MENGKRITISI INVESTASI MELALUI FAMILY OFFICE

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

MENGKRITISI INVESTASI MELALUI FAMILY OFFICE

 

Oleh : Irawati Tri Kurnia

(Ibu Peduli Umat)

 

Pemerintah Indonesia sedang mengkaji kebijakan untuk menarik investasi keluarga super kaya melalui apa yang disebut “Family Office” atau kantor keluarga. Rencananya Lembaga ini akan menjaring dana dari keluarga-keluarga kaya, terutama di Asia (www.kompas.com, Senin 22 Juli 2024) (1).

 

Menteri koordinator kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Panjaitan yang mengusulkan Family Office ini. Dalihnya populasi orang kaya di Asia meningkat pesat selama 5 tahun ke depan. Menurut data dari the world report populasi individu super kaya raya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3% selama periode 2023 hingga 2028 peningkatan jumlah aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal juga diproyeksikan akan terus meningkat. Dalam keterangan di media sosialnya Luhut menjelaskan bahwa Family Office (kantor keluarga) merupakan salah satu upaya menarik kekayaan dari negara lain untuk membantu pertumbuhan ekonomi nasional di negara kita. Ini akan meningkatkan peredaran modal, berpotensi meningkatkan PDB (Produk Domestik Bruto), dan bisa meningkatkan lapangan kerja dari investasi. Pembuatan Family Office ini sebagai upaya negara membuat cara baru investasi seperti di negara lain.

 

Miris sekali. Negara berupaya maksimal mencari pemasukan melalui pajak dan investasi dari orang-orang kaya. Padahal negeri ini memiliki kekayaan alam yang berlimpah yang seharusnya mampu menjadi sumber pemasukan besar bagi negara. Sayangnya karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme berdampak liberalisasi ekonomi, yang menyerahkan pengelolaan kekayaan alam negeri ini pada siapa saja yang memiliki modal alias para kapitalis dan investor, baik lokal maupun asing.

 

Pemerintah telah terjebak pada kebohongan teori ekonomi kapitalisme yang mengatakan investasi berkorelasi positif dengan terciptanya lapangan kerja. Padahal yang ada makin tinggi investasi asing terhadap bangsa ini, maka akan semakin besar hegemoni asing di negeri ini. Inilah sebab persoalan kemiskinan tidak kunjung usai. Sesungguhnya kemiskinan individu, masyarakat, maupun negara; bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri. Ini karena kekayaan alam yang harusnya milik publik atau umat, oleh ekonomi kapitalis justru membebaskan kepemilikannya kepada pihak pemilik modal para kapital atau pemilik modal; alias para kapitalis. Mereka bebas mengeruk SDA (Sumber Daya Alam) sekaligus menjualnya demi mendapatkan keuntungan besar. Ini berakibat semakin lebar kesenjangan antara pemilik modal dan rakyat biasa.

 

Pemerintah pun berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Seperti menyerahkan pengentasan kemiskinan dan pembangunan pada pihak swasta dengan berbagai aturan. Seperti BPJS, pengurangan atau pencabutan subsidi, dan lain-lain; yang hanya berpihak pada para kapitalis. Oleh karena itu, selama negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, mak kebijakan investasi akan terus diwacanakan dan diterapkan. Ini berdampak pada semakin sulit dan sengsaranya kehidupan masyarakat.

 

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam; yang menjadikan negara Islam yaitu Khilafah kuat, berdaulat dan mandiri dalam membiayai program pembangunan. Islam menempatkan negara Khilafah sebagai pengurus dan pelayan umat, bukan regulator seperti dalam kapitalisme. Khalifah atau penguasa Khilafah sebagai satu-satunya institusi negara penerap Syariat Islam secara kafah (menyeluruh) sebagai konsekuensi keimanan umat Islam kepada Allah SWT, yang juga akan menaungi umat manusia. Ini berdasarkan keyakinan bahwa aturan Allah yang terbaik bagi manusia, karena Allah adalah Sang Pencipta sehingga otomatis Maha Tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

 

Khilafah haram hukumnya menyerahkan urusan umat pada swasta apalagi asing. Termasuk dalam hal pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Begitu pun sistem politik dalam Islam yang sederhana, akan menjadikan kebijakan Khilafah bersifat independen; sehingga bisa fokus pada hal-hal yang menjadi di kebaikan umat dalam aspek pembangunan dan infrastruktur.

 

Khilafah memiliki sumber pendanaan yang besar tanpa harus berutang dan mengandalkan investasi dari orang kaya. Sumber pendapatan tersebut berupa pos-pos pemasukan yang dikelola Baitul Mal seperti Fai’, Kharaj, Jizyah, Ghanimah, Usyur, pengelolaan SDA dan harta milik negara. Pengelolaan SDA dengan cara Islam akan menjadikan Khilafah memiliki sumber pemasukan yang besar. Indonesia dengan kekayaan SDA yang dimilikinya, jika diatur dengan sistem Islam, maka Indonesia dan negeri muslim lainnya mampu menjadi negara yang kuat dan mandiri.

 

Jika ada proyek yang membutuhkan modal besar tetapi kas Baitul Mal tidak cukup, maka Khilafah akan mengkaji ulang proyek tersebut. Jika proyek tersebut tidak membahayakan jika tidak dilaksanakan segera, maka pengerjaannya akan ditangguhkan; menunggu kas Baitul Mal terpenuhi. Namun jika menimbulkan bahaya jika tidak segera dikerjakan, sekalipun kas Baitul Mal tidak cukup; maka Khilafah akan berusaha untuk membangunnya. Seperti pembangunan industri militer misalnya, yang jika tidak ada tentu akan mengancam kedaulatan negara. Hanya saja pembangunannya bukanlah dengan skema utang atau investasi, melainkan menarik pajak. Pajak dalam Islam bersifat temporal dan hanya dikenakan pada muslim yang mampu. Pemungutan pajak akan berhenti hingga proyek tersebut selesai.

 

Islam memiliki beberapa mekanisme yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan masif. Salah satunya adalah menata kepemilikan aset harta milik umum atau publik (SDA) tidak boleh diprivatisasi oleh segelintir orang. Dari sinilah Khilafah akan bisa leluasa mewujudkan penyerapan tenaga kerja. Karena aktivitas eksplorasi dan eksploitasi SDA membutuhkan banyak SDM (Sumber Daya Manusia). Jika negara-negara Islam saat ini mengelola SDA secara mandiri, termasuk Indonesia; maka serapan tenaga kerja akan besar.

 

Islam juga memiliki aturan dalam menjalin hubungan kerja sama dengan negara asing, dengan tetap menjaga kedaulatan dirinya. Demikianlah negara Khilafah memiliki sistem keuangan yang kuat dan mandiri tanpa bergantung pada pajak dan investasi yang merugikan rakyat sebagaimana dalam sistem kapitalisme.

 

Wallahualam Bisawab.

 

Catatan Kaki :

(1)    https://money.kompas.com/read/2024/07/22/160500326/luhut-targetkan-family-office-terbentuk-sebelum-oktober-2024?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Referral&utm_campaign=Bottom_Mobile

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *