Pengungsi Rohingya Terombang-ambing Sebab Nation State

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pengungsi Rohingya Terombang-ambing Sebab Nation State

Oleh Leny Agustin, S.Pd

(Aktivis Muslimah) 

 

Miris. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyatakan bahwa respons sejumlah pihak yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Dia menilai hal tersebut sebagai kemunduran keadaban bangsa ini.

Menurut catatan Amnesty, Selasa (14/11/2023) lalu, perahu berisi 194 pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh. Menyusul kedatangan tersebut, keesokan harinya datang perahu berisi 147 pengungsi lagi ke Pidie. Sumber lokal di tempat kejadian menyebutkan bahwa kedua perahu tersebut diterima dengan baik dan semua pengungsi saat ini berada di tempat penampungan. Perahu lain yang berisi sekitar 247 pengungsi Rohingya, Kamis (16/11/2023) mencoba turun di Bireun, Aceh. Informasi dari sumber kredibel Amnesty menyebut bahwa penduduk setempat memperbaiki kapal yang ditumpangi itu dan menyediakan makanan bagi penumpangnya (Tirto.id, 19/11/2023).

Pengungsi Rohingya hingga kini terkatung-katung akibat pengusiran di negeri asalnya. Adanya diskriminasi budaya oleh pemerintahnya. Penduduk Myanmar tidak pernah mengakui warga Rohingya. Disebut sebagai Muslim Arakan, Muslim Burma, atau Bengal dari Burma adalah nama-nama yang disematkan kepada Rohingya sebagai bahan ejekan. Inilah salah satu penyebab konflik Rohingya. Tidak hanya pemerintah Burma yang mengintimidasi, tetapi junta militer pun menggembar-gemborkan gerakan anti Islam di kalangan masyarakat Buddha Rakhine dan penduduk Burma sebagai bagian dari kampanye memusuhi Rohingya.

Mayoritas masyarakat Rakhine dan Burma menolak mengakui Rohingya sebagai golongan etnis, dan mereka telah ditolak dalam keanggotaan Dewan Nasional Etnis. Etnis Rohingya merasa menjadi golongan kelas kedua sebagai masyarakat tertindas.Penindasan yang dilakukan bukan tanpa alasan, ini bagian dari wujud kecemburuan antar etnis. Ini karena populasi etnis Muslim Rohingya dalam beberapa tahun terus meningkat dibanding etnis Rakhine. Puncak dari konflik ini ditandai dengan adanya pembakaran besar-besaran terhadap perumahan yang dihuni oleh etnis Rohingya serta penyerangan yang dilakukan oleh kedua belah etnis setelah konflik antar etnis mereka diberikan secara internasional pada bulan juni- Agustus 2012.

Nation state Bilang Keladinya

Terombang-ambingnya para pengungsi Rohingya hingga hari ini karena dunia tidak memberikan solusi tuntas. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia. Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau Stateless. Mereka juga memiliki resiko menjadi korban TPPO. Dunia Islam hari ini berada dalam keterpurukan. Yang mana, hal ini hanya bisa disadari oleh mereka yang memiliki kepekaan ideologis. Bahwa umat Islam saat ini terpecah belah dalam sekat negara bangsa (nation state) berikut gurita paham nasionalisme. Tak pelak, umat Islam makin terkikis kepeduliannya terhadap kaum seakidah yang berbeda negeri. Mereka telah saling abai akibat fanatisme kebangsaan. Seolah sesama kaum muslimin itu tiada tali saudara.

Khilafah Solusi Untuk Rohingya

Pengungsi Rohingya akan mendapatkan jaminan keamanan dan perhatian termaasuk kewarganegaraan jika ada Khilafah karena Khilafah akan menjadi pelindung setiap muslim di manapun berada apalagi yang mendapatkan kedzaliman. Khilafah Islam menjadi perisai dan pelindung setiap muslim, bahkan akan membela dengan mengerahkan kekuatan pada negara yang melakukan kedzaliman karena darah kaum muslimin harus dijaga kemuliaannya.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *