Korupsi Menjadi Tradisi dalam Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Korupsi Menjadi Tradisi dalam Sistem Kapitalisme

 

Oleh: Munamah
Ibu Rumah Tangga

Berita korupsi sudah menjadi makanan sehari-hari. Pejabat korupsi disorot kamera, ditayangkan di televisi, dan memakai baju orange seakan putus urat malunya. Bukannya berhenti atau berkurang korupsi malah ditemukan di berbagai instansi pemerintahan.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono (DES) sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan bank PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).

Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), pun melakukan penahanan terhadap DES yang baru terpilih kembali sebagai dirut di perusahaan konstruksi milik negara tersebut. DES menjadi dirut WSKT dua periode setelah ditunjuk pada media Februari 2023.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, DES ditetapkan tersangka pada Kamis (27/4/2023). Namun, yang bersangkutan baru dapat dilakukan penahanan pada Jumat (28/4/2023), dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID (29/4).

Korupsi terus terjadi, bahkan meski ada badan khusus menyelesaikan korupsi tapi tidak membuahkan hasil yang maksimal.

Seperti kasus-kasus yang telah terjadi, koruptor tidak semakin sedikit jumlahnya malah justru semakin bertambah. Parahnya mereka bekerja sama untuk korupsi berjamaah.

Korupsi seolah sudah menjadi tradisi tak terpisahkan dalam sistem kapitalisme, demokrasi.

Demokrasi membuka peluang besar untuk seseorang melakukan tindakan curang, asalkan punya modal atau uang yang besar untuk menyuap dan memberikan tutup mulut kepada pejabat yang tidak amanah.

Kita lihat saja seperti pemilu tingkat paling bawah yang diselenggarakan lima tahun sekali. Dari tingkat desa saja banyak anggota calon kepala desa yang memberikan uang kepada masyarakat guna memenangkan pemilu kepala desa.

Apalagi di tingkat nasional? Pilpres yang diselenggarakan dengan biaya yang tidak sedikit itu pasti lebih banyak kecurangan yang terjadi. Dapat dipastikan backingan dana dari bohir-bohir akan menjadi senjata kuat para calon presiden yang membutuhkan dana kampanye dan biaya operasional lainnya.

Di sisi lain, korupsi menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini. Rendahnya ketakwaan individu dan dangkalnya akidah yang dibiarkan tanpa aturan agama, makin mendorong seorang pejabat bertindak korup.

Terbukti disemua lini pemerintahan terdapat pejabat yang korupsi, termasuk dirut WSKT ini.

Korupsi Adalah Kemaksiatan.

Islam menjadikan korupsi sebagai satu kemaksiatan dan menetapkan hukuman yang jelas dan menjerakan bagi pelakunya.

Koruptor harus dihukum yang membuat jera para pelakunya. Hukuman potong tangan adalah perintah Allah SWT untuk para pencuri agar pelaku jera dan tidak mengulanginya kembali.

Surat Al-Ma’idah Ayat 38

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Islam juga memiliki mekanisme yang jitu untuk mencegah dan memberantas  korupsi hingga tuntas, yaitu dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh di seluruh aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *