Oleh: Labibah Az-Zharifah (Pengamat Rumah Tangga Taadud)
Bagi sebagian orang rumah tangga ideal adalah monogami. Disana terdapat suami-istri dan anak-anak yg hidup harmonis, bahagia, jauh dari masalah, penuh ketenangan dan kedamaian…
Namun, pada kenyataannya tidak semua rumah tangga menjadi mulus dan seindah yg dibayangkan angan-angan. Karena, tidak ada rumah tangga yg bisa lepas dari cobaan hidup, hal itu sudah menjadi sunatullah kehidupan di dunia ini yang notabene adalah tempat untuk menempa diri…
Dan…
Ketika problematika hidup diam-diam menyapa keluarga monogami, lantas banyak sepasang mata melirik pada syariat poligami. Yups, syariat inilah yang selalu menjadi andalan bagi keluarga yg berusaha mencoba mencari solusi atas dilematika rumah tangganya. Mulai dari tidak memiliki keturunan, istri tidak sanggup melayani, ingin syahwatnya lebih terjaga, atau bahkan karena paksaan si istri sendiri agar suaminya nikah lagi…
Terlepas dari apapun tujuannya, fakta dilapangan menunjukkan praktik yg berbeda. Baik dari segi kesiapan dari praktisi ataupun pada prosesnya. Hal itulah yg menjadikan setiap rumah tangga taadud yg dijalani menghasilkan output yg beragam…..
Jika kesiapannya matang dan prosesnya benar, hasilnya akan menjadi baik. Menjadi keluarga taadud yg selaras, harmonis, akur dan saling menyayangi. Suami berperan sebagai pemimpin yg adil, yg mampu membimbing dan meraih hati para istrinya. Istri-istrinyapun menjadi istri yg saling berlomba dalam kebaikan, saling mendahulukan kepentingan saudarinya, menjadikan saudari yg lain dekat seperti saudari kandung sendiri walaupun rasa cemburu itu tetap ada sebagai bumbu-bumbu cinta segitiga diantara mereka…
Namun sebaliknya jika perjalanan rumah tangga poligami ini tidak dipersiapkan jauh-jauh hari dan tidak dengan proses yg benar. Maka, tinggal menunggu saja kapan boomerang itu akan meletus tepat mengenai para praktisinya. Suami yg minim ilmu, lemah iman, lemah kepemimpinan dan belum mampu mengkondisikan istrinya ketika memaksakan diri untuk menikah lagi maka akan menarik masalah-masalah baru dalam rumah tangga taadudnya dan bisa dipastikan salah satu dari istrinya akan menjadi korban perceraian atau bahkan semuanya akan bubar. Anak-anak juga menjadi garis terdepan pembenci syariat ini dan tak sedikit dari mereka mengalami trauma. Ditambah lagi citra buruk di masyarakat yang akan menodai syariat yg agung ini…
Maka, jalan yg terbaik adalah layakkan diri dengan segala kesiapan dan proses yg benar…
Siapkan ilmunya, siapkan imannya, ahsankan caranya…
InsyaAllah keberkahan akan kita raih…
Hikmah dari syariat ini akan kita peroleh…
Dan kita akan mampu menjadi teladan yg baik ditengah-tengah masyarakat…
So, apakah kita akan menjadikan poligami sebagai sebenar-benarnya solusi…?
Atau praktiknya semakin menambah ironi syariat yg mulia ini…?
Pilihan ada di tanganmu…!!!
Wallahu’alam bisshowab….