Libur Lockdown Ajang Penanaman Keimanan Keluarga

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sri Wahyu Indawati, M.Pd_

Ayah bunda, lockdown 14 hari membuat rutinitas sekolah, kerja, bahkan ibadah harus dilaksanakan di rumah. Nah, ini saatnya menjadi ajang untuk lebih mempererat kasih sayang dalam keluarga. Yang tidak boleh dilewatkan bagi orangtua untuk selalu kreatif dan inovatif, terutama dalam hal menanamkan akidah Islam atau keimanan untuk anggota keluarga.

Agar tidak bosan, apalagi hanya seputar tv atau hp, coba dengan cara bercerita atau berdiskusi dengan keluarga. Apalagi faktanya ada, yaitu wabah corona. Ini akan jadi sebuah kisah yang bisa diindra oleh anak-anak, yang kecil atau yang gede.

Dulu di masa Nabi Muhammad SAW, wabah penyakit pernah terjadi di Madinah. Beliau SAW bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah. Saat itu, kota tersebut sedang terjadi wabah penyakit demam. Banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang tertimpa wabah tersebut. Ada tiga sahabat nabi yang terjangkit wabah, mereka adalah Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal. Ketiganya tinggal di dalam satu rumah. Mereka mengalami demam tinggi, sampai-sampai tak sadar dengan apa yang mereka ucapkan.

Wabah penyakit juga pernah terjadi di masa khalifah Umar bin Khaththab. Ketika beliau berangkat ke Syam bersama rombongan besar para sahabat. Namun di tengah perjalanan, sesampainya di wilayah Saragh, para pemimpin pasukan Muslim di wilayah itu datang menyambut mereka; di antaranya adalah Abu Ubaidah bin Jarrah dan lainnya.

Mereka mengabarkan kepada sang khalifah bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam dan mereka berselisih pendapat soal masalah ini. Umar memerintahkan Ibnu Abbas untuk memanggil pendahulu dari orang-orang Muhajirin yang ada dalam rombongan. Akan tetapi mereka berbeda pendapat, ada yang berpendapat untuk melanjutkan perjalanan, ada pula yang melarang.

Kemudian Umar memerintahkan Ibnu Abbas memanggil orang-orang Anshar yang ada dalam rombongan. Namun ternyata sebagaimana orang-orang Muhajirin, mereka pun saling berbeda pendapat.

Selanjutnya Umar memerintahkan Ibnu Abbas memanggil pemimpin-pemimpin Quraisy yang hijrah sebelum penaklukan Makkah. Maka Ibnu Abbas memanggil mereka. Kali ini pendapat mereka sama, tidak ada perbedaan. Kata mereka: “Kami berpendapat, sebaiknya Anda pulang kembali bersama rombongan Anda dan jangan menghadapkan mereka kepada wabah ini.”

Setelah mendengar pendapat ini, lalu Umar menyerukan kepada seluruh rombongan: “Besok pagi aku akan kembali pulang. Karena itu bersiap-siaplah kalian!”

Mendengar perintah tersebut Abu ‘Ubaidah bin Jarrah (pemimpin pasukan di Saragh) bertanya: “Apakah kita hendak lari dari takdir Allah?”

Umar menjawab: “Mengapa kamu bertanya demikian, wahai Abu ‘Ubaidah?” Beliau meneruskan: “Ya, kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.”

Umar balik bertanya, “Bagaimana pendapatmu, seandainya engkau mempunyai seekor unta, lalu saat menggembalakannya engkau menemui suatu lembah yang mempunyai dua sisi; sisi yang satu subur dan sisi lainnya tandus. Bukankah jika engkau memilih menggembalakannya di tempat yang subur, engkau menggembala di dalam takdir Allah? Dan jika pun engkau menggembala di tempat tandus engkau menggembala di dalam takdir Allah?”

Di tengah perbincangan Umar dengan Abu Ubaidah, datang Abdurrahman bin ‘Auf yang sebelumnya pergi meninggalkan rombongan karena suatu hajat. Lalu Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Aku mengerti masalah ini. Aku mendengar Rasulullah bersabda:

‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak menyelamatkan diri.’

Mendengar keterangan itu, Umar bin Khaththab mengucapkan puji syukur kepada Allah. Keesokan harinya ia (bersama rombongannya) pulang kembali ke Madinah.

Nah, ayah bunda. Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita menteladani Rasulullah SAW dan para sahabat ketika menghadapi persoalan kehidupan. Segalanya dikembalikan pada hukum syara’. Apalagi sekarang ini dunia tengah menghadapi wabah corona.

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS. At-Taghabun:11)

Pun setiap manusia pasti diuji, Allah SWT berfirman, “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (TQS. Al-Baqarah: 155-157)

Ada petunjuk dan kebaikan dibalik ujian dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan musibah, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR Muslim)

Ujian berupa wabah penyakit juga bisa menjadi penggugur dosa. Aisyah ra, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang wabah penyakit. Rasulullah SAW memberitahukan kepadaku: ‘Wabah penyakit itu adalah azab yang diutus Allah kepada orang-orang yang Ia kehendaki. Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman. Jika terjadi suatu wabah penyakit, ada orang yang menetap di negerinya, ia bersabar, hanya berharap balasan dari Allah. Ia yakin bahwa tidak ada peristiwa yang terjadi kecuali sudah ditetapkan Allah. Maka ia mendapat balasan seperti mati syahid.” (HR Bukhari)

Ketika datang wabah penyakit, semestinya kita intropeksi diri. Allah Ta’ala berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar Rum: 41)

Ditambah lagi ketika manusia tetap pada kemaksiatan setelah diturunkan azab, “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (TQS. Yunus: 12)

Dari kebenaran al-Qur’an serta kisah di masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Ada pelajaran penting yang dapat kita ambil dan dipahami oleh keluarga, yaitu:

1. Bersabar ketika mendapatkan ujian.
2. Tetap berada di rumah.
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
4. Konsumsi makanan halal & thoyib.
5. Berdo’a dan bertaubat memohon ampun pada Allah Ta’ala.
6. Teladani Rasulullah SAW dan para sahabat.
7. Melanjutkan kehidupan Islam dan kembali pada aturan Allah SWT.

Demikianlah Islam sebagai agama yang sempurna, di dalamnya terdapat aturan kehidupan yang sesuai untuk manusia. Lockdown/isolasi/karantina merupakan bagian dari hukum syara’ yang harus kita taati saat ada wabah penyakit. InsyaAllah akan berbuah pahala ketika kita melaksanakannya dengan ikhlas mengharap ridha Allah. Semoga saat libur lockdown, anak-anak semakin bertambah keimanannya ya ayah bunda, aamiin… Wallahu’alam[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *