Konnichiwa

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Konnichiwa

Oleh Firda Umayah

“Akeno, besok kalau Mama sudah tiada, tetaplah tinggal di rumah ini,” ucap seorang ibu kepada anak laki-laki satu-satunya itu.

Namun Akeno hanya diam. Ia sudah sering menjelaskan akan tinggal di luar kota. Ia ingin mengetahui dunia luar.

Mamanya tetap saja melontarkan kata-kata yang sama setiap harinya. Itu diucapkan saat Akeno akan berangkat kerja.

…..

Pagi itu, Akeno rupanya masih lelah akibat lembur kerja yang ia lakukan semalam. Ia tak sadar tertidur usai menaiki sebuah bis umum. Tak lama, seorang penumpang menepuk pundaknya dan menanyakan tujuan perjalanannya.

“Hyogo,” jawab Akeno.

“Anda salah tujuan. Bis ini mengarah ke Kyoto,” jawab penumpang yang terlihat ramah tersebut.

Akeno lantas berdiri melihat pemandangan yang ada di luar jendela bis. Rupanya benar, itu wilayah yang berbeda dari yang biasanya. Bis pun berhenti. Penumpang ramah itu lantas mengajak Akeno ikut turut.

“Ikutlah denganku. Sepertinya kau butuh hiburan. Ambillah cuti hari ini saja. Kau pun sudah telat,” ucap pemuda yang nampak seusianya.

Akeno pun mengikuti langkah pemuda tersebut. Setelah turun, pemuda itu lalu mengajak Akeno berkenalan.

“Ahmad,” ucap pemuda itu singkat.

“Ahmad? Aku tak pernah mendengarnya. Apakah kamu orang Jepang?”, tanya Akeno.

Ahmad lalu tertawa dan menjelaskan bahwa Ahmad adalah nama hijrah setelah ia menjadi muslim. Ia adalah pemuda asli Jepang yang bernama Akio.

Akio yang sangat ramah membuat Akeno nyaman. Ia berbicara asyik dengan Ahmad. Ahmad pun mengajaknya untuk singgah ke rumahnya.

“Konnichiwa,” ucap Akeno.

“Wa’alaikumussalam,” jawab orang-orang yang ada di rumah Akio.

Akeno merasa heran dengan jawaban itu. Ia melihat keluarga yang cukup ramai karena terdapat tiga anak kecil dan dua perempuan dewasa.

Ahmad lalu menjelaskan kenapa keluarganya menjawab salam seperti itu. Ia juga menceritakan bahwa ketiga anak kecil adalah anak-anaknya dan dua perempuan itu adalah istri dan ibunya.

Ahmad bekerja di ladang dekat rumahnya. Ia baru saja mengunjungi saudara yang ada di Shiga. Karena ia melihat Akeno nampak lelah dan bingung maka Ahmad mengajaknya agar Akeo dapat merasakan udara segar di desanya, Miyama.

Akeno merasa senang berada di rumah Ahmad. Ia tak pernah merasakan hangatnya keluarga karena ia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Akeno melihat bagaimana Ahmad memperlakukan keluarganya dengan sangat baik. Khususnya kepada ibunya.

Ahmad turut membantu menyuapi ibunya yang sedang terkena stroke. Ahmad juga begitu lembut ketika berbicara dengan ibunya dan turut menyiapkan segala kebutuhan ibunya.

Ahmad yang menyadari pandangan Akeno lantas tersenyum dan mengajaknya untuk berkeliling desa. Ahmad banyak menjelaskan kepada Akeno betapa mulianya ibu dalam agama Islam. Ahmad juga mengatakan bahwa selama ibunya masih ada, ia akan berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

Akeno yang menyimak lantas bertanya. Mengapa Ahmad yang hanya lebih tua tiga tahunnya telah berkeluarga dan memiliki tiga anak. Ahmad menjelaskan bahwa nabi Muhammad saw. menyukai umatnya dengan jumlah yang banyak. Menikah adalah bagian dari ibadah bagi mereka yang mampu.

Ahmad rupanya telah menikah sejak usia 25 tahun. Sedangkan Akeno yang kini berusia 30 tahun masih senang memilih berkarier daripada mengurusi urusan asmara. Apalagi beberapa rekan kerjanya turut mengkampanyekan ide “child free”. Maka tak heran kini Jepang dihantui krisis populasi.

Akeno cukup banyak belajar mengenal Islam selama hampir lima jam berada di rumah Ahmad. Waktu itu juga ia gunakan untuk tidur sejenak di kamar Ahmad. Dari banyak perbincangan Akeno dengan Ahmad, membuatnya sadar bahwa ia harus menjaga ibunya di saat ibunya tak memiliki siapapun selain dirinya. Menjelang jam empat sore, Akeno pamit dan diantar Ahmad menuju halte dan menunggu hingga bis jurusan Shiga datang.

……..

“Konnichiwa,” ucap Akeno setelah sampai rumah.

Ibunya tersenyum lebar sembari menanyakan menu makan malam apa yang ia inginkan. Setengah senja terbenam, Akeno dan ibunya makan malam bersama.

“Akeno, tinggallah dengan mama di sini. Kalau tidak, rumah ini akan jadi akiya,” ucap Mama Akeno.

Akeno tersenyum lantas menjawab, “Baiklah, Mama. Akeno akan tetap di sini bersama Mama. Maafkan jika Akeno egois sebelumnya.”

Mama yang terharu lantas menangis bahagia. Ia tak menyangka anaknya akan berubah pikiran secepat itu. Akeno lantas memeluk Mama hingga tangis Mama reda.

Setelah itu, Akeno menceritakan apa yang ia alami hari ini. Ia juga mengutarakan bahwa ia berubah pikiran setelah ia melihat langsung bagaimana Ahmad memperlakukan ibunya.

Akeno lantas meminta ijin Mama agar bisa kembali menemui Ahmad untuk mengenal Islam lebih dekat. Mama Akeno yang merasakan perubahan anaknya lantas mengijinkan Akeno untuk kembali menemui Ahmad setiap akhir pekan. Mama juga mengijinkan Ahmad dan keluarganya jika ingin berkunjung ke rumahnya di Kora, Shiga.

***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *