjadi tempat mereka mencari sandaran?

Pantaskah diri ini yang tak banyak bercakap-cakap Arab untuk menjadi rujukan?

Pantaskah diri ini yang masih asing dengan membaca dan mengkaji kitab-kitab gundul untuk dijadikan sumber jawaban?

Pantaskah diri ini saat mentari sudah menyinari agar beraktivitas menggapai berkah dari-Nya, tapi masih asyik tidur untuk diikuti?

Pantaskah diri ini untuk dikatakan kakak tingkat jika Al Qur’an saja hanya disentuh saat ingat?

Pantaskah kita dijadikan standar jika setiap hari tak pernah membaca kitab yang begitu menumpuk dibeli?

Pantaskah kita dijadikan rujukan saat hanya satu dan dua Syaikh saja yang kita kenali? Sedangkan sudah bertahun-tahun tinggal di Kota Para Ulama ini?

Pantaskah kita dijadikan panutan saat bangku kuliah lebih sering tak dihadiri?

Pantaskah kita dijadikan cerminan saat liburan hanya menjadi waktu pelampiasan? Berjalan-jalan sampai tengah malam seolah tak lagi mengenal Tuhan. Ketawa sana sini melupakan batas pergaulan.

Pantaskah kita disebut para penjaga Agama tapi dengan syariat Islam selalu dipilah dan dipilih?

Pantaskah kita dikatakan dokter ummat jika penyakit hati sendiri aja tak mampu dikuasai?
Sibuk dengan pencitraan tanpa peduli mana yang Allah ridhoi dan Allah benci.

Pantaskah kawaannn??

Pantaskah mengaku sebagai senior tapi membaca beberapa halaman kitab per harinya saja tak pernah ditargetkan, menghafal beberapa ayat Quran dalam sehari saja malas-malasan, menghafal matan tak pernah terpikirkan, menghafal hadits menunggu kalau imtihan, main gadget tak mengenal waktu, liburan menjadi waktu untuk tidur-tiduran malam dan siang, atau mengabiskan liburan berbulan-bulan tanpa ada target yang terpampang. Waktu yang begitu lama itu terkubur begitu saja dengan mimpi di siang bolong. Mager kalau ke majelis ilmu, gerah kalau lama-lama duduk bersama Qur’an, gatel kalau tak jalan-jalan menghabiskan uang kiriman.

Itu kah yang dikatakan senior sedangkan tak ada yang berbeda dari sebelum menginjak kan kaki disini? Bahkan kebiasaan yang baik yang dulu sudah terbangun itu hilang begitu saja dengan kehidupan di kota yang panas nan gerah ini. Bangun dispertiga malam sudah terlupakan, sibuk menambah dan mengulang hafalan hingga fajar menyingsing sudah tak dilaksanakan, menjaga pandangan dan suara kepada ikhwan saja seakan sudah tiada, khalwat dan ikhtilat sudah menjadi budaya.

Itukah yang dikatakan senior?

Menyambut mahasiswa baru. Orientasi mahasiswa baru tak hanya sekedar acara dua atau tiga jam. Memang, kau sukses dalam kepanitiaan, kau lihai dalam kepemimpinan, kau mahir dalam menguasai segala administrasi, kau tampil begitu hebat dan memukau di atas panggung megah itu, kau tampil begitu berwibawa juga syar’i.

Hanya itukah standar sebuah kesuksesan?
Suatu saat mereka akan terkejut dengan segala yang ada di balik itu. Mereka akan kaget dengan bayangan kehebatan yang selalu tersimpan selama perjalanan. Mereka akan shock dengan segala pergaulan dan kehidupan yang sungguh diluar dugaan. Mereka akan terpana melihat kebiasaan yang bahkan tak pernah terlintas dalam angan-angan.

Penyambutan itu akan ada selama dua empat jam, empat pekan, dua belas bulan, dan bertahun-tahun yang tak bisa kita perkirakan. Mereka akan melihat, menilai, dan meneladani kita dari segala sisi.

Bagaimana kita bangun pagi dan apa yang kita lakukan sejak sepertiga malam hingga malam tiba kembali?
Apa yang menyibukkan kita dari pagi hingga petang?
Bagaimana kebiasaan kita dalam menjaga detik dan menit dari waktu yang bergulir?
Bagaimana kita suka berbagi dan memberi?
Apakah gaya hidup kita hedonis layaknya kebanyakan pemuda?
Bagaimana cara bergaul kita dengan kawan juga lawan jenis yang sudah tak ada lagi pembatas aturan pesantren yang super ketat?
Bagaimana ilmu yang kita pelajari hanya menjadi hafalan di luar kepala saat mendekati imtihan saja? Lalu hilang karena jauh dari pengamalan dan tergerus dengan maksiat yang keterusan.

Masisir. Mahasiswa Indonesia di Mesir. Seolah, nama yang keren itu tak lagi menjadi sebuah kebanggaan yang menawan. Tak lagi menjadi impian yang sangat didambakan. Tak lagi menjadi gelar yang ingin tersematkan.

Tapi yakinlah di balik kebanyakan orang yang selalu nampak di permukaan, ada segelintir yang masih terus berjuang mempertahankan nama itu di dasar laut yang dalam. Yang sulit terlihat kebanyakan orang yang menikmati indahnya pantai. Tetap mengikuti jejak generasi yang tak pernah main-main dengan segala fasilitas ilmu yang tak kan terbayarkan. Mencoba melangkah walau hanya dengan beberapa orang, walau harus dianggap aneh, tanpa berharap ketenaran di hadapan makhluk-Nya. Hanya ingin namanya berada di langit karena malaikat dan bahkan ikan pun memintakan ampun kepada Rabb nya.

Di bagian mana diri kita berada?
Kau kah senior sejati? Teladan yang memang pantas untuk diikuti? Cerminan yang patut tuk dikagumi? Sosok yang berbeda dari kebanyakan pemuda di negeri kita sebagai mana yang dibayangkan mereka dalam impi?

Tak ada kata telat untuk segera muhasabah diri. Membersihkan kotor yang belum terlalu ternodai. Menyeret diri ke jalan yang lebih Dia cintai. Memperbaiki kesalahan yang belum terlalu jauh dijalani.

Segeralah. Mereka akan tiba tak lama lagi. Sehingga mereka tak takut membuka mata tuk menatap negeri yang kotor ini menjadi sebuah harapan besar karena sosok-sosok kakak yang benar-benar patut diteladani.

Salam untuk Azhary Sejati.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *