Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Pertanyaan, syaikhuna al-fâdhil, semoga Allah melimpahkan berkah kepada Anda dan menambah keluasan dalam ilmu Anda dan kesehatan dalam badan Anda. Saya ingin bertanya tentang tafsir firman Allah SWT dalam surat an-Nûr, wa ba’du. Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
﴿وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاء اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ﴾
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan…” (TQS an-Nur [24]: 60).
Siapakah al-qawâ`id dari kalangan wanita itu tepatnya? Apa hukum-hukum khusus dengan mereka? Apakah “mereka tidak ingin menikah” itu yang dimaksud adalah faktor usia? Lalau kalau begitu, apa standar usianya? Ataukah itu berkaitan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita dan diketahui sebagai usia menopause dan ini tidak tertentu (usianya). Semoga Allah memberi Anda balasan yang lebih baik dan memberi pertolongan kepada Anda.
Nasrin Boazhafiriy
Jawab:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.
Terkait dengan pertanyaan Anda tentang ﴿وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ﴾ dalam ayat yang mulia, maka untuk Anda sebagai berikut:
- Seperti yang Anda tahu, metode tafsir adalah merujuk kepada hakikat syar’iyah terlebih dahulu. Maka kita mencari jika di situ ada tafsir yang dinyatakan di dalam nash syar’iy. Jika kita temukan, maka kita ambil. Jika tidak kita temukan, maka kita beralih kepada bahasa sebab al-Quran diturunkan dengan bahasa arab.
﴿وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ * نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ * عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ * بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ﴾
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam (192) dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), (193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, (194) dengan bahasa Arab yang jelas.” (TQS asy-Syu’ara [26]: 192-194).
﴿إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya” (TQS Yusuf [12]: 2).
Seperti yang saya ketahui, tidak ada nash syar’iy yang menyatakan tafsir “ al-qawâ’id min an-nisa` ”. Karena itu kita merujuk kepada makna bahasa dalam menafsirkan kata al-qawâ’id.
Sesuai bahasa, kata al-qawâ’id digunakan untuk wanita, bentuk jamak dari kata qâ’idun. Maka kita katakan imra`atun qâ’idun dan nisâ`un qawâ’idun. Maknanya adalah “qu’ûd –duduk/terputus-“ karena usia tua yakni disebabkan usia tua. Jadi imra`atun qâ’idun yakni ia menjadi lamban karena usianya yang tua. Adapun jika kita maksudkan bahwa dia wanita yang sedang duduk, maka kita katakan dalam bahasa “imra`atun qâ’idatun” dan tidak kita katakan “qâ’idun”. Karena itu, makna al-qawâ’idu min an-nisâ` yakni wanita yang menjadi lamban karena usianya yang tua. Dengan ungkapan lain wanita tua yang duduk dari perhiasan kehidupan berupa haidh, melahirkan dan perkawinan, dengan makna tidak ingin kawin dan tidak diinginkan untuk dikawini, dengan ketentuan bahwa dia sudah tidak haidh dan tidak melahirkan,. Yakni dia bukan wanita muda yang tidak ingin kawin, juga bukan wanita pada usia menopause seperti yang mereka katakan, yakni tidak haidh lagi dan tidak melahirkan, akan tetapi ia masih ingin kawin dan diinginkan untuk dikawini. Bukan begitu, sebab menopause kadang dimulai setelah usia empat puluh atau lima puluh tahun… sementara ia masih ingin kawin dan diinginkan untuk dikawini. Begitulah, maka makna wa al-qawâ’idu min an-nisâ` dalam ayat yang mulia itu adalah:
Wanita tua yang “duduk” (terputus) dari haidh dan melahirkan, yang mereka tidak ingin kawin, sehingga salah seorang dari mereka tidak ingin kawin dan tidak diinginkan untuk dikawini… Wanita-wanita itulah al-qawâ’idu.
Untuk penjelasan makna al-qawâ’idu dalam bahasa dan tafsir maka saya sebutkan sebagai berikut:
Pertama, makna al-qawâ’idu dalam bahasa jika dikaitkan dengan wanita:
– Dinyataka di Lisân al-‘Arab:
“wa qa’adat al-mar`atu ‘an al-haydh wa al-waladi taq’udu qu’ûdan wa hiya qâ’idun: ia terputus darinya, dan bentuk jamaknya qawâ’idun. Dan di dalam at-Tanzîl (al-Quran): “wa al-qawâ’idu min an-nisâ` ”, az-Zujaj berkata dalam menafsirkan ayat tersebut: mereka adalah para wanita yang qa’adna (duduk/terputus) dari perkawinan. Ibnu as-Sikit: imra`atun qâ’idun jika ia terputus dari haid. Dan jika engkau inginkan al-qu’ûd (duduk), engkau katakan: qâ’idatun. Abu al-Haytsam berkata: “al-qawâ’idu termasuk sifat perempuan, tidak dikatakan rijâlun qawâ’idun. Al-Qawâ’idu: bentuk jamak dari qâ’idun yaitu wanita yang usianya tua. Begitulah dikatakan tanpa huruf al-hâ`, artinya bahwa dia qu’ûd (terputus). Adapun qâ’idatun maka itu adalah bentuk fâ’ilatun dari qa’adat qu’ûdan, dan dibentuk jamak qawâ’idun juga”, selesai.
– Di Tâj al-‘Arûs (9/49) dinyatakan:
(wa) termasuk majaz: al-qâ’idu min an-nisâ` (yang duduk –terputus- dari melahirkan dan (‘an) haidh dan (‘an) pernikahan. Bentuk jamaknya qawâ’idu. Ibnu al-Atsir berkata: “al-qawâ’idu: jamak dari qâ’idu yaitu perempuan berusia tua. Begitulah dikatakan tanpa huruf al-hâ`, yakni bahwa dia punya qu’ûdun (keterpususan). Adapun qâ’idatun maka itu adalah bentuk fâ’ilatun dari ucapan Anda (qad qa’adat qu’ûdan) dan juga dibentuk jamaknya qawâ’idu), selesai.
Kedua: makna al-qawâ’idu dalam berbagai tafsir:
– Di dalam Tafsîr al-Qurthubiy dinyatakan:
Surat an-Nur [24] ayat 60.
Firman Allah SWT: “wa al-qawâ’idu min an-nisâ` “, al-qawâ’idu bentuk tunggalnya qâ’idatun, tanpa huruf al-hâ`, agar penyembunyiannya menunjukkan bahwa dia duduk karena usia tua… al-qawâ’idu: wanita yang lemah yang duduk dari melakukan tasharruf karena usia, dan duduk (terputus) dari melahirkan dan haid. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
– Dinyatakan di Tafsîr an-Nasafi:
Madâriku at-Tanzîl wa Haqâ`iqu at-Ta`wîl (2/519).
( wa al-qawâ’idu) jamak dari qâ’idun sebab itu termasuk sifat khusus untuk wanita seperti ath-thâliqu dan haid, yakni para wanita yang duduk (terputus) dari haid dan melahirkan karena usia tua mereka (min an-nisâ`) adalah hâl (keterangan) al-lâtî lâ yarjûna nikâhan –yang mereka tidak ingin kawin- yakni berkeinginan di dalamnya…
Ketiga: ringkasnya bahwa al-qawâ’idu min an-nisâ` adalah wanita tua yang karena usianya tuanya ia duduk (terputus) dari haid dan kelahiran sehingga ia tidak hamil dan tidak melahirkan. Demikian juga ia qa’adat (duduk/terputus) dari perkawinan sehingga ia tidak ingin kawin, yakni tidak menginginkan perkawinan dan tidak diinginkan untuk dikawini… Artinya ia qa’adat (duduk/terputus) dari semua perkara ini.
Saya harap masalah tersebut telah menjadi jelas. Dan semoga Allah bersama Anda.
Saudaramu
Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah
5 Rabiul Awal 1438 H
4 Desember 2016 M