Oleh : Rakhmawati Aulia (Founder #intanberbagi)
Beberapa waktu ini media sosial cukup dihebobkan oleh akun Twitter DW Indonesia (25/9), yang mempertanyakan apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ia kenakan.
Sontak cuitan ini menuai reaksi dari para netizen yang merasa terusik atas pembiasaan yang diberikan orangtua untuk melatih anak perempuannya dalam berhijab sejak dini.
Dari unggahan video yang ditampilkan pun, tampak sekali jika DW menyudutkan cara didik orang tua yang memakaikan kerudung pada anaknya yang masih kecil yang terkesan memaksakan kehendak orang tua. (gelora[dot]co, 26/9/20)
Jika kita melihat dengan jeli, maka akan kita dapati bahwa pola berpikir seperti ini adalah pola berpikir yang keliru dan terkatagori narasi berbahaya yang sengaja dihembuskan orang-orang liberal untuk menciptakan atsmosfir islamfobia dibenak para orangtua. Pola berpikir yang keliru seperti ini justru akan menjauhkan anak dari ketaatan, padahal yang kita dambakan adalah anak-anak yang sholeh/ah.
Pembiasaan Taat Sejak Dini
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Didiklah anakmu, karena sesungguhnya engkau akan dimintai pertanggungjawaban mengenai pendidikan dan pengajaran yang telah engkau berikan kepadanya. Dan dia juga akan ditanya mengenai kebaikan dirimu kepadanya serta ketaatannya kepada dirimu.” (Tuhfah al Maudud hal. 123).
Anak adalah titipan bagian dari amanah yang Allah berikan kepada setiap orangtua. Maka sudah menjadi tanggungjawab setiap orangtua untuk memberikan pendidikan dan pengasuhan yang terbaik agar kelak memiliki kepribadian Islam sebagai goal dari tercapainya sebuah tujuan pendidikan
Anak memiliki kepribadian Islam ataukah sebaliknya tergantung dari cara orang tuanya mendidik. Jika sejak kecil si anak tak dikenalkan identitas agamanya, bagaimana mereka bisa mencintai dan taat agama ketika dewasa?
Pembiasaan yang baik haruslah sudah mulai kita bentuk sejak dini, karena untuk mendapatkan intan saja memerlukan proses yang lama dalam mengolah apalagi dalam membentuk kepribadian islam pada anak. Jika tidak tentulah yang akan kita dapati adalah generasi instan yang akan mudah terjerumus kepada perilaku maksiat. Misalnya terjerumus kepergaulan bebas, terjerat narkoba, dst.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita untuk membiasakan anak-anak kita melakukan ketaatan, adab dan perilaku yang baik. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا أوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنينَ ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا ، وَهُمْ أبْنَاءُ عَشْرٍ ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المضَاجِعِ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika usia mereka mencapai tujuh tahun (hijriyah -pen). Pukullah mereka (tidak dengan pukulan yang membekas –pen) dan pisahkan tempat tidur mereka ketika usia mereka mencapai sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud no. 495. Syaikh Al-Albani rahimahullah menilai hadits ini hasan shahih)
Hadits ini memberikan bimbingan kepada kita untuk membiasakan anak-anak kita melakukan ketaatan, meskipun mereka belum mencapai usia balig (mukallaf). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Yang dimaksud dengan pukulan pada hadits ini adalah pukulan yang dengannya terwujud bentuk pengajaran, bukan pukulan yang membahayakan. Oleh sebab itu, orang tua tidak boleh memukul anaknya dengan pukulan yang menyakitkan. Orang tua juga tidak diperbolehkan memukul anaknya terus menerus tanpa adanya kebutuhan akan hal itu. Namun, pukulan hanya boleh dilakukan jika dibutuhkan saja. Misalnya, anak tersebut tidak mau mengerjakan shalat kecuali jika dipukul. Ketika itu, anak tersebut dipukul namun tidak dengan pukulan yang keras, melainkan pukulan biasa saja. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memerintahkan kita untuk memukul mereka dalam rangka pengajaran dan meluruskan mereka, dan bukan untuk menyakiti mereka.” (Syarh Riyadhush Sholihin, III/174)
Dari hadist ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntun kita untuk membiasakan anak-anak kita, baik laki-laki maupun perempuan, untuk melakukan ketaatan ketika mereka belum mencapai usia baligh (mukallaf). Ini merupakan bentuk pembiasaan bagi mereka agar ketika sudah baligh diharapkan mereka sudah terbiasa melakukan berbagai kewajiban syariat atas mereka.
Dengan membiasakan anak berhijab sejak dini, secara langsung kita sedang mendidik mereka untuk taat kepada syariatNya. Hingga ketika anak mencapai usia baligh dia akan memahami tentang menutup aurat dan pakaian syar’i. Jadi, membiasakan anak berhijab sejak dini, why not?
Menciptakan Kondisi Kondusif dalam Membentuk Ketaatan
Membentuk anak taat syariat dan memiliki kepribadian Islam tentu tidak cukup hanya dari kita orangtua saja, tetapi juga harus didukung dengan kondisi yang akan memberikan atsmosfir keataatan itu di tengah-tengah masyarakat.
Akhirnya, penting untuk mencipatkan lingkungan yang kondusif tersebut yang hanya akan kita dapat ketika sistem yang kita pakai bukan dari buatan manusia tetapi haruslah yang berasal dari sang Pencipta.
Sehingga hari ini perlu adanya orang-orang yang melakukan dakwah untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar menyampaikan kesalahan-kesalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, semisal pola pikir yang salah dalam memahami hijab bagi anak usia dini.
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron : 104)
Allahu a’lam bisshowab.