Monster Kejahatan Seksual Mengancam Anak, Di Mana Peran Negara?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Monster Kejahatan Seksual Mengancam Anak, Di Mana Peran Negara? 

 

Oleh Leihana

(Ibu Pemerhati Umat)

 

Monster adalah sosok yang ditakuti anak-anak karena kerap digambarkan sebagai tokoh antagonis menyeramkan dalam film atau bacaan anak, tetapi ada monster yang dapat memberikan rasa takut kepada anak seumur hidupnya. Monster itu adalah kejahatan seksual yang menimpa anak-anak—yang dapat memberikan efek traumatis seumur hidup.

Luar biasa rusaknya kondisi sosial saat ini, kejahatan seksual bukan hanya menimpa anak, tetapi juga dilakukan oleh anak-anak.

Seperti kasus pemerkosaan terhadap bocah TK yang dilakukan oleh tiga orang pelajar SD, korban diperkosa oleh tiga bocah SD secara bergantian di rumah kosong pada tanggal 7 Januari 2023.

Keesokan harinya korban mengeluh sakit saat buang air kecil, tetapi karena masih terlalu kecil korban tidak memahami perihal apa yang menimpanya. Kejahatan seksual itu terungkap dari penuturan teman korban yang menceritakan apa yang dilakukan tiga bocah SD yang juga teman sepermainan mereka kepada pengasuh korban. Orang tua baru melaporkan peristiwa tersebut ke kepolisian Mojokerto pada tanggal 18 Januari karena tidak menemukan titik temu setelah dipertemukan dengan orang tua terduga pelaku yang juga masih anak-anak. (liputan6.com, 20/01/2023 )

 

Dari pemerintahan diwakili oleh Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (Kemenppa) menyatakan keprihatinan terhadap kasus tersebut. Nahar selaku deputi khusus perlindungan anak Kemenppa juga mengimbau orang tua dan masyarakat untuk tidak segan melaporkan kasus kejahatan seksual kepada anak. Nahar juga mengimbau penegak hukum untuk memproses hukum sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 11 karena pelaku masih di bawah 12 tahun. (kemenppa.go.id, 20/01/2023)

Fakta menyedihkan yang menimpa siswi TK berusia 6 tahun di Mojokerto tersebut ternyata kejadian yang menimpanya sudah dilakukan pelaku sebanyak lima kali hingga korban mengalami trauma dan sakit saat buang air kecil karena hasil visum menunjukkan ada luka di alat kelamin korban. Korban sampai malu untuk bersekolah kembali karena merasa malu meski korban belum memahami benar apa itu kejahatan seksual, tetapi karena masyarakat dan teman-temannya tahu tentang kejadian itu membuatnya merasa malu. Sedangkan deputi perlindungan anak menghimbau agar proses hukum sesuai dengan sistem peradilan pidana anak karena pelaku masih di bawah 12 tahun (detik.com, 21/01/2023)

 

Ini bukan kasus kejahatan seksual pertama yang menimpa anak-anak. berdasarkan data yang dirilis KPAI di tahun 2022 kpai menerima 4.683 aduan tentang kasus perlindungan anak dan kasus tertingginya adalah kejahatan seksual anak yaitu 834 kasus di sepanjang tahun 2022. (republika.co.id, 22/01/2023)

Anak SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK adalah buah kegagalan negara mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya sistem pendidikan, ekonomi, dan pengaturan media. Akar persoalan bersumber dari sekularisme yang dijadikan sebagai asas negara, sudah jelas sekularisme adalah pandangan memisahkan agama dari kehidupan, sehingga dalam pendidikan di sekolah, agama hanya terselip menjadi mata pelajaran hiasan belaka, tidak dipelajari dengan serius atau mendapat porsi yang besar.

Dalam pengaturan sosial kehidupan saat ini pun agama sudah tidak lagi dibawa-bawa, seks bebas dan konten-konten porno bertebaran di mana-mana tanpa ada upaya pelarangan yang jelas dan tegas. Bahkan pengertian pornografi masih jadi perdebatan panjang yang tak kunjung selesai, sehingga larangan dan sanksi dalam kasus pornografi pun menjadi abu-abu. Dampaknya luar biasa besar ketika konten pornografi dapat dengan mudah diakses oleh anak-anak. Malaikat kecil yang penuh kepolosan itu pun berubah menjadi monster pelaku kejahatan seksual yang menyeramkan.

Solusi tuntas untuk menyelesaikan masalah serius ini hanya dapat diperoleh dengan mengubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas. Islam memiliki aturan lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini. Sebab, dalam ajaran Islam melarang keras umatnya mendekati zina apalagi berzina dan memerkosa, baik dilakukan oleh dan kepada anak-anak maupun orang dewasa.

Pencegahan sedini mungkin diterapkan dalam pendidikan keluarga dengan mewajibkan orang tua memisahkan tempat tidur anaknya. bahkan yang berjenis kelamin sama pun dilarang untuk satu selimut, terlebih lagi konten-konten media yang berbau pornografi akan diberantas secara tuntas, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Untuk itu diperlukan penerapan syariat Islam secara kafah di seluruh lini kehidupan untuk tetap menjaga fitrah anak-anak yang putih bersih.

 

Wallahua’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *