Pernikahan Rapuh dalam Kehidupan Sekuler, Perselingkuhan Kian Menjamur 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pernikahan Rapuh dalam Kehidupan Sekuler, Perselingkuhan Kian Menjamur 

Fanissa Narita, M.Pd

(Kontributor Suara Inqilabi)

Indonesia menjadi negara kedua di Asia dengan kasus perselingkuhan terbanyak berdasarkan hasil survei aplikasi Just Dating setelah Thailand. Menurut survei tersebut, sebanyak 40% responden mengaku pernah berselingkuh dari pasangannya (Tribun News). Sementara, berdasarkan laporan World Population Review, Indonesia menduduki posisi keempat sebagai negara dengan tingkat perselingkuhan tertinggi. Survei ini dilakukan terhadap orang yang sudah menikah.

 

Rapuhnya Ikatan Pernikahan

 

Masih menurut World Population Review, sebagian besar perselingkuhan dimulai dengan teman dekat atau rekan kerja. Begitu perselingkuhan dimulai, hubungan tersebut berlangsung rata-rata dua tahun lamanya (Pikiran Rakyat, 17/02/23).

Ada banyak alasan mengapa orang berselingkuh. Mulai dari ketidakpuasan dalam hubungan, sekedar mencari kesenangan, ketidakmampuan mengndalikan keinginan seksual, kurangnya komitmen, hingga perbedaan cara pandang. Dari sekian banyak alasan dapat ditarik benang merahnya bahwa penyebabnya beranjak dari ketidakpuasan dengan pasangan dan keinginan untuk mencari kesenangan di luar hubungan pernikahan sebagai solusinya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai sebuah pernikahan saat ini sebagian besar hanya terukur dari pemuasan hasrat yang bersifat materi. Jika tujuan tersebut tidak diperoleh dari pasangannya maka dengan mudah memilih perselingkuhan sebagai solusi untuk mendapatkan kepuasan tersebut dari orang lain.

Didukung Sistem Sekulerisme

Fenomena perselingkuhan yang terjadi di Indonesia maupun Negara lainnya dalam survei menunjukkan bahwa perselingkuhan ini bukan lagi menjadi permasalahan individu namun menjadi permasalahan masyarakat secara global. Masyarakat modern saat ini memberlakukan sistem sekulerisme liberal yang menjauhkan aturan agama dalam pengaturan kehidupan mereka. Tolak ukur dalam masyarakat adalah manfaat dan kesenangan jasmani adalah tujuannya. Sementara nilai-nilai lain dalam kehidupan tersingkirkan termasuk nilai-nilai dalam pernikahan. Ada beberapa faktor yang membuat perselingkuhan menjamur di sistem sekulerisme liberal.

 

Pertama, hilangnya nilai keimanan dalam menjalankan peran suami dan istri. Peran suami sebagai Qowwam (pemimpin) dan istri sebagai Ummu warrabatul baiti (ibu dan pengurus rumah tangga) semakin tergeser. Hilangnya nilai qowwam dari suami membuat suami tidak tampil sebagai sosok yang melindungi dan memenuhi kebutuhan istri. Padahal inilah dibutuhkan istri dari pasangannya. Sementara hilangnya nilai Ummu warrabatul baiti dari istri menyebabkan minimnya pelayanan terhadap suami. Ini juga yang bisa menyebabkan hilangnya ketentraman dalam rumah tangga.

 

Kedua, sistem pergaulan yang rusak. Di tengah masyarakat, campur baur antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang sangat lumrah. Tidak ada batasan yang jelas dalam pergaulan saat ini. Interaksi dan pertemuan dengan rekan lawan jenis di tempat kerja bisa jadi jauh lebih lama daripada interaksi dengan pasangan di rumah. Interaksinya pun tidak jarang penuh keakraban, maka ketika iman lemah tidak heran pula jika muncul benih jinsiyah dalam interaksi tersebut.

 

Ketiga, sistem pendidikan berbasis industri. Luaran dari sistem pendidikan saat ini adalah hanya untuk mencetak orang-orang yang mampu bekerja tetapi jauh dari nilai-nilai agama apalagi berkepribadian Islam. Padahal kehidupan mereka tidak hanya sekedar menjadi seorang pekerja, ada peran lainnya termasuk menjadi suami dan istri bahkan orang tua. Masyarakat tidak pernah disiapkan untuk memasuki dunia pernikahan atau pengasuhan anak sehingga banyak yang tidak siap, tidak memahami fungsi dan peran mereka dalam keluarga. Pengkerdilan fungsi keluarga di kehidupan sekuler kapitalis membuat permasalahan rumah tangga tak berujung.

 

Keempat, budaya liberal. Kebebasan menjadi asas berperilaku masyarakat modern. Setiap individu dianggap bebas melakukan apa pun untuk meraih kesengangan. Ditambah media yang terus menawarkan hiburan yang berbau seksualitas dengan mudah menstimulus syahwat.

 

Pernikahan dalam Islam

 

Di dalam Islam, pernikahan merupakan sebuah ikatan yang sakral dan kuat. Islam juga menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza (perjanjian agung) yang tidak bisa dimain-mainkan (lihat QS An-Nisa: 21). Tujuan pernikahan dalam Islam bukanya sekedar meraih kesenangan. Namun lebih dari itu, tujuan pernikahan adalah beribadah kepada Allah SWT. Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam Islam maka perlu dijaga tujuan mulia ini di tengah masyarakat.

 

Islam memandang pernikahan dan perwujudannya merupakan hasrat alami manusia yang terkait erat dengan naluri untuk melestarikan keturunan. Pernikahan menjadi jalan agar manusia memperoleh ketenangan dan ketentraman. Kehidupan pernikahan akan memberikan kebahagiaan dan ketenteraman di antara pasangan suami istri ketika keduanya saling memenuhi kewajiban dan memberikan hak pasangannya. Istri memenuhi hak-hak suaminya dan sebaliknya suami memenuhi hak-hak istrinya dengan cara yang makruf (baik).

 

Islam Menghapuskan Perselingkuhan

 

Jika sistem sekuler liberal menciptakan fenomena perselingkuhan, sebaliknya sistem Islam akan menghapuskannya, Solusi Islam untuk menjaga keutuhan pernikahan tidak hanya dibebankan kepada individu `melainkan bersama-sama antara individu, masyarakat, dan Negara.

 

…Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS An-Nisa’: 19).

Ayat di atas dengan tegas memerintahkan pasangan suami istri untuk bersabar ketika menemukan ketidakpuasan terhadap pasangan. Di sisi lain, Islam juga mendorong suami dan istri untuk menjalankan peranya sebaik mungkin dan menjaga pernikahan sebagai ikatan yang sakral. Masyarakat juga akan melakukan kontrol sosial terhadap pergaulan laki-laki dan perempuan dengan standar yang jelas dalam Islam. Tidak boleh berkhalwat dan campur baur yang tidak semestinya. Sejatinya kehidupan laki-laki dan perempuan dalam Islam terpisah kecuali dalam ranah yang diperbolehkan semisal pendidikan, muamalah, persanksian, kesehatan, dsb. Islam juga mengenal aturan berpakaian sebagai penjagaan dari mengundang segala hal yang dapat membangkitkan syahwat. Amar ma’ruf nahi munkar juga menjadi budaya yang dibangun di tengah masyarakat.

 

Tidak sampai di situ, peran Negara juga sangat penting dalam mengontrol konten media yang beredar dipastikan hanya yang bermanfaat dan berisi kebaikan. Selain itu, Negara juga berkewajiban menjalankan sanksi yang tegas terhadap tindakan perselingkuhan apalagi jika sudah sampai pada perzinahan.

Penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan menguatkan keutuhan rumah tangga dan pintu menuju perbuatan tercela seperti perselingkuhan akan tertutup rapat. Dengan dorongan keimanan kepada Allah SWT untuk mengihilangkan maksiat ini, maka kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah, dan warahmah dambaan semua pasangan akan terwujud.

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *