SISTEM KAPITALIS, IBADAH HAJI JADI AJANG BISNIS

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

SISTEM KAPITALIS, IBADAH HAJI JADI AJANG BISNIS

Oleh Siti Mariani

Aktivis Dakwah

Ibadah haji dan umroh adalah impian dan idaman bagi setiap muslim di seluruh dunia, termasuk jamaah Indonesia salah satunya. Mulai dari pejabat negara sampai rakyat jelata ingin menunaikannya. Dengan cara menabung para pedagang, tukang becak dan petani berharap bisa mengunjungi rumah Allah di Mekah Al Mukaromah untuk menunaikan ibadah haji. Ketetapan pemerintah menaikkan biaya ongkos naik haji (ONH) tak pelak membuat pupus segala angan dan cita-cita, yang tersisa hanya kecewa dikarenakan mereka sudah menunggu bertahun-tahun.

Dikutip dalam CNN Indonesia.com (19/01/23), Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang harus dibayarkan oleh calon jemaah haji jadi sebesar Rp69 juta. Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh dana nilai manfaat sebesar Rp29,7 juta.

Secara akumulatif, komponen yang dibebankan pada dana nilai manfaat sebesar Rp5,9 triliun.

“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp98.893.909, ini naik sekitar Rp514 ribu dengan komposisi Bipih Rp69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp29.700.175 juta atau 30 persen,” kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis (19/1)

Sedangkan di Arab Saudi, biaya perjalanan haji mengalami penurunan sebesar 30%. Sebagaimana yang disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief membenarkan bahwa Arab Saudi menurunkan paket layanan haji 1444 H sekitar 30% dari harga yang mereka tetapkan tahun 2022. Menurutnya, penurunan paket haji itu juga sudah diperhitungkan dalam usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ( BPIH ) 1444 H/ 2023 M yang disusun pemerintah.

Tingginya kenaikan biaya ongkos naik haji yang ditetapkan oleh pemerintah memicu berbagai pendapat. Bagi yang berkemampuan dianggap wajar dan bisa menerima asalkan diiringi dengan fasilitas dan pelayanan yang memadai, sedangkan bagi rakyat kecil yang berpenghasilan rendah tetapi ingin naik haji begitu dirasa sangat memberatkan.

Ditengah sulitnya ekonomi paska pandemi covid 19, bencana alam gempa, banjir, dan gunung meletus sudah seharusnya negara memahami kesulitan yang dihadapi rakyatnya, bukan malah menambah beban mereka.

KAPITALISASI IBADAH HAJI

Sistem sekularisme kapitalis yang diterapkan d hampir seluruh dunia menjadikan pandangan hidup mereka hanyalah berdasarkan materi, begitu juga dengan penguasa yang seharusnya menjadi pengayom bagi masyarakat berpindah menjadi pengusaha yang menjadikan ketetapan peraturannya berdasarkan untung dan rugi. Bahkan di wilayah beribadatan pun tak luput dari lahan yang bisa menghasilkan cuan.

Kenaikan Biaya ONH yang terjadi di negeri ini juga tak lepas dari pola pikir kapitalis yang sudah mengakar di indonesia. Di mana ada peluang untuk mendapatkan untung, maka disitulah otak bisnis para kapitalis akan bermain. Banyaknya jumlah calon jemaah haji yang setor ONH, serta waktu tunggu yang panjang, menjadikan para kapitalis tergiur untuk memanfaatkan dana tersebut.

Imbasnya adalah perhitungan untung dan rugi dalam pengelolaan dana. Alhasil, kenaikan biaya bukan semata karena kurs rupiah, tetapi juga imbas dari semangat berbisnis yang sangat besar hadir dalam pengelolaan dana. Padahal peran negara seharusnya mempermudah urusan rakyat dalam beribadah, tetapi pada faktanya rakyat dijadikan alat untuk memperoleh keuntungan.

PENGELOLAAN IBADAH HAJI DALAM SISTEM ISLAM

Dalam Islam, ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim yang memiliki kemampuan. Sebagaimana firman Allah SWT. di dalam Al Qur’an, yang artinya :

“…(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97).

Oleh karena itu, negara bertanggung jawab penuh untuk mengupayakan terlaksananya kewajiban ini atas setiap muslim. Tanggung jawab ini meliputi beberapa hal, diantaranya :

– Menetapkan mekanisme yang baik supaya setiap muslim yang mampu bisa melaksanakan ibadah haji dengan jangka waktu tunggu yang tidak terlalu lama.

– Pengelolaan Haji tidak berorientasi bisnis/keuntungan. Penetapan ONH betul-betul berdasarkan biaya transportasi dan akomodasi selama menjalankan ibadah tersebut. Serta tidak boleh memanfaatkan biaya haji tersebut untuk keperluan lain di luar urusan ibadah haji.

– Menyediakan sarana dan prasarana agar jamaah haji bisa melaksanakan ibadah dengan khisu’ dan nyaman.

– Dalam sistem Islam wilayah daulah merupakan satu kesatuan sehingga tidak perlu pengurusan visa jika akan melakukan ibadah haji.

Demikianlah keagungan pengaturan ibadah haji dalam sistem Islam. Dalam pemerintahan Islam, Tidak boleh sama sekali ada keuntungan dalam penyelenggaraan haji oleh pihak mana pun di sebabkan Tanah Haram adalah tanah seluruh kaum muslim. Di sinilah urgensi perjuangan mengembalikan sistem pemerintahan Islam (kekhalifahan Islam).

Dalam hal ini, khilafah akan menyelenggarakan ibadah haji sesuai prinsip syariat, melakukan pelayanan maksimal kepada para jemaah, membangun infrastruktur, serta menyediakan berbagai fasilitas sebagai bentuk riayatusy syu’unil ummah. Prinsip syariat yang dijalankan oleh institusi pemerintahan Islam meniscayakan penyelenggaraan ibadah haji akan efisien dan berkah bagi seluruh kaum muslim.

Wallaahu a’lam bishawwab

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *