Cerai itu perih, Jenderal!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Cerai itu perih, Jenderal!

Oleh Siti Aisah

(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Pernikahan adalah sebuah perjanjian yang dilakukan oleh dua insan berbeda dengan Sang Pencipta. Pernikahan juga adalah ibadah paling lama dari seorang hamba. Bahkan diistilahkan sebagai setengah ibadah hamba di dunia. Meskipun tidak ada keharaman dalam memutuskan hubungan pernikahan ini (baca; Perceraian).

Sejatinya sekolah nyata kehidupan adalah mahligai rumah tangga. Hal ini karena ada keintiman dua insan yang terjalin dalam jangka waktu tertentu yang diharapkan sampai batas ajalnya masing-masing. Interaksi tersebut kemungkinan membuat segala yang terlihat di luar serta didalamnya, tidak mungkin mampu ditutupi dan disembunyikan. Inilah percikan api yang sering tersulut saat tidak mampu menerima kekurangan pasangan masing-masing.

Miris, kabupaten Indramayu adalah kabupaten dengan tingkat kasus perceraian tertinggi. Bahkan kasus yang diterima Pengadilan Agama (PA) Indramayu tahun 2022 sebanyak 10.318. hingga menjadi peringkat ke empat tingkat nasional dalam kasus perceraian di Indonesia. Humas PA Indramayu pun menerangkan bahwa sebanyak 5.669 perkara kasus perceraian ini didominasi oleh cerai gugat atau cerai yang diajukan oleh pihak istri. Sedangkan cerai talak dari pihak suami sebanyak 2.102 perkara. (kompas com, 17/01/2023)

Dalam buku Sistem pergaulan dalam Islam karangan Syekh Taqiyuddin An-nabhani, talak (perceraian) ini adalah problem psikologis antar masing-masing pihak yang tidak dapat menerima solusi apapun selain perpisahan di antara keduanya. Hal ini akan membuat ketenangan diantara keduanya, hingga mudah-mudahan problem-problem yang ada dapat diatasi dengan jalan perceraian tersebut. Allah SWT, berfirman:

“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.” (TQS an-Nisa: 130)

Berikut ini akan dipaparkan beberapa faktor percikan api penyebab rumah tangga huru hara, yaitu diantaranya:

Pertama, Memiliki pemahaman agama yang minim. Sehingga pernikahannya tidak dibangun dalam visi-misi yang sama. Bahkan mungkin saja tidak memiliki sama sekali visi misi yang tidak berlandaskan iman.

Kedua, tidak adanya komunikasi yang terjalin antara kedua belah pihak. Sehingga keharmonisan akan jauh. Hal ini disebabkan banyaknya prasangka dan emosi mendominasi sehingga menimbulkan masalah yang terakumulasi.

Ketiga, permasalahan ekonomi. Ini adalah tantangan yang sering terjadi dalam mahligai rumah tangga. Tidak sedikit kasus pasangan yang bercerita akibat oleh urusan perekonomian. Kurangnya nafkah dan tidak diberinya nafkah. Ini adalah ancama yang dihadapi oleh rumah tangga dalam sistem kapitalis. Karenanya, tak ayal masalah perekonomian ini harus dilihat secara makro atau sistem.

Keempat, munculnya orang ketiga atau adanya perselingkuhan yang terjadi. Hal ini menjadi wajar dalam suasana yang memang jauh dari nilai agama. Ancaman dari kehadiran PIL (baca; pria idaman lain) atau WIL (baca; wanita idaman lain) menjadi ranjau dengan tingkat waspada ada dimana-mana. Patutnya dilihat dari akarnya, mengapa itu terjadi?. Alasannya tidak lain, karena tidak diterapkannya nidzom ijtima’iy atau hukum pergaulan dalam Islam.

Jika perceraian akibat permasalahan ekonomi maka pemerintah atau negara harus ikut andil dalam mensejahterakan rakyatnya. Sehingga perkara fundamental ketahanan negara yaitu perekonomian khususnya urusan rumah tangga rakyat mampu di atasi.

Namun, Jika alasan tak menafkahi maka negara perlu mengedukasi terkait kewajiban pemberian nafkah oleh laki-laki. Kemudian negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas untuk memberdayakan laki-laki. Hal ini dilakukan agar kondisi ini juga menjadi alarm ketahanan keluarga Indonesia yang rapuh. Satu sisi tuntutan ekonomi memaksa ibu bekerja. Satu sisi peran ibu dan pengatur rumah tangga tereduksi sedemikian rupa.

Dengan demikian, patutlah jika pernikahan ini adalah proyek Allah. Hal ini karena dipersatukannya dua insan yang memang sudah menjadi takdir dari ketetapan Allah SWT., Pernikahan agung ini tentunya akan melahirkan tujuan mulia, yaitu mencetak para pejuang dan generasi emas peradaban Islam. Pernikahan adalah perjuangan dengan komitmen kuat di tengah fakta perceraian yang mengerikan. Bahkan pasangan yang sudah melewati puluhan tahun purnama pun tak luput dari ancaman perceraian. Sehingga yang paling penting untuk disadari oleh kedua insan ini adalah pernikahan itu untuk menyatukan bukan memisahkan. Karena cerai itu perih, jenderal!

Wallahu a’lam bishshawab.

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *