Korban Gempa Masih Terkatung-Katung Akibat Lemahnya Tanggungjawab Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Korban Gempa Masih Terkatung-Katung Akibat Lemahnya Tanggungjawab Negara

Oleh: Normah Rosman

(Pemerhati Masalah Umat)

 

Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mengatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa magnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022) bertambah menjadi Pencarian tetap dilakukan dengan harapan lima orang korban lainnya yang dilaporkan tertimbun longsor segera ditemukan. Sejumlah titik yang diduga lokasi korban tertimbun terus digali dengan menggunakan lima alat berat (republika.co.id, 20/12/2022).

Satu bulan setelah gempa bumi berkekuatan 5,6 skala richter mengguncang Cianjur, Jawa Barat, sejumlah warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian, menanti kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu. Para warga bertahan karena belum menerima dana stimulan perbaikan rumah karena proses pendataan yang tidak akurat dan harus diulang. Sebagian juga bertahan karena belum mendapat kepastian jika mereka akan terdampak relokasi atau tidak. Pada proses verifikasi data sebelumnya masih banyak ditemukan yang tidak sesuai dengan kondisi riil rumah yang rusak. Masyarakat meminta agar dilakukan verifikasi ulang (bbc.com, 22/12/2022).

Pemerintah terus berupaya mencari korban gempa yang diduga masih tertimbun longsor akibat gempa bumi yang mengguncang Cianjur, Jawa Barat. Tak tanggung-tanggung pemerintah menurunkan lima alat berat untuk melakukan pencarian. Sejumlah titik yang diduga tempat korban tertimbun longsor terus diupayakan dalam pencarian korban. Dari hasil pencarian itu tim SAR menemukan tiga jenazah korban yang tertimbun longsor. Penemuan korban ini menambah daftar korban bencana gempa bumi Cianjur.

Sebulan telah berlalu setelah gempa bumi berkekuatan 6,5 SR mengguncang Cianjur, Jawa Barat, sejumlah warga masih bertahan di tenda-tenda pengungsian. Bukan mereka betah tinggal di pengungsian tapi mereka masih menunggu bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi rumah mereka yang rusak, mulai dari rusak berat hingga rusak ringan. Para penggungsi bahkan sudah sangat jenuh tinggal di penggungsian tapi apalah daya mereka. Mereka bertahan karena menunggu kepastian untuk memulai kehidupan normal seperti dulu.

Banyaknya warga yang belum mendapatkan bantuan dana stimulus untuk perbaikan rumah karena ketidaksinkronan data. Mereka juga gamang dengan kepastian relokasi yang belum kunjung menunjukkan hasil yang diharapkan. Para penggungsi berharap agar pemerintah melakukan pendataan ulang kesejumlah korban gempa yang terdampak. Ini di karenakan banyaknya data yang tidak sesuai dengan fakta pada lapang.

Padahal seharusnya mendapatkan dana stimulasi untuk tingkat kerusakan rumah berat tapi malah mendapatkan dana untuk kerusakan rumah ringan, begitu juga sebaliknya yang seharusnya mendapatkan dana untuk perbaikan rumah rusak ringan malah mendapatkan dana untuk perbaikan rumah rusak berat.

Bukan hanya itu saja, para pengunsi juga mengeluhkan banyaknya penyakit yang mulai menyerang mereka, di antaranya demam, batuk serta gatal-gatal. Tentu saja ini sangat mempengaruhi psikis mereka. Belum lagi beban mental yang harus mereka tanggung akibat dari dampak gempa yang melululantakkan kediaman serta mata pencaharian para korban gempa.

Kondisi ini membuktikan jika negara abai terhadap kebutuhan rakyat dan lalai dalam melindungi rakyatnya. Kelalaian pemerintah sudah menjadi karakter dan sifat bawaan rezim sistem politik demokrasi. Padahal hanya kepada negaralah rakyat berharap. Nampak ketidak optimalan pelayanan korban gempa, Apalagi persoalan utama adalah rumah, yang merupakan tempat tinggal. Seharusnya negara bergerak cepat untuk menyelesaikannya, mengingat Cianjur adalah sesar gempa.

Rasulullah bersabda,

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) pengembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Penanganan bencana alam mengharuskan adanya manajemen bencana yang jitu, merujuk pada manajemen bencana dalam sistem khilafah Islamiyah akan kita temukan penanganan prabencana ketika bencana dan pasca bencana.

Khalifah atau kepala negara akan membentuk tim yang akan terjun langsung ke lapangan untuk melihat seberapa besar kerusakan yang di akibatkan oleh bencana alam. Kemudian melaporkan kepada Khilafah. Setelah itu para tim akan merancang apa yang perlu dilakukan esok harinya, agar para korban yang terdampak bencana bisa segera mendapatkan bantuan yang tepat dari negara. Khilafah akan mengerahkan segala potensi yang dimiliki untuk membantu menuntaskan permasalahan pada korban bencana. Negara juga mempunyai anggaran khusus untuk penanganan bencana. Anggaran ini mencakup segala bpembiayaan yang menimpa rakyat, Seperti gempa, banjir, lonsor, kelaparan dan sebagainya. Sedangkan sumber dananya berasal dari fai’ dan kharaj dan kepemilikan umum.

Jika memang dalam pelaksanaannya terjadi kekurangan dana maka negara akan melakukan pemungutan pajak dari kaum muslim untuk membantu menutupi biaya yang dibutuhkan dalam penanganan bencana. Tapi pungutan pajak ini hanya berlaku hingga masalah gempa sudah teratasi atau jika negara sudah mempuanyai kas lagi. Pajak ini juga hanya berlaku untuk orang-orang yang kaya saja, sehingga tidak akan membebani orang-orang miskin. Hal ini diperbolehkan karena syariah telah memerintahkan kaum muslimin untuk memberi makan orang yang kelaparan dan menolong orang yang kesulitan serta menyelamatkan orang dari bahaya.

Khilafah Islamiyah juga sangat memperhatikan kebutuhan dasar seperti tempat tinggal dan pekerjaan sehingga rakyat yang terdampak bencana tak perlu cemas bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan setelah terdampak bencana.

Wallahua’lam Bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *