Pencabutan PPKM, Abainya Negara Terhadap Nyawa Rakyat? 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Pencabutan PPKM, Abainya Negara Terhadap Nyawa Rakyat? 

Oleh Unix Yulia

(Komunjtas Menulis Setajam Pena)

 

Pandemi covid hingga kini belum berakhir, masih ada varian baru yang tersebar disejumlah negara. Namun, kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sudah tidak diberlakukan oleh pemerintah Indonesia. Bagaimana sikap yang harusnya dilakukan dalam masalah ini?

Pemerintah Indonesia resmi mencabut PPKM pada Jum’at, 30 Desember 2022. Meskipun sudah dicabut namun pandemi belum usai. Masyarakat diminta untuk tetap waspada, memakai masker dan vaksinasi harus tetap digalakkan. Pencabutan PPKM ini menimbulkan kekhawatiran ditengah masyarakat, apalagi ada subvarian baru yaitu BF7.

Bersamaan dengan dicabutnya kebijakan PPKM, kasus covid di China dan Jepang mengalami lonjakan drastis. Bahkan sejumlah rumah sakit di China ruang ICUnya penuh.

Akibat dari lonjakan kasus di China ini, sejumlah negara termasuk Amerika Serikat, Jepang, Italia, Malaysia dan India menerapkan aturan ketat bagi turis asal China. Diantaranya menunjukkan hasil negatif covid. Namun berbeda dengan Indonesia, pemerintah tidak memberikan aturan khusus bagi turis asal China. Aturan yang ditetapkan masih sama seperti sebelumnya yaitu melakukan vaksinasi minimal 2x, atau bagi yang memiliki gejala covid diwajibkan melampirkan tes PCR (bbc.com, 29/12/2022).

Masyarakat patut mempertanyakan terkait alasan pemerintah yang tidak menerapkan aturan khusus bagi turis asal China. Walaupun sudah melakukan vaksin, tidak menjamin seseorang akan terhindar dari covid. Namun pemerintah mengabaikan fakta tersebut, dikarenakan saat ini pemerintah sedang fokus memulihkan roda perekonomian dan pariwisata, tanpa memikirkan dampak yang akan diakibatkan, yaitu kesehatan dan nyawa rakyat. Sehingga nampak pemerintah abai akan nasib rakyatnya.

Saat ini sektor pariwisata dianggap sebagai salah satu penyumbang dana terbesar negara selain pajak, sehingga untuk meraih keuntungan pemerintah menerapkan kebijakan yang sekiranya tidak mengganggu pariwisata dengan kata lain pariwisita tetap beroperasi. Dan sasaran utamanya yaitu turis asing. Makanya pengetatan aturan bagi turis asing tidak diberlakukan.

Padahal apabila ditelisik lebih dalam, Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam, yang apabila dikelola secara mandiri dapat memenuhi segala kebutuhan negara. Namun sayangnya, SDA dikuasai oleh asing sedangkan pribumi tidak merasakan dampak keuntungannya. Sehingga keuntungan hanya untuk para penguasa dan pengusaha.

Hal ini sudah tidak asing lagi ditengah sistem kapitalis, nyawa rakyat tidak ada apa-apanya dibandingkan keuntungan yang akan didapatkan. Segala kebijakan yang dibuat berdasarkan aspek untung rugi.

Berbeda sekali apabila sistem Islam diterapkan, penjagaan kesehatan merupakan kewajiban suatu negara. Pemeritah wajib mengurus rakyat dan memastikan rakyat aman.

Dalam kasus pandemi ini, penyelamatan nyawa seseorang menjadi fokus utama, kepentingannya diatas segalanya termasuk ekonomi. Sehingga pemerintah akan fokus untuk mendeteksi gejala, menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai, mencari pengobatan paling tepat dengan menerjunkan peneliti hebat dan fasilitas laboratorium yang mumpuni. Selain itu, pemerintah akan memberlakukan lockdown pada daerah yang menjadi sarang virus, sehingga virus tidak tersebar didaerah lainnya. Sehingga daerah lain tetap bisa berjalan semestinya dan bagi daerah yang terdampak seluruh kebutuhan akan ditanggung oleh pemerintah.

Pemerintah dalam sistem ini tidak akan mengeluarkan kebijakan pelonggaran hanya karena ekonomi. Hal ini didukung dengan keuangan negara yang berasal dari Baitul mal. Sumber daya yang merupakan kepemilikan umum harus dikelola secara mandiri oleh pemerintah, sehingga hasilnya bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya.

Wallahu a’lam bi showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *