Al Khansa binti Amr

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tumāḍir bint ʿAmr ibn al-Ḥārith ibn al-Sharīd al-Sulamīyah

Lahir: 575 M, Najd, Oman

Sebaik-baik kisah tentang keridhaan seorang ibu ada pada keluarga Khansa binti Amru. Sosok sahabiyah yang mempersembahkan keempat anaknya sebagai syuhada. Ia digelari “Ibunda Para Syuhada”. Tiadalah anak-anaknya bersemangat menjemput syahid jika bukan karena didikan Khansa.

Khansa lahir pada zaman jahiliyah kaum Quraisy. Ia tumbuh besar di tengah suku Arab, Bani Mudhar. Khansa digambarkan sebagai sosok yang mulia, murah hari, tenang, pemberani, dan jujur. Ia juga memiliki kelebihan lain, yakni bersyair. Syairnya indah seperti jiwanya. Kata-katanya menghujam seperti tekadnya.

Al khansa masuk islam

Pada masa Jahiliyah tersebutlah seorang penyair wanita ulung bernama al-Khansa. Syair-syairnya begitu memikat. Simaklah syiar ratapan terbaik yang pernah diciptakannya , sesaat setelah kematian saudaranya yang bernama  Shakr:

“Air mataku terus bercucuran dan tak pernah mau membeku

ketahuilah… mataku menangis

karena kepergian Sakhr, sang dermawan

ketahuilah… mataku menangis

karena kepergian sang gagah berani

ketahuilah… mataku menangis

karena kepergian pemuda yang agung”

Al-Khansa bernama Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid. Cahaya Islam yang ditebarkan Rasulullah di Jazirah Arab telah mengetuk pintu kesadarannya. Bersama beberapa orang dari kaumnya, sang penyair menghadap Rasulullah SAW. Ia menyatakan keislamannya dan bertekad membangun aqidah tauhid.

Sang penyair pun menjadi seorang Muslimah yang baik. Ia pun menjadi salah seorang Muslimah teladan sekaligus  figur yang cemerlang dalam keberanian dan kemuliaan diri. Al-Khansa menjadi teladan mulia bagi para ibu Muslimah.

Suatu ketika Rasulullah SAW memintanya bersyair. Pemimpin terbaik sepanjang zaman itu mengagumi bait-bait syair al-Khansa’. Ketika al-Khansa sedang bersyair, Rasulullah SAW berkata, “Aduhai, wahai Khansa, hariku terasa indah dengan syairmu.”

 

Syahdan suatu hari ia bersyair untuk ayahnya Mua’wwiyah dan saudara lelakinya Shakhr yang gugur dalam peperangan di masa jahiliyah. Ia mengucapkan syair sembari meneteskan air mata. Umat bin Khattab RA yang melihatnya pun bertanya, “Mengapa engkau menangis Khansa?” Ia pun menjawab, “Aku menangisi ayah dan saudaraku.” Umar pun menegur Khansa karena mereka berdua meninggal dalam keadaan kafir. “Justru itulah yang membuatku lebih kecewa dan sedih lagi. Dulu aku menangisi Sakhr atas kehidupannya. Sekarang aku menangisinya karena ia adalah ahli neraka.”

Kepandaian Al Khansa dalam bersyair

Dalam sebuah riwayat lain, sahabat Adi bin Hatim dan saudarinya Safanah binti Hatim datang ke Madinah dan menghadap Rasulullah. Adi berkata, “Ya Rasulullah, dalam golongan kami ada orang yang paling pandai dalam bersyair, orang yang paling pemurah hati, dan orang yang paling pandai berkuda.”

Mendengar hal itu, Baginda meminta Adi bin Hatim menyebutkannya. Adi bin Hatim pun menyebutkan orang-orang itu. “Yang paling pandai bersyair adalah Umru’ul Qais bin Hujr dan orang yang paling pemurah hati adalah Hatim Ath-Tha’i, ayahku. Sedangkan yang paling pandai berkuda adalah Amru bin Ma’dikariba.”

 

Seketika, Rasulullah menukas nama-nama yang disebutkan Adi bin Hatim. Kemudian, Baginda bersabda, “Apa yang telah engkau katakan itu salah, wahai Adi bin Hatim. Orang yang paling pandai bersyair adalah Al-Khansa binti Amru dan orang yang paling murah hati adalah Muhammad Rasulullah serta orang yang paling pandai berkuda adalah Ali bin Abi Thalib.”

Kemampuannya bersyair pun diakui oleh banyak sahabat Rasulullah. Jarir RA pernah ditanya oleh sesorang, “Siapakah yang paling pandai bersyair?” Jarir pun berkata “Kalau tidak ada al-Khansa tentu aku.”

Bakatnya sebagai seorang penyair sangat mumpuni. Begitu pun kasih sayang terhadap suami dan keempat anaknya yang tiada tara.

 

Kehidupan Al Khansa

Muslimah yang memiliki nama lengkap Tumadhar binti ‘Amr bin Syuraid bin ‘Ushayyah As-Sulamiyah ini menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As Sulami. Dari pernikahan itu, ia mendapatkan empat orang anak laki-laki.

Kasih sayang dan ilmu yang berlimpah ia berikan kepada anak-anaknya. Sehingga, keempat anaknya itu menjadi pahlawan Islam yang tersohor. Keempatnya wafat sebagai syuhada pada perang Qadisiyah.

Sebelum peperangan dimulai, terjadi perdebatan yang sengit di rumah Al-Khansa. Keempat putranya saling memperebutkan kesempatan untuk ikut berperang melawan tentara Persia. Mereka juga berdebat tentang siapayang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka.

Satu sama lain saling tunjuk menunjuk untuk tinggal di rumah bersama ibunya. Keempatnya memiliki keinginan besar untuk melawan musuh. Pertengkaran itu pun terdengar oleh Al-Khansa dan mengumpulkan semua anak-anaknya.

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan dan berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia. Sesungguhnya, kalian adalah putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama,” ujarnya.

Ia melanjutkan, tidak pantas baginya untuk mengkhianati ayahanda dari keempat anaknya ataupun membuat malu paman mereka atau mencoreng tanda di kening keluarganya. “Jika kalian melihat perang di jalan-Nya, singsingkanlah lengan baju kalian dan berangkatlah. Majulah hingga barisan depan, niscaya engkau akan mendapatkan pahala di akhirat tepatnya di negeri keabadian.”

Ia pun memberikan ridha bagi keempat anaknya untuk berjihad. “Berangkatlah kalian dan bertempurlah hingga syahid menjemput kalian.” Keempatnya pun bergegas menuju medan perang. Mereka saling berjuang melawan musuh-musuh Allah dan berhasil membunuh banyak pasukan Persia. Pada akhirnya syahid datang dan menjemput mereka.

Al-Khansa pun mendengar syahid keempat anak-anaknya. Namun, bukanlah air mata yang mengalir deras dari matanya, melainkan binaran tanda syukur dan ia berkata “Alhamdulillah, yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah, segera menjemputku dan mempertemukan aku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya di Firdaus-Nya yang luas.”

Keikhlasan dirinya sebagai seseorang yang mengandung anak-anaknya selama sembilan bulan tak terbandingi nilainya. Doanya untuk dipertemukan dengan keempat putra yang syuhada datang. Ia wafat pada masa permulaan Khalifah Utsman bin Affan RA, tepatnya pada 24 Hijriyah.

Akhir hayat Al Khansa

Meninggal: 645 M, Najd, Oman. Pada masa kekhilafahan utsman bin affan pda 24 H

Anak: Muʿawiyah bin Mirdās, ʿAmr bin Mirdās, ʿAmrah bin Mirdās, Yazīd bin Mirdās

Saudara kandung: Sakhr ibn ʿAmr ibn al-Harīth ibn al-Sharīd al-Sulamī,

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *