Lonjakan Harga Jelang Ramadan, Tradisi yang Berulang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Lonjakan Harga Jelang Ramadan, Tradisi yang Berulang

Oleh Nelliya Azzahra (Novelis)

Ramadan sudah di depan mata harumnya tercium sudah. Sebentar lagi kaum muslimin akan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Bulan penuh berkah yang kehadirannya begitu dinanti. Muslim di seluruh dunia tentunya bersemangat untuk menyambut bulan yang di dalamnya Allah lipat gandakan pahala. Namun, euforia menyambut bulan suci Ramadan kembali terusik ketika mengingat bahwa kebiasaan jelang Ramadan harga kebutuhan pokok mengalami lonjakan.

Kenaikan harga jelang Ramadan merupakan isu yang tak berkesudahan. Seperti sudah menjadi sebuah tradisi yang tidak bisa dihentikan. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Wakil Presiden, K.H. Ma’ruf Amin.

“Biasanya memang menjelang Ramadan itu suka ada [harga bahan pokok] yang naik, tetapi jangan sampai naiknya itu melampaui kewajaran. Fenomena di bulan Ramadan seperti itu,” imbuh Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jl. Slamet Riyadi No. 562, Jajar, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Dilansir oleh stegneg.go.id Rabu (01/03/2023).

Fenomena ini bukan hal baru. Dari tahun ke tahun rakyat disuguhi oleh kenyataan naiknya harga kebutuhan mendekati Ramadan dan hari besar umat Islam. Sehingga dengan adanya lonjakan harga rakyat kesusahan untuk mendapatkan bahan kebutuhan pokok.

Mengapa hal itu terjadi berulang? Bukankah harusnya pemerintah bisa mengantisipasi agar tidak ada gejolak harga. Dengan begitu rakyat lebih mudah mendapatkan kebutuhannya.

Kenaikan harga terkadang tidak selalu murni karena hukum permintaan dan penawaran. Bisa lihat jika hal itu diakibatkan oleh kecurangan yang biasa dilakukan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Seperti penimbunan dan permainan harga, serta penipuan lainnya.

Dalam sistem ekonomi kapitalis kenaikan harga suatu barang bisa disebabkan karena kurangnya ketersediaan bahan pangan komoditas tertentu (Kelangkaan).
Jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah, sedangkan permintaannya sedikit, maka harga akan turun. Tetapi jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit, sedangkan permintaannya besar, maka harga akan naik. Jika demikian berarti pemerintah bisa memasok bahan yang dibutuhkan untuk stok pangan. Namun, karena lemahnya menagemen pemerintah masih bergantung pada impor. Selain itu, dari aspek distribusi juga masih bisa dinilai lemah, dimana para pedagang besar yang jelas memiliki modal lebih akan dengan leluasa untuk menentukan harga komoditas pasar.

Islam sebagai agama dan ideologi telah memberikan solusi bagaimana menghadapi kelangkaan barang. Kelangkaan barang sendiri terjadi bisa karena memang langka barang tersebut seperti terjadi musim paceklik, kemarau, atau gagal produksi dan lainnya. Selanjutnya juga bisa karena kecurangan yang sudah disebutkan di atas. Penimbunan dan permainan harga.

Apabila melambungnya harga sembako dikarenakan oleh faktor alami yang menyebabkan kelangkaan suatu barang, maka disamping ini umat dituntut untuk bersabar. Dan di dalam Islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain.

Namun, apabila kelangkaan barang terjadi karena kecurangan, negara akan menindak dengan tegas para pelaku.
Sebagaimana firman Allah Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An-Nisaa:29)

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *