Pendidikan Seks Sejak Dini dalam Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Muji Budi Lestari, S.Pd (Rumah Literasi Pattingalloang, Gowa)

Mendidik anak adalah tanggung jawab keluarga. Apalagi bagi kaum muslimin pendidikan yang baik adalah hadiah terbaik untuk anak. Sebelum anak-anak dewasa (baligh), orang tua wajib menyiapkan anak untuk mengenal agama. Sehingga saat baligh nanti mereka siap menerima taklif (beban) syariat islam. Walhasil mereka merasa ringan menjalankan perintah Allah swt dan tak salah langkah ketika dewasa.

Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS At Tahrim: 6) Salah satu cara untuk menjauhkan keluarga dari api neraka adalah memahamkan mereka dengan Islam. Mengenalkan aturan Islam sejak dini. Menjelaskan syariat perintah dan larangan Allah SWT dalam pergaulan dan seks.

Masih banyak orang tua yang tabu untuk membicarakan soal seks. Banyak yang menganggap seks itu soal hubungan suami istri saja. Padahal dalam Islam tidak demikian. Dalam hal seksualitas, ada banyak hal yang perlu diajarkan bahkan sejak dini. Hal ini dalam rangka menjaga fitrah mereka sekaligus menghindarkan dari kerusakan akhlak dan menyelamatkan dari siksa neraka. Ada beberapa poin yang akan dijelaskan di akhir tulisan ini. Namun sebelumnya patut kita renungkan:

Anak adalah amanah. Setiap amanah akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari: 2278).

Dalam mendidik anak, Islam mewajibkan ada tiga pilar yang berperan penting.

Pertama, orang tua. Orang tua harus menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan bahasa kasih sayang, orang tua mengajarkan agama pada anak-anaknya, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan seks. Meski masih kecil, mereka perlu dikenalkan seperti kewajiban berkerudung misalnya. Namun lumrah ketika anak-anak membuka kerudungnya saat kegerahan. Hal itu tak masalah sebab mereka pun belum terkena beban hukum.

Kedua, masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting juga dalam mendidik anak. Di rumah, anak-anak dididik orang tuanya secara Islam. Tetapi ketika ia keluar rumah, bermain, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, atau tempat lainnya, ia tak melihat sebagaimana yang dicontohkan orang tuanya, tentu si anak akan bertanya-tanya. “kok kalau mau rumah saya disuruh pakai kerudung, teman-teman saya tidak? Katanya menutup aurat wajib, tapi di pasar/mall banyak yang tidak pakai?” Dan lain sebagainya.

Jika orang tua tak mampu menjelaskan sesuai taraf berfikir anak-anak, apa yang mereka lihat akan menjadi panutan dalam tindakannya sehingga sangat mudah mereka akan membantah orangtuanya. Kita sadari sepenuhnya kebiasaan di masyarakat sangat memengaruhi pola pikir anak. Sedikit ataupun banyak ini bisa mempengaruhi kepada pendidikan yang sudah diberikan dari rumah. Sebab tak mungkin kita mengurung anak-anak di rumah saja. Apalagi mengekang mereka dengan tidak  membiarkan mereka berinteraksi dengan masyarakat.

Maka sebagai orang tua, kita harus bekerja ekstra untuk mendidik anak agar pengaruh luar tak sampai mengotori keimanan yang telah kita bangun. Jika kondisi masyarakatnya paham akan Islam, menutup aurat misalnya menjadi kebiasaan di masyarakat. Di seluruh tempat umum, kaum muslimin menjaga auratnya. Anak-anak akan mudah terkondisikan. Mereka akan merasa nyaman. Penjagaan terhadap anak pun akan lebih mudah.

Ketiga, negara. Negara sangat berperan penting dalam penjagaan moral dan pendidikan serta perlindungan anak. Negara adalah puncak segala kebijakan. Negara dapat mengatur tontonan televisi yang disiarkan, konten-konten media sosial yang aman bagi anak-anak. Negara juga mampu dengan mudah mengadaptasi kurikulum sesuai kebutuhan pendidikan dan perkembangan jaman. Bahkan negara juga mampu memberikan sanksi berat bagi pelanggarnya.

Jika negara mengadopsi pemahaman sekuler, maka kebijakan yang lahir memberikan kebebasan berekspresi. Tayangan yang memperlihatkan aurat bebas ditayangkan. Bahkan film atau lagu cabul dan produk pendukungnya bebas diperjualbelikan dimana-mana sehingga anak pun mudah mengaksesnya. Kerusakan moral pun menerpa anak-anak bahkan di usia mereka yang masih belia.

Ini sangat berbeda jika negara memahami segalanya dengan dasar Iman dan Islam. Negara akan memberikan kebijakan sebagaimana pandangan Islam terkait pergaulan baik media tv, media sosial, media cetak bahkan tempat-tempat umum, semua akan diwajibkan menutup aurat. Selain karena alasan kewajiban menutup aurat, juga untuk menjaga keamanan serta mendidik anak. Serta menindak tegas siapa saja baik itu orang/lembaga/media yang sengaja mendiskreditkan Islam ataupun menampilkan tindakan asusila. Oleh karena itu, kita butuh negara yang menerapkan seluruh aturan Islam.

Hal-hal yang wajib diajarkan sejak dini terkait seksual pada anak:

  1. Menanamkan rasa malu pada anak. Malu ketika tidak menutup aurat misalnya. Sehingga di dalamnya juga diajarkan batasan aurat laki-laki dan perempuan sejak dini.
  2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Ibnu Abbas ra. berkata Rasulullah ﷺ. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
  3. Memisahkan tempat tidur mereka. Rasulullah ﷺ bersabda: “Perintahlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka (jika tidak melaksanakan shalat) saat mereka telah berumur sepuluh tahun, dan pisahlah tempat tidur di antara mereka” (HR Abu Daud).
  4. Mengenalkan syariat meminta izin ketika memasuki rumah juga kamar orang tua dalam 3 waktu. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu.” (An Nur:58)
  5. Mendidik menjaga kesucian (toilet training sesuai syariat), di dalamnya orangtua hendaknya mengajarkan tentang najis, thoharoh, jenis-jenis air, dsb. Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam menunaikan hajat seperti buang air kecil, buang air besar, dsb.
  6. Mengenalkan mahramnya. Lihat: An-nur ayat 30-31
  7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata. Lihat Kembali An-nur ayat 30-31
  8. Mendidik anak agar tidak melakukan kholwat (berduaan dengan yang bukan mahram) maupun ikhtilât (campur baur laki-laki dan perempuan tanpa hajat syar’i).
  9. Mendidik etika berhias syar’i. “Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)
  10. Melarang melihat aurat meskipun sesama jenisnya. hadits riwayat Abi Said Al Khudri Rosulullah SAW bersabda: “Tidak boleh laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan tidak boleh seorang perempuan melihat aurat perempuan lain “. (HR. Muslim no 338)
  11. Mengenalkan ihtilâm dan haid. Pengenalan ihtilam atau mimpi basah dan haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahamkan anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata. Tapi juga menjelaskan jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi dan taklif syariat lainnya.
  12. Menjelaskan anak larangan mendekati zina dan hal-hal yang termasuk di dalamnya. Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32)

Hal-hal di atas semestinya dipahami orangtua agar anak tak canggung dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksual yang benar sesuai syariat. Hanya saja mampukah para orang tua saat ini melakukan pendidikan seks sejak dini sesuai syariat jika orang tuanya sendiri belum paham seluruh ilmu fiqh terkait seksualitas? Maka perlu kiranya negara merekonstruksi edukasi seksual yang benar dalam kurikulum sekolah sekaligus memberikan edukasi pada orangtua untuk bersinergi dalam masyarakat mewujudkan pendidikan Islam kaffah. Dengan demikian generasi terjaga dari kerusakan akhlak dan selamat di akhirat insyaallah.

Wallahu a’lam bishowab.

PS: Artikel ini adalah bahan diskusi online grup WA muslimah dari ig @tamm_makassar

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *