Oleh : Ghafarri Khairunnisa
Sahabat Nabi SAW yang memiliki nama Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid atau yang lebih dikenal dengan nama Al Khansa ini berasal dari Bani Mudhar, lahir di Najd – Oman pada 575 masehi.
Al Khansa pada zaman jahiliyah kaum Quraisy digambarkan sebagai sosok yang mulia, murah hati, tenang, pemberani, jujur, juga apa adanya. Kelebihan lain yang dimiliki sahabat Al Khansa ini adalah bersyair. Syair syairnya begitu memikat.Ini adalah salah satu syair terbaiknya, sesaat setelah kematian saudaranya yang bernama Shakr.
“Air mataku terus bercucuran dan tak pernah mau membeku
ketahuilah… mataku menangis
karena kepergian Sakhr, sang dermawan
ketahuilah… mataku menangis
karena kepergian sang gagah berani
ketahuilah… mataku menangis
karena kepergian pemuda yang agung”
Cahaya islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW di Jazirah Arab telah membuat Al Khansa masuk islam karena kesadarannya. Suatu ketika Rasulullah SAW memintanya bersyair. Pemimpin terbaik sepanjang zaman itu mengagumi bait-bait syair al-Khansa’. Ketika al-Khansa sedang bersyair, Rasulullah SAW berkata, “Aduhai, wahai Khansa, hariku terasa indah dengan syairmu.”
Dalam sebuah riwayat lain, sahabat Adi bin Hatim dan saudarinya Safanah binti Hatim datang ke Madinah dan menghadap Rasulullah. Adi berkata, “Ya Rasulullah, dalam golongan kami ada orang yang paling pandai dalam bersyair, orang yang paling pemurah hati, dan orang yang paling pandai berkuda.”
Mendengar hal itu, Baginda meminta Adi bin Hatim menyebutkannya. Adi bin Hatim pun menyebutkan orang-orang itu. “Yang paling pandai bersyair adalah Umru’ul Qais bin Hujr dan orang yang paling pemurah hati adalah Hatim Ath-Tha’i, ayahku. Sedangkan yang paling pandai berkuda adalah Amru bin Ma’dikariba.”
Kemampuannya bersyair pun diakui oleh banyak sahabat Rasulullah. Jarir RA pernah ditanya oleh sesorang, “Siapakah yang paling pandai bersyair?” Jarir pun berkata “Kalau tidak ada al-Khansa tentu aku.”
Suatu hari ia pernah ditegur oleh Umar bin Khattab karena syairnya. Ia bersyair untuk ayahnya Mua’wwiyah dan saudara lelakinya Shakhr yang gugur dalam peperangan di masa jahiliyah. Ia mengucapkan syair sembari meneteskan air mata. Umat bin Khattab RA yang melihatnya pun bertanya, “Mengapa engkau menangis Khansa?” Ia pun menjawab, “Aku menangisi ayah dan saudaraku.” Umar pun menegur Khansa karena mereka berdua meninggal dalam keadaan kafir. “Justru itulah yang membuatku lebih kecewa dan sedih lagi. Dulu aku menangisi Sakhr atas kehidupannya. Sekarang aku menangisinya karena ia adalah ahli neraka.”
Al khansa ini menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As Sulami. Dari pernikahan itu, ia mendapatkan empat orang anak laki-laki. Mereka bernama Muʿawiyah bin Mirdās, ʿAmr bin Mirdās, ʿAmrah bin Mirdās, dan Yazīd bin Mirdās.
Berkat kasih sayang dan ilmu yang berlimpah yang diberikan kepada keempat anaknya, anak anaknya menjadi pahlawan islam. Yang kemudian wafat sebagai syuhada di perang Qadisiyah.
Sebelum peperangan dimulai, terjadi perdebatan yang sengit di rumah Al-Khansa. Keempat putranya saling memperebutkan kjkesempatan untuk ikut berperang melawan tentara Persia. Mereka juga berdebat tentang siapa yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka.
Satu sama lain saling tunjuk menunjuk untuk tinggal di rumah bersama ibunya. Keempatnya memiliki keinginan besar untuk melawan musuh. Pertengkaran itu pun terdengar oleh Al-Khansa dan mengumpulkan semua anak-anaknya.
“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan dan berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia. Sesungguhnya, kalian adalah putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama,” ujarnya.
Ia melanjutkan, tidak pantas baginya untuk mengkhianati ayahanda dari keempat anaknya ataupun membuat malu paman mereka atau mencoreng tanda di kening keluarganya. “Jika kalian melihat perang di jalan-Nya, singsingkanlah lengan baju kalian dan berangkatlah. Majulah hingga barisan depan, niscaya engkau akan mendapatkan pahala di akhirat tepatnya di negeri keabadian.”
Ia pun memberikan ridha bagi keempat anaknya untuk berjihad. “Berangkatlah kalian dan bertempurlah hingga syahid menjemput kalian.” Keempatnya pun bergegas menuju medan perang. Mereka saling berjuang melawan musuh-musuh Allah dan berhasil membunuh banyak pasukan Persia. Pada akhirnya syahid datang dan menjemput mereka.
Al-Khansa pun mendengar syahid keempat anak-anaknya. Namun, bukanlah air mata yang mengalir deras dari matanya, melainkan binaran tanda syukur dan ia berkata “Alhamdulillah, yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah, segera menjemputku dan mempertemukan aku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya di Firdaus-Nya yang luas.”
Sebaik-baik kisah tentang keridhaan seorang ibu ada pada keluarga Khansa binti Amr. Sosok sahabiyah yang mempersembahkan keempat anaknya sebagai syuhada. Ia digelari “Ibunda Para Syuhada”. Tiadalah anak-anaknya bersemangat menjemput syahid jika bukan karena didikan Khansa.
Kemudian Al Khansa meninggal pada masa pemerintahan Ustman bin Affan pada 24 H.
Editor : Selvi Tridayani