Oleh : Ismawati (Aktivis Dakwah Muslimah)
Bagaikan fenomena gunung es, kasus kekerasan terhadap perempuan semakin lama semakin meningkat. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sepanjang tahun 2019 terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat sebanyak 6 % dari tahun sebelumnya sebanyak 406.178 kasus. Dilansir tempo.co (6/3/2020).
Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan, dari tahun 2019 beberapa catatan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan diantaranya : Kekerasan terhadap anak perempuan tahun 2018 sebanyak 1.417 kasus meningkat di 2019 mdnjadi 2019 naik menjadi 65%, kasus inses (kejahatan seksual orang tua atau keluarga kandung) ditambah kekerasan seksual sebanyak 571 kasus. Kasus pengaduan cyber crime berbentuk ancaman dan intimidasi penyebaran foto & video porno sebanyak 281 kasus atau naik 300% dari tahun sebelumnya yang sebanyak 97 kasus.
Telah banyak berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi. Utamanya saat ini , perempuan dipandang sebagai sosok yang lemah. Karena banyak perempuan yang tertindas fisik, hingga kehormatannya. Untuk itu ide kesetaraan genderpun diusungkan dalam rangka memperjuangkan hak-hak perempuan. Barat memberikan solusi atas permasalahan kekerasan terhadap perempuan yang termaktub dalam 12 bidang kritis dokumen BPFa (Beijing Platform for Action) yang sudah berjalan selama 25 tahun. Dan terus dilakukan evaluasi terhadap pencapaian deklarasi tersebut. Dengan tujuan agar 189 negara yang mengadopsi deklarasi ini didorong mengadopsi kesetaraan gender dalam setiap kebijakan.
Karena kaum feminis menganggap perempuan harus memiliki hak yang sama seperti laki-laki dari segi apapun. Hanya saja, konsep kesetaraan gender yang diusungkan malah membuat tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan. Bagaikan obat yang salah resep. Perempuan kian dieksploitasi untuk menghasilkan keuntungan materi. Sehingga kesetaraan gender hanyalah jargon tanpa solusi hakiki yang datang dari pemikiran liberal. Mengejar ketertinggalannya dari laki-laki dari segi finansial, justru lebih menghasilkan kekerasan terhadap perempuan. Dalam sistem kapitalisme, sanksi tegas yng diberikan kepada pelaku kejahatan masih dinilai lemah. Maka, terbuka peluang bagi seseorang untuk terus melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Padahal didalam islam, perempuan merupakan seseorang yang harus dijaga kehormatannya. islam Pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam islam sangatlah jelas. Mereka tak bisa disamakan telah sesuai fitrah masing-masing. Karena perempuan memiliki tugas utama yakni merupakan pencetak generasi. Islam memuliakan kehormatan perempuan yakni dengan tali pernikahan. Sebab, dalam pernikahan laki-laki wajib menjamin kebutuhan pokok istri. Yakni memberikan nafkah kepadanya. Maka, seorang suami memperlakukan istrinya dengan sebaik-baik perlakuan. Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku yang terbaik terhadap istriku.” (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra, Shahih Ibnu Majah: 1608).
Begitupun halnya negara islam, akan memberikan sanksi tegas sesuai dengan syariat terhadap pelaku kekerasan terhadap perempuan. Islam pun mengatur dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada Ikhtilath (campur baur) dalam aktivitas yang tidak syar’i, perempuan diwajibkan menutup aurat, dan laki-laki diwajibkan untuk menundukkan pandangan. Hanya dengan syariah islam secara kaffah yang dapat mampu memutus rantai kejahatan terhadap perempuan.
Wallahu a’lam bishowab.