Maraknya Penculikan Anak Bukti Gagalnya Jaminan Perlindungan Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Maraknya Penculikan Anak Bukti Gagalnya Jaminan Perlindungan Negara

Oleh Rita Yusnita
(Aktivis Muslimah)

Beberapa pekan lalu, pemberitaan media didominasi tentang kasus penculikan anak. Sejumlah keterangan menyebutkan bahwa anak yang jadi korban penculikan tersebut diperlakukan dengan tidak manusiawi. Mulai dari dijadikan pengemis, menjadi korban pelampiasan hasrat seksual hingga dugaan menjadi target jual beli organ tubuh. Sontak berita tersebut bikin orang tua dilanda kecemasan, khawatir, dan takut anaknya menjadi korban.

Berita tersebut menguat ketika Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang menyebut terjadi 28 kasus penculikan anak sepanjang Tahun 2022. Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik terjadi di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Desember 2022 silam. Korban berinisial M diculik Iwan Sumarno yang berprofesi sebagai pemulung ketika tengah bermain di sekitar kios kopi milik orangtuanya. Semula orang tua korban tidak menaruh curiga ketika pelaku mengajak korban untuk membeli ayam goreng karena sosok pelaku (Iwan) adalah langganan di kios milik mereka. Namun, ketika menjelang sore si anak belum pulang, timbullah ketakutan pada diri orang tua M. Mereka mulai mencari M dan menemukan rekaman CCTV saat Iwan mengajak M naik bajaj meninggalkan lokasi. Rekaman tersebut dengan cepat menyebar dan viral hingga menarik atensi Kapolri Jenderal Listya Sigit Prabowo. Akhirnya pencarian M membuahkan hasil. Polisi berhasil meringkus pelaku di daerah Tangerang Selatan pada Senin (2/1) malam.

Saat penangkapan tersebut, korban (M) ditemukan dalam gerobak yang kerap dibawa pelaku untuk memulung. Ternyata selama sebulan Iwan membawa M berpindah-pindah tempat diajak untuk memulung. Kemudian diketahui pelaku adalah seorang Residivis kasus pencabulan anak. Hal ini diungkap Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin, dikutip CNN.com, Kamis (02/02/2023). Selama pemeriksaan ternyata korban mendapatkan perlakuan kasar oleh pelaku dan menurut hasil Visum menunjukkan M menderita luka fisik akibat ditendang dan disentil oleh pelaku. Belakangan diketahui motif pelaku membawa korban karena memiliki hasrat seksual terhadap anak-anak.

Belum lenyap perhatian publik terhadap kasus yang menimpa M, kasus penculikan kembali terjadi di Cilegon, Banten pada Senin (2/01). Dengan diiming-imingi membeli es krim, akhirnya korban mau diajak pelaku pergi. Setelah hampir sebulan menghilang, akhirnya Polisi menemukan korban yang berinisial AS tengah mengemis di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (25/01) dinihari.

Saat ditemukan AS terlihat lusuh dan kumal serta beberapa luka di wajah. Motif pelaku yang diketahui bernama Herdiansyah alias Diansyah alias Dian alias Syahlan adalah menjadikan korbannya pengemis di Jakarta. Lain lagi dengan kasus penculikan yang satu ini. Penculikan yang berujung tragis ini terjadi di Makassar pada Minggu (8/01). Mirisnya, pelaku tergolong masih remaja yaitu MA alias AD (17) dan MF (18). Kedua pelaku menculik dan membunuh korban demi menjual organ ginjalnya. Mereka merencanakan perbuatan tersebut setelah salah satu dari pelaku melihat sebuah situs penjualan organ manusia. Korban berhasil diajak pelaku setelah dijanjikan akan diberi Rp50 ribu setelah selesai membantu membereskan rumah. Dengan menggunakan sepeda motor mereka bertiga berboncengan menuju ke rumah MA di Jalan Batua Raya No 14. Setibanya di lokasi, pelaku langsung menghabisi nyawa korban. Namun rencananya tak berjalan mulus karena kedua pelaku tak mengetahui letak ginjal. Pada akhirnya mereka memutuskan membuang jasad korban ke Jembatan deket Waduk Nipah-nipah, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros. Keduanya sempat menjalani pemeriksaan Psikologis dan hasilnya normal, diungkapkan Wakasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Jupri Natsir usai rekonstruksi, Selasa (17/1).

