Say No To Childfree!
Oleh : Wa Ode Sukmawati, S.E
Chidlfree adalah budaya barat yang mulai tren saat ini. Childfree mulai merebak keberbagai negara, salah satunya indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia merilis laporan periode 2023 terkait kasus childfree. BPS melakukan survei kepada kelompok perempuan dan ditemukan 71 ribu perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang tidak ingin memiliki anak.
Angka ini diprediksi akan berpengaruh pada total fertility rate (TFR) atau angka kelahiran. Tren TFR belakangan dilaporkan secara global dan jumlah penyusutan terbanyak terjadi di Jepang hingga Korea Selatan. Artinya, seiring bertambahnya waktu, semakin sedikit anak yang lahir.(Detikhealth. 12/11/24)
Penurunan populasi atau depopilasi saat ini tengah menghantam Jepang, China dan Korsel. Diprediksi Indonesia pun akan bernasib sama jika budaya childfree semakin digandrungi oleh masyarakat. Kurangnya angka kelahiran tentu berdampak buruk dalam segala aspek kehidupan dan negara. Penurunan ekonomi, berkurangnya tenaga produktif hingga yang lebih parah adalah punahnya populasi.
Tentu ini merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan, mengingat dampak buruk yang ditimbulkan dari childfree sangat besar. Namun, alih-alih mengedukasi rakyatnya, pemerintah seolah diam dan membiarkan budaya childfree ini meluas di Indonesia. Bahkan hal ini didukung oleh Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. Dan setiap perempuan yang memilih untuk childfree harus dihormati keputusannya.
Liberalisme menjadi salah faktor penyebab childfree menjadi tren dan diminati saat ini. Persoalan hak reproduksi dimana perempuan bebas memilih apakah mau punya anak atau tidak. Rahim mereka biar mereka yang mengatur karena mereka punya hak atas dirinya sendiri. Anak muda hari ini tdak berani mengambil peran untuk menjadi orang tua, dan takut kehilangan kebebasan jika memiliki anak. Tidak ingin bentuk tubuhnya berubah dan juga peran ibu tidak diminati mengingat sulitnya menjadi seorang ibu yang harus mengurus anak, suami dan rumah tangga, hingga kebebasan tidak didapatkan lagi.
Tingginya biaya hidup juga menjadi faktor lain. Menghidupi diri sendiri saja berat apalagi menghidupi anak, itulah yang ada dibenak anak muda hari ini. Benar saja, sistem kapitalisme hari ini telah menghasilkan ketimpangan sosial. Dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Jumlah penduduk miskin semakin meroket. Alhasil muncul lah perasaan takut dan enggan memiliki anak. Selain itu, sekularisme telah mengabaikan agama dari kehidupan. Sehingga masyarakat melupakan bahwa rezeki telah Allah jamin. Artinya, setiap mahluk Allah itu punya rezekinya masing-masing. Maka, setiap anak yang lahir juga membawa rezekinya sendiri.
Dalam Islam, masyarakat harus memiliki akidah yang kokoh. Dan ini akan dijaga oleh negara, dimana penguatan akidah harus dilakukan melalui pendidikan dan aturan hidup yang berbasis Islam. Masyarakat yang memiliki akidah Islam yang kuat pasti meyakini bahwa rezeki adalah jaminan yang telah Allah berikan sejak dalam kandungan. Maka, memilih childfree karena takut tak bisa menghidupi anak jelas bersebrangan dengan akidah Islam.
Allah Taala berfirman dalam ayat, “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS Asy-Syura [42]: 19).
Kemudian, menjadi ibu adalah hal yang sangat diinginkan oleh perempuan muslim. Karena ini adalah peran yang sangat mulia. Menjadi ibu tidak sulit karena semua aktivitasnya menghasilkan pahala. Mulai dari mengandung, melahirkan, merawat dan mendidik anak menjadi soleh soleha. Tentu akan menjadi mudah jika semua itu dikerjakan dengan iman. Sebab, semua itu memiliki pahala disisi Allah. Dan ibu akan melahirkan generasi penerus peradaban. Seorang muslimah pasti akan sangat senang menjalani tugasnya menjadi seorang ibu semata-mata agar mendapat tempat terbaik disisi Allah karena tugasnya yang agung.
Ditambah lagi, Rasulullah SAW akan berbangga dengan jumlah umatnya yang sangat banyak. Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” [Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar]
Berbeda dengan kapitalisme, dengan Islam para perempuan akan tenang menjadi ibu sebab semua kebutuhannya terpenuhi. Sehingga mereka fokus mengurusi rumah tangganya dan bukannya pusing memikirkan masalah ekonomi. Para suami berkewajiban untuk memafkahi istrinya. Apabila suaminya telah tiada, maka beban nafkah akan jatuh pada walinya. Dan jika para wali tidak mampu, maka negara lah yang akan menunjang kebutuhan hidupnya. Mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan dan jaminan kesehatan. Dan ini adalah suatu kewajiban negara dalam Islam.
Wallahu’alam bish-shawwab