Tanya Jawab Syeikh Atha bin Abu Rasytah: Wanita Menutup Kedua Kakinya Dalam Shalat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

بسم الله الرحمن الرحيم

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Wanita Menutup Kedua Kakinya Dalam Shalat

Kepada Muhamad Awesat

 

Soal:

As-Salamu ‘alaikum… apa hukumnya dalam shalat di rumahnya, apakah dia wajib menup kedua kakinya dikarenakan menutup aurat termasuk syarat sah shalat?

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

  • Ada di dalam Jawab Soal yang berkaitan dengannya sebagai berikut:

(- Kedua kaki adalah aurat. Wanita harus menutup kedua kakinya. Dalil hal itu adalah:

  1. Allah SWT berfirman terkait pakaian wanita dari bagian bawah.

﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ﴾

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. “ (TQS al-Ahzab [33]: 59)

 

Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke bawah. Dan irkha’ dalam kalimat yudnîna yakni yurkhîna –mereka mengulurkan- itu tidak terealisasi kecuali jilbab itu mencapai kedua kaki, minimal menutupi kedua kaki itu. Jika kedua kaki itu tertutup dengan sepatu atau kaos kaki maka irkhâ’ itu terpenuhi dengan sampainya jilbab itu ke kedua kaki. Sedangkan jika kedua kaki itu tidak tertutup oleh sepatu atau kaos kaki maka jilbab itu wajib mencapai tanah sehingga menutupi kedua kaki. Ini berarti bahwa kedua kaki itu termasuk aurat.

  1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia berkata: “Rasulullah saw bersabda:

«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ» أخرجه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح

“Siapa saja yang mengulurkan pakaiannya karena sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari Kiamat kelak.” Maka Ummu Salamah berkata: “lalu bagaimana wanita memperlakukan ujung pakaiannya?” Rasul saw bersabda: “hendaklah mereka mengulurkannya sejengkal.” Ummu Salamah berkata, “Jika begitu, kedua kaki mereka masih terlihat.” Rasul saw pun bersabda, “Maka hendaklah mereka mengulurkannya sehasta, mereka tidak boleh menambah lebih dari itu.” (HR at-Tirmidzi dan ia berkata: “hadits hasan shahih.”)

 

Hadits tersebut sangat gamblang bahwa wajib bagi wanita menutup kedua kakinya. Ummu Salamah ra. tidak mencukupkan dengan diulurkannya pakaian wanita hanya sejengkal dari bawah “dzuyûlihinna -ujung pakaian mereka-” khawatir kedua kaki wanita akan terbuka (tampak) selama berjalan, khususnya jika wanita berjalan bertelanjang kaki seperti yang terjadi dahulu di banyak kesempatan. Lalu Rasul saw mengizinkan agar pakaian wanita itu diulurkan sehasta dan tidak lebih dari itu. ‘Illatnya jelas di dalam hadits tersebut.

«…إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ …»

“… jika begitu kedua kaki mereka tersingkap…”

 

Ringkasnya bahwa kedua kaki wanita merupakan aurat dan wanita wajib menutup keduanya seperti tempat lainnya dari aurat.

  1. Perlu diketahui, ada pendapat Abu Hanifah tentang bolehnya menampakkan kedua kaki karena beliau berpandangan dalam tafsir firman Allah SWT:

﴿وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾

“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannyakecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (TQS an-Nur [24]: 31)

 

Abu Hanifah berpandangan bahwa “mâ zhahara minhâ -apa yang (biasa) nampak dari padanya-” bukan hanya wajah dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan saja, akan tetapi kedua kaki juga termasuk di dalamnya. Namun, seperti yang kami sebutkan di atas, bahwa pendapat itu pendapat yang marjuh (lemah) dikarenakan penunjukkan ayat yang mulia itu dan hadits at-Tirmidzi. Wallâh a’lam wa ahkam.) selesai.

Ini yang kami adopsi dalam kehidupan umum, jadi wanita tidak boleh keluar sementara ia terbuka kedua kakinya, tetapi seperti yang kami sebutkan di atas:

(Yakni hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke bawah. Dan irkha’ dalam kalimat yudnîna yakni yurkhîna –mereka mengulurkan- itu tidak terealisasi kecuali jilbab itu mencapai kedua kaki, minimal menutupi kedua kaki itu. Jika kedua kaki itu tertutup dengan sepatu atau kaos kaki maka irkhâ’ itu terpenuhi dengan sampainya jilbab itu ke kedua kaki. Sedangkan jika kedua kaki itu tidak tertutup oleh sepatu atau kaos kaki maka jilbab itu wajib mencapai tanah sehingga menutupi kedua kaki. Ini berarti bahwa kedua kaki itu termasuk aurat.)

Tinggal satu masalah yaitu menutup kedua kaki selama shalat. Diantara syarat sah shalat adalah menutup aurat. Karena ini, maka yang rajih menurut kami bahwa kedua kaki wajib ditutup selama shalat. Hanya saja Abu Hanifah berpandangan bahwa kedua kaki bukan aurat. Di dalam Syarhu Mukhtashar ath-Thahawi karya Ahmad bin Ali Abu Bakar ar-Razi al-Jashshash al-Hanafi (w. 370) dinyatakan sebagai berikut:

(Masalah: aurat wanita di dalam shalat.

Abu Ja’far berkata: “adapun wanita maka di dalam shalat dia menutup semua tubuhnya kecuali wajah, kedua telapak tangan dan kedua kakinya”.

Abu Bakar berkata: “dan hal itu karena semua badannya adalah aurat. Tidak halal bagi orang asing memandang darinya kecuali anggota-anggota tubuh itu.

Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah SWT:

﴿وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا﴾

“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannyakecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (TQS an-Nur [24]: 31).

 

Diriwayatkan bahwa itu adalah al-kahlu (celak) dan al-khâtim (cincin). Itu menunjukkan bahwa kedua tangannya dan wajahnya bukan merupakan aurat. Nabi saw bersabda:

«لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ»

“Allah tidak menerima shalat waita yang sudah haid kecuali dengan memakai kerudung”.

 

Hal itu menunjukkan bahwa kepalanya adalah aurat. Selama itu merupakan aurat wajib ditutupi di dalam shalat, sedangkan tangan, wajah dan kaki bukan aurat, jadi wanita tidak harus menutupinya di dalam shalat”) selesai.

Ini adalah pandangan yang marjuh seperti yang kami jelaskan di atas… Akan tetapi kami tidak ingin mentabanni dalam masalah ini, dan itu merupakan masalah ibadah. Jadi wanita yang shalat berdasarkan mazhab hanafi tidak wajib menutup kedua kakinya di dalam shalat… Akan tetapi yang rajih menurut kami adalah wajibnya menutup kedua kaki di dalam shalat sebab kedua kaki merupakan aurat.

 

Ringkasnya:

  1. Pendapat yang rajih menurut kami adalah bahwa kedua kaki merupakan aurat, dan kami mentabani hal itu dalam kehidupan umum. Jadi tidak boleh bagi wanita, keluar dari rumahnya kecuali dengan mengenakan jilbabnya yang menutupi kedua kakinya, baik apakah jilbab itu mencapai tanah dengan kadar yang cukup untuk menutupi kedua kakinya ketika berjalan jika ia berjalan bertelanjang kaki, atau jilbab itu mencapai kedua mata kaki jika ia mengenakan kaos kaki untuk menutup kedua kakinya. Hal itu agar terealisir penjuluran (al-idnâ`) yaitu mengulurkan (irkhâ`) jilbab ke kedua kaki seperti yang kami jelaska secara rinci di an-Nizham al-Ijtimâ’iy.
  2. Adapun menutup kedua kaki di dalam shalat maka yang rajih menurut kami adalah wajibnya menutupi keduanya. Akan tetapi kami tidak mentabanni dalam masalah ini sebab itu adalah ibadah. Jadi wanita yang berjalan di atas mazhab Abu Hanifah, dia tidak wajib menutup kedua kakinya selama shalat.

Ini yang jadi pandangan kami dalam masalah ini Wallâh a’lam wa ahkam.

 

 

Saudaramu

 

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

27 Jumadu Tsaniyah 1438 H

26 Maret 2017 M

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *