Kala Hijab dikriminalisasi
Oleh: Gien Rizuka
(Pegiat Literasi)
Viral, di media sosial seorang dokter spesialis bedah resign dari salah satu rumah sakit di Jakarta. Kejadian ini bermula saat rumah sakit swasta tersebut mengeluarkan kebijakan bagi pendaftar dokter umum untuk melepaskan hijab jika mereka diterima di RS Medistra. Hal ini yang membuat DR.dr. Diani Kartini SpB., Subsp.Onk(K)., mengajukan protes ke manajemen RS.
Bahkan sang dokter berpendapat tajam melihat kebijakan ini. Ia menyebut kebijakan ini mengarah pada rasisme jika ada standar ganda pada pakaian perawat, dokter umum, dokter spesialis dan subspesialis (Posko.co.id, 2/9/24).
Sependapat dengan sang dokter, benar
paham rasisme mesti ditiadakan dalam kehidupan. Mau di ranah masyarakat, pendidikan atau di aspek kesehatan paham yang lahir dari sekuler seperti ide rasisme ini harus dihapuskan dari benak terkhusus kaum muslimin.
Ketambah, pihak Medistra sendiri menanggapi dengan kurang memuaskan. Mereka hanya mengatakan bakal memperketat rekrutmen dan jalinan komunikasi saja tanpa memberi kejelasan yang pasti tentang aturan yang mengharuskan melepas hijab bagi dokter umum.
Sikap kritis sang dokter sesungguhnya telah mewakili hati kaum muslimin. Bagaimana saat ini pakaian muslimah sering kali dikriminalisasi di berbagai aspek, salah satunya dalam pekerjaan. Padahal kemuliaan perempuan salah satunya terletak dari pakaiannya. Di rumah atau pun di tempat umum termasuk di tempat kerja perempuan muslimah mesti menjaga dan memuliakan dirinya dengan pakaian yang menutup aurat. “Wahai Nabi Muhammad, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. (Sesungguhnya) Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Wallahu’alam Bish-shawwab