SuaraInqilabi-PROBOLINGGO – Muslimah Peduli Perempuan dan Generasi Kota Probolinggo menggelar acara Kajian Umum Muslimah dengan tema “Ibu Jadikan Aku Santri Pemimpin Peradaban” bertempat di Rumah Inspirasi Perubahan, Probolinggo, Ahad (20/10/2019).
Hadir dalam acaa tersebut para muslimah Kota Probolinggo dan sekitarnya. Acara kajian khusus muslimah ini dimoderatori dan dibuka oleh Ustadzah Ary Ella, S.E dengan takbir penyemangat. Untuk menghantar keberkahan, Ustadzah Winda Tri Nuryanti melantunkan ayat suci Al-Quran mengawali acara. Kajian Muslimah Probolinggo ini dihadiri juga oleh Ustadzah Tutut Wuryandari, S.Pd, praktisi pendidikan di salah satu pesantren, sekaligus sebagai pemateri.
Dalam paparannya, Ustadzah Tutut Wuryandari, S.Pd memberikan tanggapan dan juga kritik terhadap trailer film The Santri. Menurutnya, banyak hal yang perlu dikritisi sehingga kita harus kembali kepada makna santri yang sebenarnya.
Menurut wikipedia Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Atau bisa disebut juga seorang Muta’aliimin yang belajar agama serta yang mempunya tanggung jawa terdepan untuk menyampaikan islam serta menjadi penjaga islam terpercaya.
“Harapan dari santri adalah menjadi pemimpin peradaban. Namun tidak dengan film yang dipertontonkan sungguh jauh dari adab santri.” Tegas Tutut.
Ustadzah Tutut Wuryandari juga menyampaikan kisah bagaimana perjuangan para penuntut ilmu terdahulu yang diawali dengan belajar adab. Banyak ulama yang mempelajari adab lebih lama dan lebih dulu daripada mempelajari ilmu itu sendiri.
Muhammad Al-Fatih mengajarkan adab sebelum mengajarkan AL Qur’an serta berbagai bidang imu lain sehingga dengan pendidikan berbasis adab dan iman tersebut dia berhasil menjadi pembebas Konstantinopel pada tahun 1453.
Ustadzah Tutut Wuryandari menambahkan, orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam hal pendidikan anak bukan lembaga sekolah.
“Berharap pada lembaga islam dalam sistem yang sangat kental dengan sekuler saat ini sangatlah mengecewakan.” Keluhnya.
Ustadazah yang masih tampak muda ini membeberkan fakta dan realita akhlaq santri yang masih jauh dari harapan dan nilai-nilai islam.
Menjawab pertanyaan peserta, apakah harus memasukan anak anak ke pesantren, Ustadzah Tutut Wuryandari menjawab bahwa tidak harus memasukkan anak-anak ke pondok pesantren.
“Membentuk anak-anak yang berkepribadian islam serta menjadi pemimpin peradaban bisa dengan usaha kita sesuai dengan petunjuk dari Allah dan Rasul Nya dengan cara melakukan pengontrolan. Dibutuhkan kontrol yang harus sengaja dibentuk. ” Ujarnya.
Kontrol dimaksud tambah sang ustadzah ini adalah, Pertama, ketaqwaan Individu ddengan menancapkan pendidikan berbasis aqidah islam dan tanggung jawab utama orang tua, maka dari itu wajib dari kita semua mengisi dan menuntut ilmu dengan islam.Terutama bagi seorang muslimah. Tugas utama dan perannya adalah menjadi Ummun wa Rabbatul Bayt. Ibu dan pengatur rumah tangganya yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.
Kedua, adanya Kontrol Masyarakat, yakni harus ada sekelompoik orang yang melaksanakan kewajiban dari Allah untuk menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran. Berdakwah menasehati masyarakat dan negara dari setiap penyimpangan dari aturan-aturan Allah.
Ketiga, Kontrol Negara. Haruslah ada dari sebuah institusi yang menjaga ketaqwaan itu yang tidak hanya sebatas individual semata tetappi juga memastikan ketaqwaan masyarakatnya secara umum dengan penerapan syariat islam sebagaiman yang juga diajarkan di pondok pesantren.
Acara Kajian Umum Muslimah Probolinggo ini kemudian ditutup dengan pembagian doorprize oleh panitia dan diakhiri dengan doa dan muhasabah oleh Ustadzah Qibthia.[]
Reporter: Isti Qomariyah