Kapitalisme Menyuburkan Premanisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kapitalisme Menyuburkan Premanisme

Siti Aisah, S. Pd.

(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)

Premanisme berasal dari kata bahasa Belanda yaitu vrijman yang berarti orang bebas, merdeka dan isme = aliran. Premanisme juga merupakan sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain. Premanisme di Indonesia kian hari kian marak terjadi salah satunya adalah dari Baleendah, Bandung. Dilansir dari laman visi.news.com, (20/09/2024) telah terjadi aksi premanisme dengan tindak kekerasan kepada salah satu pemilik rumah makan di wilayah Warung Cina, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Peristiwa ini berawal dari para pelaku yang meminta sejumlah uang, namun pemilik rumah makan tersebut beralasan bahwa saat ini kondisi warungnya sedang sepi pembeli. Alhasil para pelaku tersebut tidak menerima dan melakukan kegaduhan disertai tindak kekerasan. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 18 September 2024, sekitar pukul 18.30 WIB, kejadian ini pun akhirnya viral dimedia sosial, Dalam video tersebut, aksi premanisme ternarasikan bahwa ketiga orang yang diduga pengemudi ojeg pangkalan, melakukan pemalakan kepada korban alias pemilik rumah makan.

Fenomena preman di Indonesia ibarat jamur yang subur di musim penghujan, mulai terus berkembang ketika keadaan ekonomi yang semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya terdapat kelompok atau perorangan melakukan pemerasan. Mulai dari sekelompok masyarakat usia kerja yang mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, bentuknya terkadang berupa penyediaan jasa penagiahan hutang ataupun jasa keamanan yang terkadang sebenarnya tidak dibutuhkan. Preman pun sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut.

Contoh:

• Preman di terminal bus yang memungut pungutan liar dari sopir-sopir, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap keselamatan sopir dan kendaranya yang melewati terminal.

• Preman di pasar yang memungut pungutan liar dari lapak-lapak kaki lima, yang bila ditolak akan berpengaruh terhadap dirusaknya lapak yang bersangkutan.

• Preman berkedok sebagai tukang parkir di ATM, toko, dll, yang berpura-pura menaruh karcis/tanpa karsi di motor, sementara pemilik di depan motor/kendaraan itu sendiri.

• Preman berkedok taksi di Stasiun Gambir, yang biasanya langsung mengambil barang-barang penumpang dan memasukkan ke bagasi taksi.

• Preman derek Liar di jalan tol

• Polisi-polisi cepek (pengatur lalu lintas palsu), yang justu sering membuat kemacetan

• Wartawan yang terkadang suka memeras

(Sumber: Wikipedia.com)

Aksi premanisme diatas telah menunjukkan bukti semakin maraknya aksi ini. Perselisihan di antara para preman pun Sering terjadi bahkan bisa sampai terjadi perkelahian hal ini dikarenakan hanya sekedar memperebutkan wilayah garapan/lahan pemalakan sehingga ujungnya menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Berikut adalah beberapa faktor penyebab maraknya aksi premanisme yaitu:

1) Faktor keimanan, penerapan sistem sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan, sistem saat ini pula bisa meniadakan ketakwaan terhadap Sang Pencipta, sehingga membuat siapa saja yang tidak memiliki keimanan tidak merasa tidak bersalah ketika mengintimidasi, mengancam sampai meneror orang lain. Padahal Rasullulah Saw bersabda yang artinya: “Tidak halal seorang muslim meneror muslim yang lainnya” (H.R. Ahmad, abu Dawud dan al-baihaqi)

2) Faktor ekonomi, biaya hidup yang melambung tinggi dan menyempitnya lapangan kerja, membuat aksi premanisme semakin tak terkendali. Mendesaknya kebutuhan pokok ini menjadikan alasan untuk mendapatkan uang dengan cara gampang. Tak hanya itu para pengusaha atau para elite politik yang ingin mendapatkan keamanan ekstra harus merogoh kocek tebal untuk menyewa bodyguard atau preman untuk ‘membackingnya’. Sehingga para pengusaha itu pun menaikkan harga barang nya untuk menutupi modal yang dikeluarkan untuk biaya keamanannya.

3) Faktor penegakkan hukum yang lemah, maraknya aksi pungli yang dilakukan preman berseragam atau terjadi kongkalikong antar preman dan petugas keamanan setempat membuat semakin mudahnya aksi ini. Lalu untuk memuluskan aksinya yaitu dengan mekanisme berbagi setoran sehingga aksi suap-menyuap pun terjadi.

4) Faktor hukuman yang tidak menimbulkan efek jera para pelaku premanisme ini. Keluar masuk hotel prodeo dianggap biasa saja malah yang terjadi membuat keresahan di tengah masyarakat ketika ia sudah kembali bebas.

Dengan demikian aksi premanisme ini bukan hanya bersifat individual saja tapi sudah menjadi sistemik yang artinya sistem yang diterapkan saat ini yang menjadi faktor terbesarnya. kondisi saat ini yang masih menerapkan sistem kapitalisme yang didalamnya menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya dan dijamin kebebasan tanpa batas agama serta penegakkan hukum yang tidak menimbulkan efek jera. Maka Preman di Indonesia semakin lama akan sukar diberantas sedangkan keadaan ekonomi yang semakin memburuk membuat solusi yang ada hanya sekedar tambal sulam saja. Islam sebagai agama rahmatan lil alamiin bisa memberikan solusi untuk aksi premanisme ini melalui:

1) Islam mewajibkan penguasa untuk selalu memantau kondisi ketakwaan masyarakatnya, bisa melalui penerapan sistem pendidikan islam.

2) Penerapan sistem ekonomi islam, artinya menghilangkan Pungutan-pungutan yang diharamkan, menghilangkan riba dan pajak. Lalu menyediakan lapangan kerja atau negara bisa memberikan modal usaha. Sehingga faktor biaya yang tinggi bisa diminimalisir atau bahkan kebutuhan pokoknya bisa murah atau gratis.

3) Hukuman yang membuat efek jera. Ketika aksi premanisme dilakukan hanya sebatas mengintimidasi, meneror dan mengancam saja makan hukuman yang diterima berupa Ta’zir yaitu bentuk dan kadar hukumannya diserahkan kepada Ijtihad Qadhi. Tapi jika aksi ini menimbulkan kecacatan fisik hukumannya membayar diyat. Dan jika sampai menghilangkan nyawa maka hukumannya berupa qishas, jika dimaafkan oleh keluarga korban maka hukumannya membayar diyat berupa 100 ekor unta atau 1000 dinar (4250 gram emas atau Rp 9,35 miliar jika kurs 1 dinar = Rp 2,2 jt) untuk tiap orang korban yang terbunuh.

Sanksi-sanksi hukuman ini akan membuat efek jera para pelakunya. Serta dapat mencegah perbuatan orang lain melakukan hal yang sama sehingga masyarakat merasa lebih aman. Dengan demikian, jelaslah hanya penerapan islam yang utuh yang bisa memberantas aksi premanisme ini. Sehingga rasa aman akan didapatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam bingkai negara, islam akan mampu secara tuntas mengatasi seluruh permasalahan kehidupan.

Wallahu’alam bish-shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *