Mahalnya Harga Beras di Negeri Lumbung Padi dalam Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mahalnya Harga Beras di Negeri Lumbung Padi dalam Sistem Kapitalisme

Oleh Dwi Sri Utari, S.Pd

(Guru dan Aktivis Politik Islam)

Mahalnya harga beras di Indonesia terungkap dalam laporan Bank Dunia yang bertajuk Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi Desember 2022. Dilaporkan bahwa harga eceran beras di Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan harga beras di negara-negara Asean lainnya. Dimana harga beras di Indonesia 28% lebih tinggi dari harga di Filipina, serta lebih mahal dunia kali lipat dari harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.

Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) pada Selasa (20/12/2022) bahwa harga beras kualitas bawah I sebesar Rp11.400 per kg, beras kualitas bawah II seharga Rp11.100 per kg dan harga beras kualitas medium II seharga Rp12.350 per kg, sedangkan harga beras kualitas super I seharga Rp13.900 per kg.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pada November 2022 harga beras masih naik. Rupanya kenaikan ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga berkurangnya produksi beras.

Pemerintah merasa berkepentingan menetapkan regulasi untuk menciptakan tata niaga beras melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras serta penerbitan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras. Pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras di dalam Permendag 57 Tahun 2017 telah mempertimbangkan struktur biaya dalam hal biaya produksi, distribusi, keuntungan seluruh pelaku serta biaya lainnya. Besaran HET yang telah ditentukan harus menjadi acuan seluruh pelaku usaha dalam pemasaran beras di tingkat eceran.

Memiliki tanah subur, wilayah daratan yang luas, dan dikenal sebagai negeri agraris, tidak lantas menjadikan Indonesia sejahtera atas pangan. Mayarakat seringkali kesulitan dalam memperoleh pasokan pangan sebagai kebutuhan pokok dalam hidupnya. Tidak jarang hal tersebut disebabkan karena harga barang pangan yang tidak mampu dijangkau oleh masyarakat. Ironi tersebut hakikatnya tidak terlepas dari pengaruh penerapan teori harga dalam ekonomi kapitalisme.

Dimana selain konsep kelangkaan (scarcity) dan nilai (value), mekanisme harga menjadi pilar utama dalam sistem ekonomi Kapitalisme. Mekanisme harga memiliki peran utama dalam menentukan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi.

Adam Smith, yang menjadi peletak dasar ekonomi Kapitalisme, membagi harga menjadi dua bagian, yaitu harga alamiah (natural price) dan harga pasar (market price).

Harga alamiah suatu komoditas adalah harga dari seluruh nilai sewa, bahan baku, tenaga kerja dan keuntungan yang diharapkan produsen. Adapun harga pasar adalah harga komoditas ketika dijual, yang bisa jadi di atas, di bawah, atau sama dengan harga alaminya. Menurut dia, harga pasar ditentukan oleh proporsi antara jumlah komoditas yang ditawarkan ke pasar dan jumlah permintaan orang yang bersedia membayar harga komoditas itu.

Ketika permintaan barang di pasar lebih tinggi dibandingkan dengan pasokannya, maka tidak semua permintaan orang, yang bersedia membeli dengan harga alamiahnya, dapat dipenuhi. Akibatnya, sebagian mereka berupaya mendapatkan barang itu dengan menawarkan harga yang lebih tinggi. Harga pasar barang itu pun naik di atas harga alaminya.

Sebaliknya, ketika permintaan suatu barang di pasar lebih rendah, tidak semua suplai barang tersebut bisa dijual dengan harga alaminya. Konsekuensinya, sebagian barang itu dijual kepada orang-orang yang menginginkannya dengan harga yang lebih rendah.

Menjadikan harga sebagai satu-satunya pengatur untuk mendistribusikan kekayaan di antara anggota masyarakat akan mengakibatkan ketimpangan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang esensial.

Dengan mekanisme harga, seorang konsumen hanya akan menerima komoditas yang dia butuhkan berdasarkan pendapatannya, yang bisa jadi nilainya lebih rendah dibandingkan dengan harga komoditas yang dia inginkan itu. Inilah yang terjadi di dalam masyarakat yang menerapkan sistem Kapitalisme, banyak orang yang menderita bahkan mati lantaran tidak punya cukup pendapatan untuk membeli barang dan jasa yang menjadi kebutuhan hidupnya.

Pada masa silam, ketika kehidupan Islam pertama di Madinah, Rasulullah saw. menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga (intervensi harga) ketika tingkat harga di Madinah pada saat itu mendadak naik. Anas bin Malik menuturkan bahwa pada masa Rasulullah saw. pernah terjadi kenaikan harga-harga yang tinggi. Para sahabat lalu berkata kepada Rasul, “Ya Rasulullah saw. tetapkan harga demi kami!” Rasulullah saw. menjawab,

“Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi rezeki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah harta.”

Demikian Rasul menjelaskan sampai pada penjelasan bahwa Allah Swt. adalah Zat yang memberikan rezeki. Kebijakan mengrtapkan harga akan menyebabkan kezaliman, yakni menetapkan sesuatu tidak sesuai haknya atau bukan pada tempatnya. Hal ini karena melibatkan hak milik seorang, yang di dalamnya adalah hak untuk menjual pada harga berapa pun, asal ia bersepakat dengan pembelinya. Seorang imam adalah pemegang urusan dan kemaslahatan umat, bukan kemaslahatan satu pihak, baik penjual saja maupun pembeli saja.

Imam (pemimpin/pemerintah) tidak memiliki wewenang untuk mengatur harga bagi penduduk, penduduk boleh menjual barang mereka dengan harga berapa pun yang mereka sukai. Penjual dan pembeli diberi kebebasan untuk menentukan harga berdasarkan mekanisme pasar, mekanisme permintaan dan penawaran, dengan prinsip sama-sama ada keridaan di antara kedua belah pihak.

Penetapan harga atau intervensi harga berbeda dengan intervensi pasar. Intervensi pasar dalam arti upaya pemerintah memastikan agar pasar berjalan normal adalah keharusan. Hal itu dilakukan dengan normalisasi penawaran (supply) dan pemberantasan berbagai bentuk kejahatan di pasar seperti praktik monopoli, penimbunan, kecurangan, dan lain-lain. Kenaikan harga-harga pangan termasuk mahalnya harga beras di negeri lumbung padi ini harus ditelaah penyebabnya. Jika ada hal yang membuat pasar terdistorsi, maka pemerintah wajib melakukan normalisasi.

Oleh karena kebijakan pemerintah dari aspek yang mendasar hingga teknis wajib dikoreksi terlebih ketika terbukti melanggar syariat (dalam hukum kepemilikan, dan lain-lain) dan menghasilkan kebijakan yang memberatkan rakyat.

Wallahu’alam bishshawab.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *