Oleh Muji Budi Lestari
(Komunitas Muslimah Berbagi dan @tamm_makassar)
“Buu anaknya kok nggak bisa diem yaa…”
“Mbak, mbak kan kalem gitu anaknya kok aktif banget sih..”
“Jeng anaknya dididik yang bener, masa tingkahnya nakal gitu…”
Mungkin di antara kita pernah dapat bisikan kata-kata cinta di atas dari orang-orang di sekitar kita. Banyak orang tua yang bingung anaknya ini kok “nakal” alias susah diatur. Kenapa ya? Nah sebelum kita bicara tentang “nakalnya anak” perlu kita pahami dulu fakta penyebabnya. Ternyata dari literatur literatur terkait perilaku anak, “anak nakal” itu bisa jadi mengalami hal-hal sbb:
- Attention Deficit Hyperactivy Disorder (ADHD). Umumnya perilaku anak yang terlihat sangat hiperaktif, impulsif hingga mengalami kesulitan untuk fokus atau sulit diatur.
- Autistic Spectrum Disorder (ASD). Umumnya anak berperilaku sosial pasif, unik, terlihat acuh, tidak peduli dengan sekitar, suka berteriak atau mengucapkan kata tidak bermakna secara berulang. Tak jarang juga memperlihatkan kemarahan.
- Sensory Processing Disorder. Ini ada masalah pada respon penerimaan panca indera. Koordinasi motorik kasarnya tidak seimbang. Sulit bertahan lama jika bermain atau berdialog. Sering gelisah, sehingga menunjukkan kekesalannya dengan berteriak.
- Separation Anxiety Disorder (SAD). Menunjukkan marah, gelisah melalui teriakan atau berlarian ketika mengalami rasa cemas saat berpisah dari orang-orang terdekatnya.
- Gifted child. Sering dijuluki anak jenius. Sering pula menunjukkan perilaku yang mirip dengan ADHD. Umumnya skor IQ anak-anak GC tinggi yaitu 130 ke atas.
Dari lima hal di atas, mohon maaf bukan berarti kemudian kita membenarkan perilaku “nakal” anak. Sebab hal itu tidaklah tepat. Sebagai orang tua kita tetap wajib membantu anak agar bisa berperilaku wajar sesuai adab yang diajarkan dalam Islam. Di antaranya upaya yang bisa dilakukan orang tua agar anak tidak berperilaku “nakal” adalah sebagai berikut:
- Menanamkan aqidah Islam yang kokoh. Hal ini bisa dilakukan dengan mengajaknya berdialog memperhatikan dirinya, alam semesta, juga orang lain dan seluruh kehidupan ini dikaitkan dengan keberadaan Allah SWT sebagai Alkhaliq Almudabbir. Dengan demikian tertanam dalam jiwa anak bahwa ia adalah seorang hamba yang wajib taat aturan Allah swt. Di samping itu dengan mentalqinkan ayat-ayat Al-Qur’an selain untuk membentengi dari gangguan setan juga agar anak terbiasa fokus mendengar dan mengikuti arahan, melembutkan hati anak serta mengikat bonding antara keduanya.
- Memfokuskan niat. Kita perlu mengingat kembali niat dan azzam kita ketika menikah. Yaitu ingin mendidik generasi terbaik yang akan membawa kita ke surga. Kampung halaman kita adalah surga. Kita ini ahli surga. Maka: “Bismillah saya niat mendidik anak agar menjadi hamba Allah yang akan kembali ke surga.” Ini yg harus terus tertanam dalam hati kita. Motivasi ruhiyah inilah yang insyaallah akan menguatkan para ibu agar tidak terbawa emosi ketika menghadapi “anak nakal”.
- Belajar memahami setiap kondisi dan perkembangan anak. Berarti kita sebagai ibu juga harus mencari ilmu mengenai pengasuhan, perkembangan, dan hal-hal terkait hak dan kewajiban serta ilmu fiqh terkait anak. Sehingga kita bisa menerima keadaannya lalu memperbaiki apa yang perlu. Kita juga tidak akan terkejut dengan perubahan dari sisi mental maupun fisik anak yang terjadi. Di samping itu juga untuk menstimulasi agar perkembangannya optimal sesuai usianya.
- Menunjukkan empati, berbicara dari hati ke hati. Disaat anak melakukan hal-hal negatif tariklah nafas dalam-dalam beristighfar kemudian tenangkan diri. Setelah itu sadari kembali bahwa anak kita masih belum mampu mengekspresikan perasaannya. Hendaknya kita tunjukkan empati dan bantu anak dengan dialog dari hati ke hati agar ia mampu mengungkapkan apa yang menggangu dalam pikirannya.
- Beri teladan dan reward saat melakukan hal baik. Ini sudah menjadi syarat untuk pembiasaan amal sholih anak meskipun emosinya masih labil. Memberikan hadiah tidak melulu harus dengan hadiah barang. Bisa dengan kalimat positif atau gerak tubuh dan ekspresi wajah yang gembira untuk mendukung bahwa kita setuju dengan perbuatannya itu merupakan reward yang sederhana namun berkesan di hati anak.
- Tetapkan aturan dan konsisten dalam aturan tsb. Sebelum beraktivitas, bepergian, atau melakukan apapun dengan anak, wajib orang tua membuat kesepakatan. Briefing dulu anak kita misalnya dengan pola kalimat: Jika….. Maka….. Sepakati bersama apa konsekuensi yang harus mereka terima jika melanggar. Lalu konsistenlah.
Terakhir… Mari kita ingat kembali firman Allah: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At Taghaabun: 14- 15)
Sabda Rasulullah ﷺ, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya dari pada ia menshadaqahkan (setiap hari) satu sha’.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam At-Tirmidzi dari sahabat Jabir bin Samurah r.a. Masyaallah. Semoga Allah mampukan kita agar senantiasa ikhlas dalam mendidik anak hingga kita semua layak menjadi ahli surga. Aamiin