Maraknya kasus penculikan anak muncul karena beberapa faktor. Menurut Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra, mengungkapkan salah satunya adalah karena anak tidak bisa membela dirinya sendiri. Mereka adalah generasi peniru, sehingga haus akan figur yang memenuhi kebutuhannya. Sehingga seringkali tidak mengerti resiko yang terjadi dan tidak mengerti bahwa mereka mendapatkan perlakuan salah.

Anak juga merupakan kelompok yang rentan yang belum bisa melindungi diri sendiri karena secara fisik mudah dikuasai, secara pemahaman mudah dibelokkan, dan anak tidak mudah menyalurkan emosinya. Lalu lemahnya pengawasan dari orang tua dikarenakan berbagai hal. Misalnya orang tua yang keduanya sibuk bekerja hingga jarang berinteraksi dengan anak, oleh sebab itu anak lebih senang bermain di luar hingga tidak menutup kemungkinan menjadi target para penculik. Selain itu, sifat individualistis mulai melekat pada sebagian masyarakat sehingga mereka tidak peduli satu sama lain bahkan minim berinteraksi sehingga celah ini mengundang pelaku penculikan bisa beraksi dengan leluasa.

Beberapa kasus penculikan yang terungkap memunculkan berbagai reaksi. Psikolog dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Dr. Y. Bagus Wismanto, mengingatkan antara sekolah dan orangtua siswa adalah kunci mencegah pencegahan anak-anak. “Komunikasi antara sekolah dan orang tua itu yang terbaik. Bagaimana sekolah menjelaskan kepada orang tua tentang hak dan kewajiban sekolah dan orang tua.” kata mantan Rektor Unika Soegijapranata itu. Menurutnya, sekolah dan orang tua bersinergi untuk menghadapi kasus penculikan anak sebab sekolah hanya bertanggung jawab selama anak masih berada di lingkungannya. Sekolah hanya berperan membantu mendidik anak.

Namun tanggung jawab utama tetap pada orang tua sehingga tak begitu saja menyerahkannya pada sekolah. Anak merupakan tanggung jawab orang tua, jadi sebelum menjadi dewasa orang tua mempunyai peran penuh untuk mendampingi tumbuh kembang anak. Keluarga sebagai lingkaran yang paling dekat harus menciptakan rasa aman agar anak bisa mencurahkan segala keluh kesahnya tanpa harus mencari perhatian di luar. Sesibuk apa pun orang tua tetap harus memberikan pengawasan kepada anak soal pergaulannya, teman-temannya, hingga dapat meminimalisir ancaman penculikan.

Namun, diantara semua hal di atas yang paling dibutuhkan adalah peran Negara. Karena keamanan adalah kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan oleh Negara. Terlebih bagi anak-anak yang merupakan golongan yang paling rentan terhadap aksi kejahatan khususnya penculikan.

Sayangnya, saat ini jaminan keamanan bukan menjadi prioritas negara. Khususnya perlindungan keamanan bagi anak. Padahal jika merunut pada jumlah kasus penculikan saat ini negara dalam darurat kejahatan pada anak. Abainya negara terhadap keselamatan rakyat adalah salah satu bukti lemahnya negara sebagai junnah atau pelindung rakyat. Bahkan sekarang keamanan menjadi salah satu obyek kapitalisasi, jadi tidak semua rakyat mendapat jaminan keamanan dan perlindungan. Rakyat kecil hanya mampu mengandalkan kemampuan diri sendiri untuk melindungi keluarganya. Rasa aman mustahil didapat selama sistem kapitalisme masih mengakar kuat dalam setiap pemikiran para pemangku kebijakan. Rakyat butuh solusi pasti, dan itu hanya bisa didapat dalam sistem Islam.

Sebagai agama yang sempurna, Islam hadir dengan seperangkat aturannya. Bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis, hukum Islam mempu mengatur segala aspek kebutuhan umatnya. Begitupun dengan jaminan keamanan dan perlindungan yang sudah pasti menjadi prioritas negara agar rasa aman dan terlindungi dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Pemimpin dalam Islam akan bertindak sebagai junnah (perisai) dan widayah (pelindung) bagi rakyatnya. Seperti diriwayatkan dalam sebuah Hadis,

“Sesungguhnya seorang imam itu (laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Wallahu’alam Bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *