Oleh: Shita Ummu Bisyarah (Aktivis Muslimah Kab. Malang)
Pernah nggak merasa berat untuk memberi? Kadang ketika Allah karuniai rizki, pikiran sudah tak karuan ingin beli ini dan ini, apalagi para perempuan zaman ini, iya nggak girls? Hehe
Ukhti – ukhti yang hidup di zaman kapitalistik ini tersistemis untuk hidup hedonis tak dipungkiri. Screenshot produk – produk toko online mulai dari gamis, khimar, tas, sepatu dll membludak memenuhi memori. Padahal almari mereka masih penuh dengan produk yang sebelumnya mereka beli. Bahkan mereka lupa bahwa dalam harta mereka ada hak saudari. Namun memberi menjadi hal yang berat dilakoni karena bayang – bayang duniawi.
Yup, memberi memang kelihatannya berkurang padahal ia bertambah, kelihatannya memang rugi, tapi sebenarnya dia kekal abadi. Allah janjikan pahala berlipat ganda dalam setiap uang yang kita beri. Padahal Allah adalah dzat yang anti ingkar janji.
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)
Saat sedekah kita akan diuji, apakah memberi sesuatu yang sudah tak kita ingini, atau memberi hal yang paling kita cintai?
Allah berfirman
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
.
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian *harta yang kamu cintai*. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 92).
Atau bisakah kita memberi disaat kita membutuhkan bahkan kekurangan? Atau justru saat rezeki berlebih hingga tak mendapat kita lipat ganda pahala?
Masih ingatkah kisah orang – orang yang dirindu langit, para sahabat Rosul yang rela menjadi kuli panggul di pasar demi bisa berifak untuk jihad melawan Romawi? Yang kemudian pahala dari infaknya walau nilainya tak seberapa, namun pahalanya menyerupai sahabat lain yang kaya dengan infak ribuan dirham.
Para sahabat walau sudah dijamin masuk surga namun tetap berinfak sekuat tenaga. Mengambil sedikit untuk dirinya dan menyerahkan yang banyak untuk Allah dan Rosulnya. Lihat saja sahabat yang gagal miskin Abdurrahman bin Auf, saat perang Tabu’ beliau menginfakkan 2.5 Milyar di jalan Allah, Utsman 1.7 Milyar dan Umar 204 Milyar, masyaAllah. Betapa ringan tangan mereka dalam memberi, belum amal mereka yang lain yang jauh lebih besar dari infaqnya. Maka pantas jika surga merindu mereka.
Tak dipungkiri memberi apalagi sesuatu yang kita cintai adalah hal yang sulit, maka ia butuh imajinasi. Imajinasi yang bersumber dari keimanan yang terpancar dalam hati, sehingga akal terpinpin oleh syariat sang Ilahi. Maka tak akan lagi merasa rugi dengan harta sesungguhnya yang kita miliki yang akan menjadi kekal abadi bahkan dapat menjadi investasi kita kepada sang pemilik bumi. Yuk memberi, tak hanya berupa harta duniawi tapi juga seluruh diri untuk berdakwah menegakkan dien ini di muka bumi. []